Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Pertanian Mau Krisis atau Enggak, Selalu Tumbuh..."

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang April-Juni 2020 kinerja sektor pertanian tumbuh 2,19 secara tahunan (year on year/yoy). Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 15,46 persen, menjadi terbesar kedua.

Pengamat Pangan dan Pertanian Institute Pertanian Bogor (IPB) Bayu Krisnamurthi mengatakan, ada sejumlah faktor yang bisa membuat kinerja sektor pertanian tetap positif di tengah pelemahan ekonomi.

Pertama, produksi di sektor pertanian masih terus berjalan meski di tengah pandemi. Ini di dorong kasus Covid-19 yang relatif rendah di desa sehingga aktivitas bisa tetap berjalan.

Berbeda dengan perkotaan yang memiliki tingkat kasus Covid-19 yang tinggi, sehingga membuat pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Penutupan operasional perusahaan hingga perdagangan dilakukan.

Alhasil aktivitas ekonomi tersendat, membuat sektor-sektor ekonomi yang berbasis kota terpukul dalam sepanjang kuartal II-2020.

"Di desa serangan covid-nya tidak relatif tinggi, tidak terlalu seperti di kota. Jadi proses produksi pun masih berjalan," ungkapnya kepada Kompas.com, Jumat (7/8/2020).

Selain itu, ada pergeseran musim tanam yang mengakibatkan puncak panen padi terjadi pada kuartal kedua, yang biasanya di kuartal pertama. Ini dipengaruhi oleh kondisi iklim.

"Biasanya panen raya di Maret-April kini bergeser jadi April-Mei, kurang lebih mundur satu bulan. Sehingga biasanya perhitungan ada di kuartal pertama, masuk ke kuartal kedua," jelas Bayu.

Pada kuartal II-2020 sendiri, menjadi jadwal panen raya bagi beberapa produk pertanian dari tanaman perkebunan, salah satunya tebu. Hal ini turut menyumbang peningkatan produksi pertanian.

Sementara itu, harga komoditas sawit juga sedang melonjak saat ini, dipengaruhi tingkat produksi yang masih rendah namun permintaan meningkat. Membuat nilai barang dari produk pertanian sawit jadi naik.

"Harga naik itu menyebabkan nilai produk, yang adalah volume dikalikan harga, menjadi naik. Nah kalau nilai produk itu naik, itu lah yang dicatat sebagai growth (pertumbuhan)," jelas dia.

Faktor lainnya adalah produk pertanian merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Sehingga ketika, ekonomi melemah dan menjadi tidak pasti, masyarakat akan memprioritaskan pengeluarannya untuk kebutuhan pangan.

"Konsumen jadi menunda untuk beli TV, baju, mobil dan sebagainya, maka industri otomotif, elektronik, garmen alami turun, karena konsumen menunda beli barang-barang tahan lama itu. Tapi mereka enggak bisa tunda beli makan. jadi demand (permintaan) untuk pangan masih terus tumbuh," katanya.

Kondisi-kondisi tersebutlah yang membuat sektor pertanian masih tetap terkerek di tengah pelemahan ekonomi, sementara sektor lainnya anjlok. Bayu menyebut kondisi ini bersifat natural.

"Kalau menurut saya kondisi ini bukan by design, memang natural saja. Pertanian mau krisis atau enggak, selalu tumbuh. Kinerja ini tentu sangat bermakna (bagi perekonomian), tapi ini karena natural saja," pungkasnya.

Sebagai perbandingan, BPS mencatat pertumbuhan sektor industri minus 6,19 persen secara tahunan di kuartal II-2020. Padahal sektor ini memiliki porsi tertinggi terhadap PDB yakni 19,87 persen.

Pertumbuhan sektor perdagangan juga tercatat minus 7,57 persen. Begitupula dengan sektor konstruksi yang minus 5,39 persen dan sektor pertambangan dengan minus 2,72 pesen.

https://money.kompas.com/read/2020/08/07/171100226/-pertanian-mau-krisis-atau-enggak-selalu-tumbuh--

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke