Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

PLTP Bisa Gantikan PLTU, Tapi Harga Listriknya Perlu Ditekan

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) dinilai bisa menjadi pengganti pasokan listrik yang selama ini diproduksi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara.

Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi mengatakan, PLTP bisa menggantikan PLTU yang selama ini menjadi pembangkit beban puncak (base-load). Hal ini mengingat sumber daya panas bumi melimpah di Indonesia karena berada di kawasan gunung api (ring of fire).

Pasokan sumber daya panas bumi di Indonesia pun stabil dan efisiensi konversi panasnya di atas 90 persen. Sayangnya, masa pembangunan PLTP terbilang lama, dan hal itu berakibat pada mahalnya harga listrik panas bumi.

Oleh sebab itu, Prijandaru menilai, perlunya peran pemerintah terutama untuk memperpendek masa pengembangan pembangkit panas bumi agar harga jual listrik lebih murah dan feasible bagi pengembang

“Kalau mengikuti bussines as usual waktu penggarapan panas bumi bisa sampai 12 tahun. Kalau waktunya bisa dikurangi 4-5 tahun, itu bisa menurunkan harga jual listrik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (19/4/2022).

Ia mencontohkan, tender perjanjian jual beli listrik atau purchasing power agreement (PPA) antara operator dengan PLN bisa tiga tahun dan juga perizinan di semua level juga lama.

Prijandaru bilang, pengembang tidak bisa bertahan dalam situasi seperti itu karena harus menanggung biaya sampai 10-12 tahun, sementara pendapatannya baru muncul di tahun ke-11, bahkan bisa di tahun ke-14.

"Kalau bisa dikurangi 4-5 tahun, itu akan sangat membantu pengembang, sekaligus bisa menurunkan harga listrik dari panas bumi,” kata dia.

Upaya pengembangan PLTP ini pun akan bermanfaat untuk mengejar target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) 23 persen di 2025 dan penurunan emisi gas ruang kaca (GRK) 29 persen di 2030.

Indonesia juga telah berkomitmen mencapai karbon normal (net zero emission) pada 2060 atau kalau bisa lebih cepat.

Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Harris Yahya menjelaskan, ada enam poin yang bisa mempercepat pengembangan EBT di Indonesia.

Terdiri dari rancangan Perpres tentang harga EBT, penerapan Permen ESDM tentang PLTS Atap, mandatori bahan bakar nabati (BBN), pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, kemudahan perizinan usaha, dan mendorong permintaan ke arah energi listrik.

Adapun empat poin di antaranya berada di wilayah pemerintah, sementara dua lainnya yakni mandatori BBN ada di ranah produsen BBM, dan mendorong permintaan bergantung pada konsumen.

Saat ini, tingginya harga minyak mentah menunjukkan bahwa energi fosil sangat rentan terhadap krisis seperti perang di Ukraina. Apalagi jika yang terlibat krisis negara penghasil minyak atau gas.

Kenaikan harga yang tinggi juga pernah terjadi ketika Iran dan Nigeria dilanda krisis domestik dan perang. Saat ini arga minyak mentah sudah di atas 100 dollar AS per barrel.

Sedangkan untuk harga batu bara sempat di atas 400 dollar AS per ton pada Maret lalu, padahal rata-rata harga di tahun sebelumnya masih di bawah 200 dollar AS per ton.

Di sisi lain, harga EBT memang masih tinggi. Oleh sebab itu, kata Harris, pemerintah terus berupaya menurunkan harganya agar bisa kompetitif dengan harga listrik dari energi fosil.

"Harga listrik batu bara murah, tapi emisinya juga tinggi. Indonesia memang belum memasukkan biaya lingkungan pada harga listrik,” jelasnya.

Menurut Harris, kalau emisi dari PLTU batu bara juga dihitung, harga listrik dari pembangkit EBT bisa kompetitif. Apalagi, jika semua kebijakan pemerintah sudah diterapkan dan memberikan efek yang signifikan pada harga listrik EBT.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Yuniarto mengatakan, bahwa perusahaan pengembang panas bumi harus bisa mencapai efisiensi yang tinggi agar harganya bisa kompetitif

Ia bilang, Pertamina Geothermal terus mengembangkan panas bumi dan memastikan implementasi environment, social, and governance (ESG) menjadi bagian terintegrasi dari bisnis panas bumi perseroan.

"Penerapan aspek-aspek ESG ini merupakan upaya dalam memberikan nilai tambah serta dukungan PGE pada program pemerintah terkait pemanfaatan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan, khususnya panas bumi," kata Ahmad.

https://money.kompas.com/read/2022/04/19/213000926/pltp-bisa-gantikan-pltu-tapi-harga-listriknya-perlu-ditekan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke