Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

APBN Surplus dan Kemudahan Membayar Pajak

Kondisi itu salah satunya didorong pembayaran pajak/cukai/PNBP yang semakin mudah.

Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat surplus sebesar Rp 107,4 triliun atau 0,58 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Surplus terjadi karena pendapatan negara tumbuh 49,8 persen secara tahunan hingga Rp 1.764,4 triliun, sedangkan belanja negara tumbuh 6,2 persen mencapai Rp 1.657 triliun.

Untuk diketahui, struktur APBN terbagi atas belanja negara, pendapatan negara, dan pembiayaan.

Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menjadi penopang utama APBN dari tahun ke tahun.

Pada tiga tahun terakhir, pendapatan negara dalam portal www.data-apbn.kemenkeu.go.id sebesar Rp 1.893,5 triliun tahun 2018, Rp 2.164,7 triliun tahun 2019, dan Rp 2.232,7 triliun tahun 2020.

Karena pandemi global, tahun 2021 penerimaan negara melalui pajak, cukai, dan PNBP menurun menjadi Rp 1.742,7 triliun. Sementara target tahun 2022 mencapai Rp 1.845,6 triliun.

APBN surplus tentu salah satunya karena pendapatan negara yang melampaui belanja. Kesuksesan tersebut salah satunya dikontribusi oleh peningkatan penerimaan negara dari sektor pajak, cukai maupun PNBP.

Oleh karena itu, apabila proses pemutakhiran sistem penerimaan negara terus dilanjutkan, diyakini akan semakin mendorong peningkatan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak/cukai/PNBP, dan secara otomatis akan mendongkrak penerimaan negara secara keseluruhan.

Dengan semakin mudah akses pembayaran pajak/cukai/PNBP, termasuk tantangan untuk menghasilkan data yang valid dan akuntabel dalam sistem pengelolaan penerimaan negara, tidak menghentikan langkah Kementerian Keuangan untuk menghasilkan inovasi lainnya.

Inovasi yang nyata mengerek penerimaan negara signifikan, yakni Modul Penerimaan Negara Generasi Ketiga (MPN G3) yang menawarkan kemudahan pembayaran pajak yang cepat, tepat, dan mudah karena dapat dilakukan secara online melalui smartphone.

Selain itu, MPN G3 juga menjamin setoran tersebut tervalidasi masuk ke kas negara dan akan dimanfaatkan untuk kemakmuran masyarakat Indonesia.

Hal ini tentu akan membangun kepercayaan wajib pajak/bayar untuk terus menjaga komitmennya mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Sejarah Modul Penerimaan Negara

Berbicara pengembangan sistem penerimaan negara telah dimulai sejak lama. Diawali sistem manual, dikembangkan dengan semi otomasi, terus dilanjutkan hingga kini yang serba otomatis.

Sistem Modul Penerimaan Negara (MPN) mulai dikembangkan pada 2006 dengan diluncurkan Modul Penerimaan Negara Generasi 1 (MPN G1).

Modul ini mengedapankan integrasi satu sistem penerimaan negara dengan sistem yang ada di perbankan untuk semua jenis penerimaan.

Artinya dengan adanya MPN G1, setiap penerimaan negara, baik dari sektor perpajakan maupun yang bukan pajak dapat dicatat melalui satu pintu, yaitu MPN sehingga data penerimaan menjadi terpusat dan dapat dimonitor secara langsung.

Keabsahan dari setiap transaksi negara ditunjukkan melalui diberikannya NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) pada setiap bukti setoran penerimaan negara oleh bank/pos Persepsi.

Melalui NTPN inilah setiap transaksi penerimaan negara yang disetor melalui bank/pos Persepsi diakui sebagai penerimaan negara dan dicatat secara elektronik ke dalam sistem MPN.

Meskipun demikian, sistem ini masih berjalan semi otomatis karena masyarakat masih mendatangi teller bank untuk menyerahkan setoran pajak/cukai/PNBP secara langsung.

Selanjutnya Kementerian Keuangan terus berinovasi dengan menerapkan billing system yang notabene merupakan prototype sistem MPN G-2. Billing system merupakan perkembangan MPN dari segi pencatatannya.

Melalui billing system, teller di bank/pos Persepsi tidak lagi melakukan pencatatan elemen data transaksi secara berulang.

Hal ini dapat dilakukan karena dalam sistem billing, masyarakat menginput identitasnya secara mandiri kedalam sistem untuk kemudian dikeluarkan satu ID Billing untuk proses penyelesaian pembayaran kewajiban.

Meskipun demikian, pada MPN G2 belum seutuhnya terintegrasi. Sistem masih terpisah antara pihak biller, switcher dan settlement.

Biller merupakan pihak yang memungut penerimaan negara, yaitu Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, dan Ditjen Anggaran (PNBP).

Switcher merupakan pihak swasta yang bertugas mengelola sistem teknologi Informasi sebagai media perantara biller dan settlement.

Sedangkan settlement merupakan pihak yang menatausahakan penerimaan negara dari ketiga biller tersebut, yakni Ditjen Perbendaharaan.

Pada sistem MPN G2 ini, proses semi manual, human error (salah input, salah kode, double input) maupun penyetoran tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat diselesaikan dengan baik.

Sistem memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi pembayaran atas kewajibannya.

Selain karena dapat diakses secara online, sistem ini juga memberikan fleksibilitas pada masyarakat untuk memilih mekanisme pembayaran sesuai kebutuhannya, baik melalui teller bank, Automatic Teller Mechine (ATM), internet/mobile banking, maupun Electronic Data Capture (EDC).

Lebih lanjut, sistem ini memiliki tingkat validitas data yang tinggi karena penginputan data transaksi dilakukan sendiri oleh wajib bayar.

Selain memudahkan, sistem ini juga dapat meningkatkan akurasi data pendapatan negara yang pada akhirnya mendukung terwujudnya LKPP berkualitas.

Peningkatan layanan menggunakan e-goverment merupakan amanah Pasal 4 huruf (l) Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang menyebutkan bahwa asas pelayanan publik dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.

Sesuai konsep e-government tersebut, kemudian MPN G2 kembali dikembangkan menjadi MPN G3.

Pada MPN Generasi Ketiga ini, telah dilakukan peningkatan kapasitas infrastruktur server dan database dengan jumlah transaksi yang dapat dilayani menjadi 1.000 TPS (Transaction Per Second).

Selain itu, channel pembayaran semakin mudah dengan Fintech, e-Commerce dan Retail Store. Dan terakhir dilakukan penyatuan Portal Penerimaan Negara untuk pembuatan billing dan pembayaran pajak, PNBP, dan bea cukai.

Hal-hal tersebut tentu akan semakin memudahkan masyarakat untuk melakukan penyetoran kewajibannya.

Apalagi di era digital saat ini yang memaksa seluruh layanan pemerintah berbasis teknologi informasi, tentu kehadiran MPN G3 menjadi jawaban atas berbagai tantangan di era digital.

Masa depan MPN G3

Data menjadi hal yang sangat penting dalam era digital saat ini. Semakin lengkap data yang dimiliki suatu unit, akan semakin memudahkan pengambilan kebijakan.

Bayangkan jika MPN G3 bukan sekadar portal penerimaan negara, tapi juga memiliki basis data wajib pajak, data perusahaan yang dikombinasikan dengan data APBN dan APBD.

Setiap proyek pembangunan yang dilakukan swasta maupun bersumber dari APBD/APBN, mengirimkan notifikasi kewajiban yang harus dibayar oleh perusahaan/badan/individu.

Melalui virtual account untuk membayar kewajibannya, maka penerimaan negara dapat dihitung dengan valid dan dapat diawasi karena system IT memungkinkan untuk dilakukan audit history data.

Sehingga, peluang terjadinya penyelewenangan penerimaan negara menjadi tertutup rapat. Apalagi jika MPN G3 kedepan memiliki batas waktu pembayaran dan dilengkapi sanksi jika terlambat dilakukan, maka hal ini akan menjadi alat edukasi bagi Negara agar para pemilik kewajiban semakin aware dengan tanggung jawabnya.

Selanjutnya MPN G3 kedepan dapat dikoneksikan dengan sistem aset negara sehingga aset-aset negara yang menghasilkan revenue dari pihak ketiga dapat tercatat menjadi penerimaan negara secara otomatis.

Termasuk untuk aset-aset Pemerintah Daerah yang terkoneksi dengan sistem MPN G3 dengan pembukuan yang berbeda (masuk dalam PAD setempat).

MPN G3 akan mampu menyatukan seluruh penerimaan negara yang dihasilkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan pembukuan yang berbeda.

Bayangkan, jika Pemerintah Daerah menggunakan MPN G3 juga untuk penyetoran kewajiban atas retribusi yang ditetapkannya.

Seluruh data tercatat dalam satu sistem dan saat pimpinan negara bertanya berapa seluruh penerimaan negara (pusat dan daerah) real time, maka pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan data yang valid.

Lalu lintas data tersebut tentu perlu ditingkatkan keamanannya. Persaingan usaha yang tidak sehat dapat terjadi karena data yang tersimpan bocor atau diambil secara ilegal untuk kepentingan tertentu.

Menjamin keamanan data sama pentingnya dengan memberikan ’layanan super’ kepada masyarakat.

Karena sekali saja data yang tersimpan bocor/diambil secara illegal, mengembalikan trust publik akan sangat sulit dilakukan kembali.

Masa depan MPN G3 masih panjang, dan akan terus berkembang memudahkan pemilik kewajiban menunaikan tanggung jawabnya.

https://money.kompas.com/read/2022/09/29/181749526/apbn-surplus-dan-kemudahan-membayar-pajak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke