Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perhubungan Udara Antarpulau di Indonesia

KLM dikenal sebagai de eerste luchtvaart maatschappij ter wereld. Tidak banyak pula yang menyadari bahwa di tahun 1949, KLM sudah beroperasi di Indonesia melayani perhubungan udara antarpulau.

KLM menyelenggarakan penerbangan domestik di Indonesia yang ketika itu bernama Hindia Belanda menghubungkan kota kota besar mulai dari Sabang sampai dengan Holandia yang sekarang bernama Jayapura.

Ditahun 1949 jejaring perhubungan udara KLM sudah mencakup kota kota Sabang, Medan, Pakanbaru, Tanjung Pinang, Singapore, Singkep, Padang, Jambi, Palembang Pangkal Pinang, Tanjung Pandan, Pontianak, Batavia, Bandung, Djokya, Semarang, Madiun, Surabaia, Bandjermasin, Balikpapan, Samarinda, Tarakan, Manila, Makassar, Denpasar, Sumbawa, Waingapu, Maumere, Kupang, Menado, Morotai, Ambon, Biak dan Hollandia.

Pada tahun 1949 dalam brosur KLM Interinsulair Bedrijf Batavia disebutkan bahwa maskapai penerbangan itu menyelenggarakan transportasi udara yang membentang sepanjang 26.000 KM. Pada tahun itu setiap bulannya KLM mengangkut sebanyak 23.000 penumpang, 440.000 KG bagasi, 650.000 KG Kargo dan 175.000 KG barang Pos.

Bayangkan, itu adalah data angkutan udara di Indonesia pada 72 tahun yang lalu. Pesawat terbang yang digunakan sebagian besar adalah Dakota DC-3 dan pesawat amphibi PBY Catalina.

Hal yang patut dicatat di sini adalah tentang bagaimana ketika itu perhubungan udara antar pulau di Indonesia banyak menggunakan pesawat amphibi. Sebuah fenomena yang sangat masuk akal di mana pada kawasan perairan di Nusantara jaringan perhubungan udara menggunakan pesawat amphibi.


Angkatan Udara Republik Indonesia pada awal kemerdekaan juga banyak menggunakan pesawat amphibi ini. Setidaknya dalam buku “50 tahun Skadron Udara 5 Camar Emas dan Pengabdiannya pada Nusantara” terbitan tahun 2003 disebut tentang pesawat amphibi.

Dalam bab Napak Tilas Skadron Udara 5 tertulis: Tanggal 1 April 1951 didirikan Skadron Transisi PBY di Cililitan Jakarta dengan Komandan Pertama Kapten Udara Wiryo Saputro.

Kekuatan yang dimiliki antara lain adalah Enam buah PBY – 5A Catalina. Pada 1957, Skadron Udara 5 memperoleh tambahan tiga buah pesawat UF-1 Albatros dari pabrik Grumman USA dan dua buah pesawat Grumman Goose dari perusahaan minyak Inggris BPM. Pada 1976, Skadron Udara 5 mendapat tambahan empat buah pesawat UF-2 Albatros.

Demikianlah sangat jelas terutama di masa awal kemerdekaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia ternyata banyak menggunakan pesawat terbang amphibi.

Penggunaan jenis pesawat ini juga terlihat tidak hanya digunakan bagi kepentingan operasi penerbangan militer dalam hal ini Angkatan Udara, akan tetapi lebih utama telah digunakan oleh KLM bagi keperluan penerbangan antar pulau.

Perhubungan Udara di Indonesia memang merupakan urat nadi dari sebuah tubuh bernama Negara Kepulauan Republik Indonesia. Terbukti pemerintah Hindia Belanda telah mengembangkan jejaring perhubungan udara antar pulau dalam mendukung sistem logistik dan administrasi pemerintahannya dengan memanfaatkan pesawat terbang jenis Amphibi.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa justru sekarang ini penggunaan pesawat terbang jenis amphibi menjadi sangat langka. Mudah-mudahan ke depan, dengan kegiatan meneliti ulang tentang efisiensi penggunaan pesawat terbang amphibi di Indonesia, jejaring perhubungan udara antar pulau di Indonesia akan dapat lebih maju lagi.

https://money.kompas.com/read/2021/10/03/085234226/perhubungan-udara-antarpulau-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke