Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyongsong Pertambangan Berkelanjutan dan Berdampak Sosial

LUWU TIMUR, KOMPAS.com - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) berupaya menjalankan sebuah ekosistem bisnis pertambangan yang berkelanjutan dan memiliki dampak langsung untuk masyarakat sekitar.

Perusahaan yang menghasilkan nikel in matte ini telah mengelola tambang di Sorowako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan sejak tahun 1968.

Untuk dapat melaksanakan praktik tambang yang berkelanjutan, Vale Indonesia membidik target Sustainable Development Goals (SDGs) lewat praktik penambangan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Sejak awal berdiri, perusahaan telah berupaya menyuplai listrik di area tambang nikelnya dengan energi bersih yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).

Tercatat, Vale Indonesia mengoperasikan PLTA Larona sejak tahun 1979. Selain itu, perusahaan tambang asal Brasil ini juga mengoperasikan PLTA Balambano sejak 1999, dan terakhir Vale Indonesia memiliki PLTA Karebbe sejak 2011.

Vale Indonesia sendiri mengklaim kegiatan pertambangan nikel di Blok Sorowako sepenuhnya telah disokong oleh 3 PLTA milik perusahaan.

Koordinator Shift PLTA Balambano Andi Sunandar mengatakan, seluruh PLTA yang dimiliki Vale Indonesia mampu memenuhi kebutuhan listrik aktivitas tambang sebesar 365 megawatt.

"Sekarang 100 persen kebutuhan listrik di tambang Sorowako sudah bisa dari PLTA," kata dia kepada awak media, Selasa (20/12/2022)

Tak hanya digunakan untuk keperluan tambang Vale Indonesia saja, perusahaan juga menyalurkan listrik dari PLTA kepada masyarakat melalui PLN dengan jumlah sekitar 8 megawatt.

Vale Indonesia mengklaim penggunaan PLTA ini mampu mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 1 juta ton karbondioksida ekuivalen per tahun dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.

Vale Indonesia sendiri berkomitmen untuk dapat mencapai netralitas karbon pada tahun 2050 pada seluruh area operasionalnya.

Selain itu, pada 2019 Vale Indonesia mulai memanfaatkan boiler listrik yang energinya bersumber dari PLTA untuk operasional pabrik pengolahan.

Dengan inovasi ini, penggunaan bahan bakar high sulfur fuel oil (HSFO) berkurang sebanyak 67.047 barel per tahun. Boiler listrik ini sekaligus jadi yang pertama digunakan pada industri pengolahan di Asia Tenggara.

Secara keseluruhan pada 2021, Vale Indonesia berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 147.705 ton karbondioksida ekuivalen.

Di sisi lain, untuk mengendalikan limbah cair (effluent) dari area tambang dan pabrik pengolahan, Vale Indonesia membangun lebih dari 100 kolam pengendapan (pond) di Blok Sorowako.

Kolam ini dilengkapi dua fasilitas pengolahan limbah cair untuk mengurangi pencemaran badan air, yakni Pakalangkai Wastewater Treatment (2013) dan Lamella Gravity Settler (LGS) (2014).

Vale Indonesia juga mengintegrasikan aktivitas pembukaan lahan tambang dengan reklamasi (pemulihan lahan) dan rehabilitasi (penanaman kembali).

Untuk menyuplai tanaman dan mendukung rehabilitasi lahan pascatambang, perusahaan mendirikan kebun bibit modern (nursery) yang beroperasi sejak 2006.

Nursery seluas 2,5 hektar ini mampu memproduksi hingga 700.000 bibit setiap tahun, termasuk tanaman asli setempat dan tanaman endemik.

Tak hanya fokus pada upaya-upaya menjaga lingkungan, Vale Indonesia juga berupaya untuk dapat memberdayakan masyarakat sekitar dengan berbagai program.

Dikutip dari Sustainability Report 2021, Vale Indonesia menganggarkandana CSR sebesar 29,24 juta dollar AS atau sekitar Rp 456,62 miliar (kurs Rp 15.615) untuk rentang tahun 2018-2022.

Sementara khusus untuk Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), Vale Indonesia mengucurkan dana sekitar 2,6 juta dollar AS, atau sekitar Rp 31,23 miliar (kurs Rp 15.615) pada tahun 2021.

Chief Operating Officer (COO) PT Vale Indonesia Abu Ashar mengatakan, dana CSR dianggarkan setiap 5 tahun.

"Tahun lalu Rp 70 miliar, tahun ini pasti bertambah," ujar dia kepada awak media di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (18/12/2022).

Adapun program PPM PT Vale Indonesia di antaranya adalah pembinaan petani untuk mempraktikkan pertanian organik melalui Program Pertanian Sehat Ramah Lingkungan Berkelanjutan (PSRLB) melalui metode System of Rice Intensification (SRI) Organik.

Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Karunsie Urako Lestari Alfrida Podandi mengatakan, pihaknya telah memulai belajar tentang pertanian organik sejak 2016.

"Di sekitar sini ada sekitar 2 hektar lahan yang sudah menerapkan pertanian organik dan menghasilkan beras organik," ujar dia saat ditemui Kompas.com, Sabtu (17/12/2022).

Alfrida yang merupakan bagian dari masyarakat adat ini menjelaskan, awalnya pelatihan pengembangan pertanian organik diinisiasi oleh PT Vale Indonesia Tbk (INCO) melalui Yayasan Aliksa Organic Sri Konsultan.

Alfrida membeberkan, beras organik memiliki harga pasaran Rp 17.000 per kg. Sementara, beras dengan metode penanaman konvensional ada di kisaran harga Rp 10.000 per kg.

Selain memiliki harga pasaran yang lebih tinggi, beras organik juga disebut memiliki kandungan protein yang lebih tinggi. Beras produksi dari penanaman organik binaan PT Vale Indonesia Tbk ini sebagian besar diserap untuk kebutuhan perusahaan.

Tak hanya pertanian, Vale Indonesia juga berkontribusi dalam memberdayakan masyarakat melalui peternakan.

Sulaiman (37) telah menginisiasi sebuah peternakan ayam kampung organik di Desa Matompi, Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Pria yang karib disapa Eman ini mendapatkan bantuan kandang, day old chicken (DOC), dan pelatihan dari PT Vale Indonesia Tbk melalui Program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) untuk membuat peternakan ayam kampung organik.

"Saya memang suka memelihara ayam, harapannya dengan usaha ini juga dapat membantu warga sekitar," kata dia saat ditemui Kompas.com di Desa Matompi, Sabtu (17/12/2022).

Dari sana, Eman kemudian membentuk sebuah kelompok usaha yang terdiri dari 12 orang bernama Kelompok Pemuda Woliko. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4 orang merupakan penyandang disabilitas.

Tak jauh dari rumah Eman, Kelompok Woliko ini juga mengelola sebuah lahan penanaman sayuran organik seperti selada dan kangkung.

Sebagian hasil dari peternakan dan penanaman sayur organik ini dibeli oleh Vale Indonesia guna memenuhi kebutuhan pangan di area tambang.

Tak berhenti di sana, Vale Indonesia juga berkontribusi terhadap terhadap pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan daerah wisata di Danau Matano.

Ketua Pengelola Desa Wisata Matano Amsal (39) mengatakan, bibir Danau Matano yang masuk ke Desa Matano tersebut memang merupakan destinasi yang kerap dikunjungi masyarakat sekitar. Sayangnya, sebelumnya masih tanpa pengelolaan.

"Banyak sampah, jadi kami coba saja kelola, untuk dapat memberdayakan masyarakat sekitar juga," ujar dia saat ditemui Kompas.com, Minggu (18/12/2022).

Dari sana, ia mulai mencetuskan ide untuk membuat Laa Waa River Park, area seluas 3 hektar yang ada di Desa Matano, Kecamatan Nuha, Luwu Timur. Adapun "Laa Waa" berarti air yang tidak pernah berhenti mengalir.

Destinasi wisata yang diinisiasi sejak 2020 ini juga mendapat dukungan dari perusahaan tambang nikel Vale Indonesia.

"Nantinya akan ada juga bantuan fasilitas berupa banana boat dan speed boat untuk penunjang fasilitas di Laa Waa River Park ini," imbuh dia.

Untuk diketahui, Desa Matano merupakan peraih juara II kategori kelembagaan dalam Anugerah Desa Wisata (ADWI) 2022 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

https://money.kompas.com/read/2022/12/22/205000626/menyongsong-pertambangan-berkelanjutan-dan-berdampak-sosial

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke