Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ingat, Layanan Pinjol Sudah Kena Pajak, Simak Tarif dan Cara Hitungnya

Adapun, aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial

Dalam aturan tersebut, perusahaan dan layanan fintech akan terkena pajak penghasilan (PPh) dan atau pajak pertambahan nilai (PPN) dengan terbitnya PMK 69/PMK.03/2022 ini.

Cakupan yang terkena PPh dan PPN fintech ini mulai dari pinjol, uang elektronik, dompet elektronik, asuransi online, sampai layanan berbasis blockchain alias kripto, dan kawan-kawan.

PMK menyebut, yang dimaksud pelaku dalam layanan pinjam meminjam ini meliputi pemberi pinjaman, penerima pinjaman, dan penyelenggara layanan pinjam-meminjam.

Pajak penghasilan yang dikenakan kepada pemberi pinjaman dan atau penyelenggara pinjol adalah PPh 23 atau PPh 26. Yang dikenai PPh ini adalah penghasilan berupa bunga pinjaman yang didapat dari nasabahnya.

“Pemberi pinjaman menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman melalui penyelenggara layanan pinjaman meminjam," tulis Pasal 2 ayat (1) PMK dikutip Kompas.com, Senin (9/5/2022).

Nantinya, PPh akan dipungut atas penghasilan berupa bunga pinjaman dalam penyelengaraan layanan pinjam-meminjam.

Bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman dan atau perusahaan pinjol dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15 persen dari jumlah bruto atas bunga, dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Selain PPh pasal 23, Ditjen Pajak juga mengenakan PPh Pasal 26 sebesar 20 persen dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda, dalam hal penerima penghasilan merupakan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

"Penghasilan bunga merupakan penghasilan yang wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pemberi pinjaman," tulis beleid itu.


PPN jasa fintech

Sama seperti aset kripto, jasa fintech juga dipungut PPN. Adapun, PPN dikenakan atas penyerahan jasa penyelenggaraan fintech oleh pengusaha.

Berikut ini adalah jasa yang dikenai PPN tersebut:

1. Penyedia jasa pembayaran,

2. Penyelenggaraan penyelesaian transaksi (settlement) investasi,

3. Penyelenggaraan penghimpunan modal,

4. Layanan pinjam-meminjam,

5. Penyelenggaraan pengelolaan investasi,

6. Layanan penyediaan produk asuransi online, 7. Layanan pendukung pasar,

8. Layanan pendukung keuangan digital dan aktivitas jasa keuangan lainnya.

Sebagai catatan, penyediaan jasa pembayaran pada nomor 1 paling sedikit berupa:

1. Uang elektronik,

2. Dompet elektronik,

3. Gerbang pembayaran,

4. Layanan switching,

5. Kliring,

6. Penyelesaian akhir,

7. Transfer dana

Crowdfunding juga kena pajak

Selain pinjol, penyelenggaraan penghimpunan modal (crowdfunding) merupakan juga sebagai Jasa Kena Pajak (JKP).

Dengan demikian, penyelenggara wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Kena Pajak.

Dasar pengenaan pajak berupa penggantian yaitu sebesar fee, komisi, atau imbalan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh penyelenggara penghimpunan modal.


Simulasi perhitungan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26

Untuk lebih jelas, simak simulasi penghitungan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang dibayarkan penerima pinjaman dari aplikasi pinjol yang terdaftar maupun berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Misalnya, PT A melakukan pinjaman sebesar Rp 50 juta untuk membiayai kebutuhan operasional perusahaan melalui PT B, yang merupakan layanan pinjam-meminjam (pinjol) dengan status berizin di OJK.

Pinjaman PT A dibiayai oleh PT C sebesar Rp 20 juta dan Z Ltd (resident Singapura) sebesar Rp 30 juta. Pinjaman tersebut harus dilunasi dalam jangka waktu 24 bulan. Besaran bunga pinjaman yang harus dibayar oleh PT A setiap bulan sebesar Rp 1 juta atau 2 persen per bulan dari total pinjaman.

Lalu, Z Ltd tak menyerahkan Surat Keterangan Domisili kepada PT B. PT B mengenakan biaya administrasi kepada penerima pinjaman sebesar Rp 2 juta dan kepada pemberi pinjaman sebesar 0,1 persen dari jumlah bunga pinjaman yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman.

Maka, sebagai berikut:

1. PT A tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran bunga pinjaman kepada pemberi pinjaman yang dibayarkan melalui PT B.

2. Besaran bunga pinjaman yang dibayarkan setiap bulan kepada pemberi pinjaman:

a. PT C = (Rp 20 juta/Rp 50 juta) × Rp 1 juta = Rp 400.000.

b. Z Ltd = (Rp 30 juta/Rp 50 juta) x Rp 1 juta = Rp 600.000.

3. PT B wajib melakukan pemotongan atas pembayaran bunga pinjaman kepada pemberi pinjaman, yaitu:

a. PPh pasal 23 kepada PT C sebesar 15 persen × Rp 400.000 = Rp 60.000.

b. PPh pasal 26 kepada Z Ltd sebesar 20 persen x Rp 600.000 = Rp 120.000.

4. Dalam hal PT C memberikan pinjaman melalui PT B kepada penerima pinjaman lainnya selain PT A, PT B dapat membuat 1 bukti pemotongan atas nama PT C untuk seluruh penghasilan bunga yang diterima PT C dalam 1 masa pajak. Ketentuan yang sama berlaku untuk Z Ltd.

5. Atas penghasilan biaya administrasi yang diterima PT B dari penerima pinjaman (PT A) dan pemberi pinjaman (PT C dan Z Ltd), tidak dikenakan pemotongan PPh. Atas penghasilan dimaksud wajib dilaporkan dalam SPT tahunan PT B.

https://money.kompas.com/read/2022/05/09/160000326/ingat-layanan-pinjol-sudah-kena-pajak-simak-tarif-dan-cara-hitungnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke