Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PEN Berpihak pada Rakyat

Hingga 3 Juni 2020, anggaran penanganan covid diperbesar dari Rp 405,1 triliun menjadi Rp 677  triliun.

Dari total biaya penanganan tersebut, pemerintah mengalokasikan Rp 87,55 triliun (13 persen) untuk penanganan sektor kesehatan sedangkan sisanya sebesar Rp 589,65 triliun (87 persen) dimanfaaatkan untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Beberapa kalangan menganggap anggaran kesehatan terlalu kecil dibandingkan untuk PEN.

Melihat rincian biaya PEN tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai Pemerintah lebih mengutamakan sektor ekonomi dibandingkan kesehatan. Padahal menurutnya, sektor kesehatanlah yang menjadi akar permasalahannya.

Jika sekadar dilihat nominal, boleh jadi terbilang kecil. Namun, kita harus cermat dalam menghitung. Dalam mengalokasikan anggaran bukan besar atau kecilnya yang jadi patokan tapi tingkat kebutuhan dan prioritasnya.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu pun menegaskan bahwa alokasi anggaran sektor kesehatan sesuai dengan tingkat kebutuhan. Pemerintah menjamin bahwa sektor kesehatan tetap prioritas utama yang harus bisa diselamatkan di masa pandemi ini. Jika diperlukan, Pemerintah tak segan untuk mengalokasikan tambahan dana untuk kesehatan.

Apakah PEN benar-benar untuk kepentingan rakyat?

Kita sepakat, PEN harus diprioritaskan untuk rakyat. Selama ini, kinerja ekonomi Indonesia bergantung pada konsumsi rumah tangga (56 persen PDB). Pertumbuhan PDB turun cukup dalam 2,97 persen (yoy) karena konsumsi rumah tangga kuartal I-2020 hanya tumbuh 2,84 persen (yoy).

Tak kalah penting, program ini harus dirancang untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi pelaku usaha, terutama sektor UMKM.

Kritik pun datang, misalnya dari Faisal Basri, yang mengatakan program PEN justru banyak ditujukan kepada BUMN daripada UMKM. Benarkah begitu?

Rancangan Alokasi PEN yang telah dibuat Pemerintah sebagai berikut:

Jika informasi yang disajikan dibaca dengan cermat, maka program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ini sudah tepat dan bijak. Dukungan fiskal ini mampu mengakomodasi supply side dan demand side dengan menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia terlebih masyarakat rentan dan semua skala bisnis, terutama yang berasal dari sektor UMKM dan informal.

Dari sisi demand, PEN mengalokasikan Rp 205,20 triliun yang terdiri dari program perlindungan sosial (Rp 203,9 triliun ) dan insentif perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Rp 1,3 triliun).

Alokasi perlindungan sosial mengambil porsi terbesar, yakni 35 triliun dari total anggaran PEN. Artinya, anggaran ini digunakan untuk ekonomi kelompok rentan, tidak berpenghasilan, dan masyarakat yang terkena PHK.

Dengan basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kemensos, Pemerintah memperluas cakupan penerima manfaat dan meningkatkan alokasi bantuan sosial bagi peserta existing di bottom 40 persen untuk PKH dan kartu sembako. Sedangkan, untuk peserta tambahan akan terus menerima manfaat hingga akhir tahun.

Begitu pula dengan program baru yang tidak hanya menyasar bottom 40 persen tetapi juga non bottom 40 persen yakni kartu prakerja, subsidi listrik, bansos sembako Jabodetabek, BLT non Jabodetabek, BLT Dana Desa, dan pengadaan logistik/pangan/sembako.

Jangka waktu penerimaan bantuan ini juga telah diperpanjang hingga akhir Desember 2020. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat merupakan prioritas negara.

Dari sisi supply, sektor UMKM sebagai penyumbang PDB terbesar yakni 60,34 persen PDB (Kemenkop, 2018) dan menyerap tenaga kerja sebesar 97,02 persen ini tak luput dari perhatian Pemerintah. Sektor ini mendapatkan alokasi 21 persen dari total anggaran PEN. Hal ini menjadikan UMKM mendapatkan porsi terbesar kedua dalam PEN setelah perlindungan sosial.

Selanjutnya, dukungan terhadap dunia usaha diberikan melalui insentif perpajakan yang mengambil porsi 20 persen dari total anggaran PEN, 16 persen anggaran PEN untuk sektoral dan PEMDA, sedangkan porsi paling kecil sebesar 8 persen untuk pembiayaan korporasi.

Dalam rangka menjaga agar jumlah lapangan kerja tidak semakin berkurang, Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk program padat karya sebesar Rp 27,86 triliun atau 4,7 persen dari total anggaran PEN.

Program padat karya ini terdiri dari belanja IJP padat karya sebesar Rp 5 triliun, penjaminan untuk modal kerja padat karya Rp 1 triliun, Program Padat Karya K/L Rp 18,44 triliun, dan penempatan dana untuk restrukturisasi padat karya Rp 3,42  triliun. Diharapkan alokasi ini dapat memperkecil risiko akan membengkaknya angka pengangguran akibat pandemi.

BUMN diarahkan pada kepentingan rakyat

Selanjutnya, PEN juga dialokasikan kepada BUMN sebesar Rp 52,57 triliun atau sekitar 8,8 persen dari total PEN. Anggaran PEN untuk BUMN ini dialokasikan dalam bentuk subsidi listrik Rp 6,9 triliun, bantuan sosial logistik/pangan/sembako Rp 10 triliun, Penjaminan Modal Negara (PMN) untuk empat BUMN total Rp 15,5 triliun, dan talangan (investasi) untuk modal kerja bagi lima BUMN total sebesar Rp 19,65 triliun.

Jika ditelusuri lebih dalam, PMN yang diberikan kepada BUMN juga bermuara ke UMKM. Misalnya saja, anggaran untuk PT Permodalan Nasional Madani atau PNM sebesar Rp 1,5 triliun nantinya digunakan untuk program perempuan prasejahtera lewat Mekaar (Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) dan Unit Layanan Modal Mikro (PNM ULaMM).

Hal yang sama, PMN ke PT BPUI sebesar Rp 6 triliun (Askrindo dan Jamkrindo) juga digunakan untuk penjaminan penyaluran kredit ke UMKM.

Program PEN seperti relaksasi kredit sudah mulai dirasakan masyarakat, misalnya oleh Khairiri (46 tahun), pedagang kue bolu susu khas Bandung di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pendapatannya menurun drastis sebesar 70 persen.

Ketika situasi semakin sulit, Khairi ditagih oleh pihak BRI harus segera membayar angsurannya. Namun, masalah itu bisa teratasi ketika Pemerintah memberikan relaksasi selama satu tahun bagi pelaku UMKM yang usahanya terkena dampak pandemi virus Corona.

Khairi pergi ke kantor BRI untuk melakukan pengajuan keringanan kredit tersebut. Dengan prosedur yang cepat dan mudah akhirnya Khairi mendapat keringangan kredit. Untuk sementara, dia bisa bernapas lega dan mulai pelan-pelan menata usahanya.

Dengan demikian, jelas semangat PEN berpihak kepada rakyat sesuai mandat konstitusi dan harapan banyak pihak. Negara berkomitmen menjaga prioritas pada kelompok miskin, sektor UMKM, dan padat karya.

Selain itu, dalam pelaksanaannya PEN tetap berpegang teguh pada keadilan sosial, menerapkan kaidah kebijakan kehati-hatian, tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil, dan akuntabel untuk mendukung pelaku usaha, dan tidak menimbulkan moral hazard.

Prinsip gotong-royong dan pembagian biaya dan risiko antarpemangku kepentingan menjadi pilar penting bagi pelaksanaan PEN ini. Lebih dari itu, partisipasi masyarakat tetap dibutuhkan, terutama keterlibatan dalam mengawal dan mengawasi Program PEN berjalan dengan baik dan tepat sasaran.

Aneka inisiatif publik baik dalam penggalangan dana maupun jejaring pengawasan cukup memberi harapan bahwa kita punya modal sosial yang kuat untuk mengatasi dampak pandemi.

https://money.kompas.com/read/2020/06/08/070800926/pen-berpihak-pada-rakyat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke