Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kata Sri Mulyani, Minyak Jadi Mahal gara-gara Jadi Alat Perang

KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, harga minyak mentah dunia diperkirakan masih akan tinggi dan terus bergejolak dalam waktu yang cukup lama.

Menurutnya, harga minyak tidak hanya dipengaruhi dari sisi pasokan dan permintaan. Selain itu, , kata dia, penyebab lainnya yakni faktor geopolitik, terutama konflik militer di Ukraina.

Sebagaimana diketahui, Rusia tampaknya sengaja memperlambat tempo perang sehingga membuat harga minyak semakin tidak pasti.

"Harga komoditas ini sangat volatile karena dipengaruhi tidak hanya supply demand, tetapi juga sudah menjadi alat perang dari sisi geopolitik competition. Sehingga prediksi dan behaviour dari harga minyak jadi sangat tidak pasti," kata Sri Mulyani, dikutip dari kanal YouTube TV Parlemen, Jumat (2/9/2022).

Dalam asumsi belanja pemerintah, harga minyak mentah dalam RAPBN 2023 ditetapkan sebesar 90 dollar AS per barrel, dengan rentang 80-100 dollar AS per barrel. Angka itu lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2022 yang sebesar 63 dollar AS per barrel.

Angka asumsi pemerintah masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan harga minyak mentah dunia saat ini yang berada di atas level 100 dollar AS per barrel.

Sebagai contoh, minyak mentah Brent yang selama ini jadi patokan secara global, proyeksi rata-rata harga minyak mentah adalah sebesar 105 dollar AS per barrel.

Sementara apabila merujuk pada perkiraan Badan Energi Dunia atau Internasional Energy Agency, rata-rata harga minyak mentah Brent mencapai 104,8 dollar AS per barrel.

Dengan harga minyak dunia yang melonjak, sejatinya memberikan keuntungan bagi Rusia, juga bagi para negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC.

Saat harga minyak dunia melambung, OPEC menyatakan tidak akan menaikkan produksi secara signifikan. Meskipun harga komoditas tersebut bergejolak dan berada dalam tren peningkatan.

"Ini menyebabkan suplai minyak jadi sangat terbatas, bahkan karena terjadinya embargo (minyak mentah Rusia oleh negara-negara barat) menyebabkan harga semakin melonjak jauh di atas situasi normal," ungkap Sri Mulyani.

Dengan kondisi harga minyak mentah dunia yang masih labil, lanjut Sri Mulyani, maka pemerintah memilih jalan tengah dalam penyusunan RAPBN 2023.

"Maka untuk APBN, pemerintah menggunakan 90 dollar AS per barrel untuk titiknya, range-nya antara 80-100 dollar AS per barrel," terang Sri Mulyani.

Kuota subsidi BBM

Dikutip dari Antara, Sri Mulyani juga memperkirakan kuota BBM bersubsidi jenis Solar dan Pertalite yang ditargetkan dalam APBN tahun ini akan habis pada bulan Oktober.

"Kalau kita asumsikan volume konsumsi (BBM) mengikuti selama delapan bulan terakhir, kuota akan habis di bulan Oktober, kalau konsumsinya tetap sama" ujar Sri Mulyani.

"Setiap bulan (konsumsinya) 2,4 juta KL. Kalau ini diikuti, bahkan akhir September ini habis untuk (kuota) Pertalite," kata dia lagi.

Menurut dia, bersamaan dengan itu, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp 502 triliun tahun ini, juga akan habis pada bulan Oktober.

Sehingga, tentunya akan diperlukan anggaran subsidi dan kompensasi energi tambahan untuk menambal sisa waktu yang ada hingga akhir tahun.

"Yang terjadi sekarang, dengan pemulihan ekonomi, konsumsi dan subsidi yang masih tinggi, konsumsi Solar dan Pertalite diperkirakan jauh melampaui apa yang ada di APBN," ujar Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menyebutkan, perkiraan ini didasarkan pada data realisasi konsumsi bahan bakar jenis ini selama tujuh bulan awal tahun ini, dimana telah jauh melampaui separuh target APBN.

Ia menjelaskan, realisasi konsumsi Solar pada bulan Januari hingga Juli tahun ini sudah mencapai 9,88 juta kiloliter atau 65 persen dari kuota. Dengan itu, Ia memproyeksi konsumsi Solar akan mencapai 17,44 juta kiloliter atau 115 persen dari kuota hingga akhir tahun.

Seperti diketahui, kuota penyaluran Solar bersubsidi dalam target APBN tahun ini sebesar 15,10 juta kiloliter.

Ia melanjutkan realisasi konsumsi Pertalite pada bulan Januari hingga Juli tahun ini sudah mencapai 16,84 juta kiloliter atau 73 persen dari kuota.

Dengan itu, ia memproyeksi konsumsi Pertalite akan mencapai 29,07 juta kiloliter atau 126 persen dari kuota pada akhir tahun. Kuota penyaluran pertalite bersubsidi dalam target APBN tahun ini sebesar 23,05 juta kiloliter.

Bendahara Negara itu mengatakan, pada dasarnya konsumsi Pertalite dan Solar yang sudah hampir memenuhi batas kuota itu, lebih banyak dinikmati orang kaya. Artinya, hanya sedikit dari anggaran subsidi dan kompensasi BBM yang dinikmati oleh orang miskin.

Ia menjelaskan, dari anggaran subsidi BBM dan kompensasi energi tahun ini yang ditetapkan sebesar Rp 502,4 triliun, di antaranya mencakup alokasi untuk Pertalite sebesar Rp 93 triliun dan alokasi untuk Solar sebesar Rp 143 triliun.

Sayangnya, anggaran Pertalite dan Solar itu malah lebih banyak dinikmati oleh orang kaya, sebab banyak orang dengan daya ekonomi yang mampu lebih memilih mengonsumsi BBM bersubsidi.

"Solar dalam hal ini dari Rp 143 triliun itu sebanyak 89 persen atau Rp 127 triliunnya yang menikmati adalah dunia usaha dan orang kaya," ungkap dia.

Begitu pula dengan Pertalite dari anggaran Rp 93 triliun yang dialokasikan, sekitar Rp 83 triliun dinikmati oleh orang kaya. Masyarakat yang memang berhak mendapat subsidi dan kompensasi energi hanya menikmati sedikit.

"Dari total Pertalite yang kita subsidi itu Rp 83 triliunnya dinikmati 30 persen terkaya," katanya.

Ia bilang, jika barang yang disubsidi pada akhirnya dikonsumsi oleh orang kaya, maka sama saja artinya negara malah memberikan subsidi kepada mereka yang tidak berhak, alias tidak tepat sasaran.

Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membuat kebijakan yang mendorong konsumsi Pertalite dan Solar bisa tepat sasaran. Terlebih, anggaran subsidi dan kompensasi energi bisa bertambah Rp 198 triliun jika tidak ada kebijakan pengendalian dari pemerintah.

"Memang orang-orang yang tidak mampu dan miskin tetap juga menikmati barang itu namun porsinya kecil. Ini yang perlu untuk kita pikirkan nambah ratusan triliun, berarti kita menambah (subsidi) yang sudah mampu makin banyak lagi," tutup Sri Mulyani.

https://money.kompas.com/read/2022/09/02/100908326/kata-sri-mulyani-minyak-jadi-mahal-gara-gara-jadi-alat-perang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke