Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Pengusaha Sepatu Kulit dari Bandung, Awalnya "Reseller" Kini Beromzet Ratusan Juta

Seperti yang diyakini Muhammad Yuqa Reynaldo yang membuka usaha di bidang sepatu kulit yang diberi nama brand Kenzios.

Yuqa, sapaannya, mengaku dirinya bermodal semangat dan tekad dalam membangun bisnisnya.

Dia bercerita, awalnya hanya resseller yang mencoba menjual sepatu yang didapatkan dari sahabatnya, Ivan. Ketika itu Yuqa memanfaatkan broadcasting melalui BBM (Blackberry messenger) untuk mempromosikan  sepatu-sepatu  tersebut. 

"Jadi sistemnya, saya hanyalah resseler. Saya posting gambar, ada yang tertarik, yah saya jual. Barangnya saya ambil dari sahabat saya itu, jadi memang pure enggak ada modal," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (10/10/2020).

Dari usahanya itu, Yuqa awalnya mendapatkan omzet hingga Rp 3,5 juta dalam sebulan. Berangkat dari sana, Yuqa tertarik untuk fokus mengembangkan usahanya tepat pada bulan November tahun 2012.

Dalam bulan pertama sistem penjualan yang ia gunakan masih sama, yaitu masih mengandalkan posting foto melalui BBM. Sembari fokus pada bisnisnya, Yuqa belajar untuk membaca peluang, membaca pasar hingga mencoba menelaah sistem penjualannya.

Hingga pada satu titik, Yuqa tidak lagi mengambil barang dari temannya, tetapi langsung dari pabrik sepatu. Tak lama kemudian, ia membuat brand sepatunya yang diberi nama Kenzios.

Pada saat membuka usaha sepatu Kenziosnya, Yuqa mengeluarkan modal Rp 20 juta. Untuk menyiasati keterbatasan modal, dia membuat beberapa model namun dengan stok sedikit.

"Jadi yang saya banyakin itu modelnya dari pada stoknya. Misalnya ada 7 model tapi 1 modelnya itu hanya 3 stok saja. Hanya sedikit," ucapnya.

Lalu pada tahun 2017, dia mulai berani untuk memproduksi usaha sepatunya sendiri, tanpa mengambil dari pabrik sepatu. Untuk bahan bakunya sendiri seperti kulit, ia dapatkan dari penyuplai yang kini sudah menjadi langganan.

Saat ini pun, Yuqa sudah mempunyai 42 orang karyawan untuk mengelola usaha sepatunya.

Adapun untuk jenis bahan baku yang dipergunakan Yuqa mengaku semuanya berasal dari dalam negeri. Mulai dari bahan baku kulit lokal, sol lokal, hingga lemnya pun juga buatan lokal.

Sementara untuk desain sepatunya dia memanfaatkan jasa freelance untuk mendetailkan desain, lalu proses pembuatan hingga proses jadinya dieksekusi sendiri oleh timnya.

Hingga saat ini Yuqa sudah memiliki 200-an reseller yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

Omzet yang dia dapat pun tidak main-main, per bulannya ia berhasil mengantongkan omzet Rp 400 juta hingga Rp 500 juta.

Dampak pandemi

Yuqa mengakui, pada saat pandemi usahanya memang sempat goyang lantaran sedikitnya pembeli. Apalagi ketika pandemi mulai muncul di awal bulan Maret, omzetnya drop hingga 50-70 persen.

Tapi setelah memasuki bulan puasa, usahanya kembali merangkak naik. "Walaupun omzet sempat drop, untungnya saya tidak harus melakukan pemecatan ke karyawan saya," ujarnya.

Pada saat yang bersamaan juga, ketika masa PSBB diterapkan di Bandung dia tidak terlalu memproduksi banyak sepatu. Justru moment itu dia gunakan untuk memperbaiki SOP usahanya dan membenahi manajemen internalnya.

Yuqa tidak memiliki toko offline sama sekali untuk menjajakan produknya. Dia hanya memanfaatkan media sosial seperti Instagram untuk mempromosikan usahanya.

Di Bandung sendiri pun, dia hanya memiliki 1 home industry khusus untuk mengelola sepatunya.

Yuqa berharap usahanya bisa berekspansi ke pasar global dan produk sepatu kulit lokal buatan Indonesia makin dikenal di mancanegara.

https://money.kompas.com/read/2020/10/10/170800326/cerita-pengusaha-sepatu-kulit-dari-bandung-awalnya-reseller-kini-beromzet

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke