Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Pajak Karbon di Indonesia dan Perhitungannya

KOMPAS.com - Pemerintah akan memberlakukan pajak karbon bagi sektor transportasi, bangunan, serta sektor berbasis lahan pada 2025. Secara umum, pajak karbon adalah pajak yang dikenakan untuk penggunaan bahan bakar fosil.

Untuk waktu dekat, penerapan pajak karbon di Indonesia akan berlaku secara bertahap mulai 1 Juli 2022 secara terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Sesuai namanya, pajak karbon adalah pungutan yang dikenakan dengan tujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya.

Tujuan utama dari pengenaan pajak karbon adalah mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Penerapan pajak karbon di Indonesia nanti akan memakai skema cap and tax. Di mana ditetapkan tarif Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen diterapkan pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan.

Dalam mekanisme pengenaan pajak karbon di Indonesia, wajib pajak dapat memanfaatkan sertifikat karbon yang dibeli di pasar karbon sebagai penguran kewajiban pajak karbonnya.

Selama ini, sebagian besar pajak karbon berbentuk cukai, baik sebagai sumber penerimaan umum maupun dialokasikan untuk tujuan tertentu. Misalnya, cukai atas minyak mentah dan produk minyak untuk mengatasi kerusakan dari tumpahan minyak bumi.

Regulasi pajak karbon di Indonesia

Pengenaan pajak karbon di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

UU HPP memang menjadi landasan pertama bagi penerapan pajak karbon di Indonesia, selain sejumlah regulasi lain yang merupakan peraturan Pajak Karbon sebagai aturan turunan UU HPP.

Selain UU HPP sebagai landasan utama, terdapat sejumlah aturan turunan dari UU HPP yang juga mengatur pajak karbon, namun masih dalam tahap penyusunan teknis oleh Kemenkeu.

Aturan teknis pelaksanaan pajak karbon dimaksud seperti tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon.

Sementara, aturan teknis lainnya, seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal, pemerintah juga sedang menyusun berbagai aturan turunan dari Perpres 98/2021, antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Lalu Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

“Isu iklim merupakan isu lintas sektor. Koordinasi akan terus kami jaga dan perkuat agar peraturan yang melengkapi satu sama lain dapat mengoptimalisasi upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim,” kata Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dikutip dari laman resmi Kemenkeu.

Pajak karbon adalah instrumen pengendali polusi

Lebih lanjut, Febrio menjelaskan pengaturan terkait pajak karbon adalah diperkuat melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Tujuan utama pengenaan pajak karbon adalah bukan hanya menambah penerimaan APBN semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

“Pengenaan pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon,” kata Febrio.

Di sisi lain, proses penyusunan peta jalan atau roadmap pajak karbon perlu memperhatikan peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon diantaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.

“Dalam implementasinya, pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi,” ujar Febrio.

Menurut Febrio, pengenaan pajak karbon di Indonesia akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia.

Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.

“Berbagai upaya dan komitmen yang diperbarui menunjukan keseriusan pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kita perlu mengoptimalisasi seluruh instrumen yang ada termasuk pendanaan APBN maupun swasta,” kata Febrio.

Perhitungan pajak karbon di Indonesia

Pajak Karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu.

Adapun saat terutang Pajak Karbon ditentukan sebagai berikut:

Dalam hal pajak karbon di Indonesia, harga karbon di pasar karbon lebih rendah dari Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara, tarif pajak karbon adalah ditetapkan sebesar paling rendah Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (COze) atau satuan yang setara.

https://money.kompas.com/read/2022/07/19/160243026/mengenal-pajak-karbon-di-indonesia-dan-perhitungannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke