Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Pajak Orang Kaya Akan Naik, Pengusaha: Apa Sudah Layak?

Usulan-usulan tersebut bakal dibahas lebih lanjut dalam revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) bersama DPR RI.

Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang mengatakan, pemerintah perlu menghitung secara cermat terlebih dahulu sebelum menaikkan pajak orang kaya.

"Hitung-hitungan pemerintah harus matang dan cermat, apakah memang di negara kita sudah layak dikenakan pajak sebesar itu?," kata Sarman saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/5/2021).

Dia menyarankan, pemerintah perlu lebih fokus menaikkan jumlah wajib pajak. Pasalnya, negara memiliki peluang mendapat penerimaan lebih besar ketika mengambil kebijakan ini.

Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2016, terdapat 26,71 juta perusahaan yang terkelompok dalam 15 lapangan usaha. Jumlah wajib pajak (WP) dari perusahaan mencapai sekitar 14 juta WP.

"Maka ada peluang untuk menaikkan jumlah wajib pajak yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara. Jadi harus ada upaya dan strategi untuk menaikkan jumlah wajib pajak," beber Sarman.

Kendati demikian, pemerintah perlu memiliki basis data untuk mengambil kebijakan yang paling tepat, saat negara fokus pada revenue untuk menambal defisit fiskal akibat Covid-19.

Dengan data, pembuat kebijakan akan mampu melihat tingkat revenue dari beberapa kebijakan yang akan bergulir.


Pun dapat melihat seberapa efektif kenaikan tarif PPh OP orang super tajir jika dibandingkan dengan menaikkan jumlah wajib pajak.

"Harus ada basis datanya, apakah lebih efektif menaikkan jumlah wajib pajak atau menaikkan pajak penghasilan. Yang perlu difokuskan adalah menaikkan jumlah wajib pajak. Kan seharusnya punya data apakah akan signifikan menaikkan pendapatan?," beber Sarman.

Memang kata Sarman, membuat kebijakan yang meningkatkan pendapatan perlu diupayakan setelah APBN bekerja luar biasa dalam penanganan pandemi Covid-19.

Namun, aturan-aturan baru tersebut perlu kehati-hatian dan pertimbangan matang, mengingat pemerintah tengah giat-giatnya menggali potensi seperti wacana kenaikan PPN dan tax amnesti jilid II.

"Hemat kami momentumnya harus tepat sehingga efektivitasnya dapat dirasakan oleh pemerintah dan pelaku usaha tidak terbebani dengan kewajiban membayar pajak," pungkas Sarman.

Sebagai informasi, kenaikan tarif pajak sudah disebut-sebut Sri Mulyani dalam beberapa kesempatan. Afirmasi dari Bendahara Negara itu semakin jelas ketika menghadiri Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Dalam rapat, Sri Mulyani membeberkan isi proposal yang bakal diajukan ke DPR. Teranyar, dia mengungkapkan akan menaikkan tarif PPh OP di layer tertentu, yakni layer yang diisi oleh orang-orang tajir RI dengan pendapatan di atas Rp 5 miliar per tahun.

"Kita juga akan melakukan perubahan tarif dan bracket dari PPh OP untuk High Wealth Individual. Itu kenaikan juga tidak terlalu besar hanya 30 persen ke 35 persen untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun," tutur Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI secara virtual.

Adapun tarif pajak yang berlaku saat ini berdasarkan UU KUP terdiri dari 4 lapisan. Lapisan pertama adalah dikenakan tarif pajak 5 persen untuk penghasilan sampai Rp 50 juta.

Kemudian tarif pajak penghasilan pada kisaran Rp 50 juta hingga Rp 250 juta sebesar 15 persen.

Dua lapisan lainnya, yakni tarif pajak untuk penghasilan Rp 250 juta - Rp 500 juta dikenakan tarif 25 persen, sementara di atas Rp 500 juta dikenakan tarif 30 persen.

https://money.kompas.com/read/2021/05/25/165636726/pajak-orang-kaya-akan-naik-pengusaha-apa-sudah-layak

Terkini Lainnya

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke