Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sukuk Hijau untuk Ekonomi Berkelanjutan

Acara yang dihadiri delegasi dari berbagai negara anggota G20 maupun dari perwakilan International Organization (IO) tersebut berjalan lancar dan menghasilkan banyak insight positif bagi perekonomian global.

Secara umum, ada enam agenda prioritas yang dibahas pada jalur keuangan G20, yakni koordinasi exit strategy, penanganan scaring effects, penguatan sistem pembayaran, pengembangan sustainable finance, peningkatan sistem keuangan inklusif dan agenda perpajakan internasional.

Selain agenda utama pertemuan FMCBG dan FCBD, juga diselenggarakan banyak side event yang membahas tema-tema terkait dengan pembicara kompeten.

Salah satu topik yang menarik dari rangkaian kegiatan tersebut adalah mengenai sustainable & green finance.

Dalam G20 chair’s summary disebutkan bahwa anggota G20 terus menegaskan komitmen negara maju untuk memobilisasi climate finance sebesar 100 miliar dollar AS per tahun hingga tahun 2025 untuk memenuhi kebutuhan negara berkembang dalam konteks menghadapi tantangan global berupa perubahan iklim dan kelestarian lingkungan.

Selain itu dalam ringkasan tersebut juga disebutkan bahwa anggota G20 mengapresiasi progres pembuatan peta jalan dari G20 sustainable finance dan terus memantau finalisasi laporan G20 sustainable finance pada Oktober 2022 nanti.

Tidak hanya dalam pertemuan FMCBG dan FCBD, sustainable finance juga dibahas dalam salah satu side event G20 yang bertajuk scaling up green finance di Indonesia.

Keseriusan banyak negara untuk menggeluti sustainable finance bersumber dari timbulnya kesadaran masyarakat untuk mewujudkan peradaban yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di tengah ancaman krisis iklim.

Secara singkat, sejatinya terdapat beberapa opsi untuk mengimplementasikan sustainable finance di mana salah satunya adalah melalui penerbitan sukuk hijau.

Impelementasi Sukuk Hijau di Indonesia

Sukuk hijau adalah inovasi instrumen finansial yang didesain untuk mendukung proyek hijau yang berkontribusi menjadi solusi dari isu perubahan iklim serta mewujudkan visi pembangunan berkelanjutan (SDGs).

Mundur kebelakang tahun 2018, penerbitan sukuk hijau perdana di Indonesia merupakan yang pertama kali dilakukan di dunia. Hasil penerbitan sukuk hijau tersebut mencapai 1,25 Miliar dollar AS dan secara khusus didistribusikan ke proyek ramah lingkungan yang sesuai dengan kerangka hijau Repubilik Indonesia.

Lebih lanjut, investor sukuk hijau Indonesia tersebut tersebar di seluruh dunia terdiri dari 18 persen Amerika Serikat, 15 persen Eropa, 25 persen Pasar Asia, 32 persen Pasar Islam dan 10 persen Indonesia.

Kini, pemerintah terus meneruskan komitmen dan ikhtiar pengembangan sukuk hijau tersebut.

Salah satu buktinya, pada tahun 2021 pemerintah telah menerbitkan sukuk hijau keempat senilai 750 miliar dollar AS dengan yield sebesar 3,55 persen dengan tenor 30 tahun.

Adapun sukuk tersebut dinobatkan sebagai sebagai sukuk hijau dengan tenor terpanjang dan yield terendah dalam tenor tersebut dibandingkan dengan surat utang lainnya.

Selain itu, dalam beberapa tahun ini, alokasi sukuk hijau terus diperluas ke beberapa sektor ramah lingkungan lainnya seperti energi baru terbarukan (EBT), transportasi berkelanjutan, proyek efisiensi energi, sektor ketahanan perubahan iklim, proyek pengolahan limbah dan proyek mitigasi bencana.

Oleh karena itu, adanya sukuk hijau ini tidak hanya bisa bermanfaat secara ekonomi, namun bisa memberikan dampak sosial dan lingkungan yang besar dan signifikan.

Salah satu contohnya adalah bagaimana proyek transportasi berkelanjutan yang mampu didanai oleh sukuk hijau ini diprakirakan bisa mengurangi emisi CO2 lebih dari 1,4 juta ton.

Contoh lainnya adalah bagaimana alokasi sukuk hijau juga dapat menyokong penyediaan suplai air minum sebanyak 275,5 M3, pengembangan 1,071 unit sumber air, melindungi 1920,4 Ha lahan dari banjir, rehabilitasi 134,700 Ha jaringan irigasi tersier serta revitalisasi 12,000 Ha lahan persawahan.

Adapun salah satu flagship program dari alokasi sukuk hijau yang diterbitkan oleh pemerintah adalah pembangunan prasarana pengendalian banjir Tukad Mati di Kabupaten Badung, Bali.

Sebelum adanya pembangunan ini di daerah tersebut seringkali terjadi banjir yang diakibatkan dari ketidakmampuan Sungai Tukad Mati dalam menampung peningkatan debit air hujan.

Alokasi sukuk hijau dalam proyek Tukad Mati ini menjadi salah satu alternatif pembiayaan dari tahun 2017 sampai 2019 dengan total alokasi dana mencapai Rp 319 Miliar.

Secara spesifik, alokasi sukuk hijau ini ditujukan untuk membiayai penataan dan normalisasi Sungai Tukad Mati guna bisa mengendalikan banjir di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

Kini, area tersebut tidak hanya berhasil menanggulangi banjir, namun juga berpartisipasi positif dalam geliat ekosistem pariwisata dan konservasi di Bali.

Area prasarana pengendalian banjir tersebut telah ditata dan didesain oleh pemerintah daerah sebagai objek wisata baru berbasis lingkungan di Bali.

Kisah unik dan inspiratif alokasi pemanfaatan sukuk hijau di Bali tersebut menandakan bahwa dampak positif dari sukuk hijau ‘tidak ekslusif’ dinikmati oleh masyarakat Muslim saja, namun mampu merangkul seluruh elemen masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan rahmatan lil’alamin (Rahmat bagi seluruh alam).

Kedepan, implementasi sukuk hijau berpotensi bisa lebih luas lagi seiring munculnya kesadaran banyak pihak untuk mewujudkan peradaban yang lestari dan berkelanjutan.

Bukan tidak mungkin, nantinya Indonesia bisa memimpin revolusi hijau dunia dengan sukuk hijau sebagai salah satu instrumen utamanya.

https://money.kompas.com/read/2022/08/24/155743126/sukuk-hijau-untuk-ekonomi-berkelanjutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke