Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Agar Bandara Tak Rugi Lagi

Pandemi membuat jumlah penerbangan dan jumlah penumpang serta pengunjung bandara menurun tajam. Padahal penerbangan, penumpang, dan pengunjung merupakan sumber utama pendapatan bandara, baik aero maupun non-aero. Akibatnya pendapatan bandara anjlok dan dan pengelola bandara kesulitan membayar utang.

Sangat disayangkan, namun demikianlah adanya. Pandemi memporakporandakan beberapa bisnis seperti penerbangan dan pariwisata. Walaupun di sisi lain ada juga bisnis yang justru meroket naik seperti misalnya bisnis IT, kesehatan, dan kurir.

Pandemi tentunya tak perlu diratapi,karena ini melanda seluruh dunia. Namun diharapkan kita bisa menghadapinya secara terukur sehingga kita bisa melewati pandemi dan melakukan rebound pascapandemi. Bandara, seperti juga maskapai penerbangan di Indonesia, masih mempunyai masa depan yang cerah.

Bandara ala mal

Pendapatan utama bandara di Indonesia saat ini masih dari sisi penerbangan atau disebut pendapatan aero. Misalnya, pendapatan dari penanganan operasional pesawat (pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara/ PJP4U) dan penanganan penumpang (pelayanan jasa penumpang pesawat udara/ PJP2U) atau biasa disebut passenger service charge (PSC).

Pendapatan aero ini bisa mencapai 60 - 70 persen, bahkan di bandara tertentu bisa mencapai 80 persen.

Pendapatan lainnya yaitu non-aero seperti misalnya biaya penyewaan tempat untuk jualan, pendapatan iklan, parkir kendaraan pengunjung bandara, dan lain-lain.

Dua jenis pendapatan ini, aero dan non aero, saling berkaitan namun sebenarnya juga bisa berbeda. Jika bandara hanya mengandalkan pendapatan aero, maka non-aero sifatnya hanya mengikuti. Parkir hanya ditujukan untuk kendaraan penumpang atau pengantar saja.

Begitupun gerai dan toko-toko hanya ditujukan untuk melayani para penumpang. Namun sebenarnya pendapatan non-aero juga bisa dikembangkan dengan berdasarkan sisi aero, dan bukan hanya mengikuti saja. Beberapa bandara besar di dunia seperti misalnya Schiphol di Belanda dan Changi di negara tetangga kita Singapura, sudah menerapkan hal tersebut.

Di Schiphol, bisa kita temukan toko-toko yang ramai layaknya mal. Ada juga museum, café dan lainnya. Di Changi juga sama saja. Bahkan di bandara ini ada taman dan kebun binatang mini yang ramai pengunjung bukan hanya penumpang saja.

Bandara-bandara ini memang tidak hanya ditujukan untuk melayani penumpang saja. Tapi juga untuk melayani pengunjung dari daerah sekitar bahkan luar daerah. Bandara bukan hanya sebagai prasarana penerbangan, tapi sudah berubah menjadi tempat wisata bahkan tempat bisnis dan perkantoran.

Tentu saja semua yang masuk tempat wisata harus membayar. Begitu juga perkantoran harus disewa. Dan semua itu menjadi pemasukan yang tidak kecil bagi bandara.

Taman dirgantara yang dimaksud di sini adalah sebuah kawasan yang dikembangkan untuk mendukung industri penerbangan. Misalnya saja di kompleks bandara tersebut juga didirikan tempat perawatan pesawat (maintenance repair and overhaul/ MRO), tempat perakitan pesawat, gudang penyimpanan suku cadang, kantor maskapai, hotel dan sebagainya.

Tempat-tempat tersebut tidak perlu dioperasikan oleh pengelola bandara, namun bisa disewakan ke investor lain. Tentu ini akan menjadi pemasukan non-aero yang besar bagi bandara.

Jalin kerjasama

Beberapa bandara di Indonesia memang sudah menerapkan hal tersebut, atau setidaknya menuju ke konsep tersebut yang disebut sebagai aerotropolis. Namun memang tidak mudah mewujudkannya.

Misalnya saja untuk mewujudkan bandara menjadi tempat wisata. Hal yang utama harus diperhatikan adalah terkait keselamatan dan keamanan penerbangan. Apapun pengembangan suatu bandara, tidak boleh menabrak prinsip keselamatan dan keamanan penerbangan. Aturan terkait hal tersebut sudah sangat jelas dan diatur tidak hanya tingkat nasional namun juga internasional.

Kedua tentu saja adalah membuat konsep pariwisata yang sesuai bandara itu. Harus dilakukan riset pasar yang bagus sehingga bandara benar-benar bisa menjadi tempat pariwisata yang sesuai, mengakomodasi kepentingan masyarakat sekitar hingga luar daerah dan bisa kompetitif dengan tempat pariwisata lain.

Harga tiket masuk, barang yang dijual dan sebagainya seharusnya disesuaikan dengan daerah sekitarnya. Jangan sampai harga barang yang dijual di bandara justru lebih mahal dibanding di luar. Duty free harus benar-benar diterapkan sehingga tidak memberatkan pengunjung.

Keberadaan bandara dengan segala kegiatan dan sarana-sarananya seperti keberadaan pesawat, sebenarnya sudah bisa menjadi daya tarik yang sangat bagus bagi masyarakat.

Bandara-bandara kita saat ini juga sudah dikembangkan dengan arsitektur yang bagus dan menarik. Tinggal perlu sentuhan kreatifitas dari pengelola bandara agar menjadi tempat pariwisata yang bagus.

Ketiga yang tidak kalah penting adalah sarana dan prasarana transportasi dari dan ke bandara tersebut, selain tentunya dengan naik pesawat. Transportasi umum maupun pribadi dari dan ke bandara harus lancar dengan biaya yang terjangkau. Bisa dibuat rute kereta khusus atau jalan raya yang langsung ke bandara.

Hal ini mengingat hampir semua bandara berada di luar kota sehingga transportasi juga menjadi faktor yang menentukan agar masyarakat mau berkunjung.

Untuk mewujudkan semua itu, pengelola bandara memang tidak bisa melakukannya sendiri. Dibutuhkan kerjasama dengan pihak lain atau investor lain. Misalnya saja kerjasama dengan seniman, pelaku pariwisata, biro perjalanan dan pemerintah daerah.

Selain itu, untuk membangun sebuah aerospace park yang perlu biaya sangat besar, juga bisa dilakukan kerjasama dengan pihak lain untuk menjadi investor. Dalam hal ini, pengelola bandara bisa menggandeng KADIN Indonesia untuk mendapatkan investor yang kredibel.

Dan tentu saja diperlukan juga keterlibatan pemerintah pusat sebagai pengatur penerbangan nasional. Terutama untuk mengatur tatanan kebandarudaraan nasional dan aturan-aturan lain yang terkait sehingga aerospace park ini dapat menarik pelanggan dari dalam maupun luar negeri dan bersaing dengan taman-taman sejenis yang ada di luar negeri.

Jika semua bersatu dan saling membantu, tidak ada yang mustahil dilakukan. Semoga bandara di Indonesia cepat bangkit dan dapat membantu penerbangan menumbuhkan perekonomian nasional pascapandemi.

https://money.kompas.com/read/2021/12/15/151000226/agar-bandara-tak-rugi-lagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke