Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Gugat Menhub, Pengusaha Angkutan Penyeberangan Sebut Tarif Baru Memberatkan Bisnis

Pada aturan terbaru itu ditetapkan bahwa kenaikan tarif angkutan penyeberangan sebesar 11 persen dengan pertimbangan memperhatikan daya beli pengguna angkutan penyeberangan. Namun, pihak Gapasda menilai setidaknya kenaikan tarif mencapai 20 persen.

Hal itu pula yang membuat Gapasda menggugat Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan dilayangkan Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo dan Sekjen Gapasdap Aminuddin Rifai.

Penggugat meminta tergugat untuk mencabut Keputusan Menteri Perhubungan 184/2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan 172/2022 tentang Tarif Penyeberangan Angkutan Penyeberangan Kelas Ekonomi Lintas Antarprovinsi dan Lintas Antarnegara.

Terkait gugatan tersebut, Menhub Budi Karya sempat menanggapi, bahwa pihaknya akan melawan Gapasdap secara hukum pula. Ia menilai, permintaan Gapasdap untuk kenaikan tarif sebesar 20 persen terlalu berlebihan.

"Kita akan lawan dan saya yakin bahwa apa yang kita lakukan bukan untuk kami tapi untuk masyarakat banyak," ujarnya kepada media di Stasiun Manggarai, Senin (26/12/2022) lalu.

Menurut Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo, kondisi kenaikan tarif yang dibutuhkan asosiasinya telah dihitung bersama-sama stakeholder tarif, bahkan melibatkan pihak Kementerian Koordinator Bidang Kemaritimanan Investasi pada 2019 dengan Kementerian Perhubungan sebagai leader-nya.

Pada saat itu diputuskan kenaikan tarif sebesar 10 persen yang berlaku di tahun 2020. Namun, kenaikan itu tetap membuat tarif penyeberangan masih jauh untuk memenuhi harga pokok produksi (HPP).

"Setelah tarif dinaikkan sebesar 10 persen pada waktu itu, masih ada kekurangan terhadap HPP sebesar 35,4 persen. Kekurangan itu ditambah lagi dengan adanya kenaikan harga BBM pada 2022 sebesar 32 persen, sehingga kekurangan terhadap HPP menjadi lebih besar lagi," ujar Khoiri dalam keterangannya, Kamis (4/1/2023).

Maka dengan kenaikan tarif 11 persen yang masih rendah dari HPP, kebijakan tersebut memberatkan bisnis angkutan penyebarangan. Ia bilang, kondisi tersebut membuat banyak pengusaha tidak mampu membayar gaji karyawan tepat waktu.

Selain itu, beberapa perusahaan pun sudah berpindah kepemilikan atau diakuisisi karena tidak mampu membayar pinjaman perbankan. Serta, membuat banyak perusahaan yang tidak mampu memberikan pelayanan sesuai dengan standar keselamatan dan kenyamanan yang telah diatur oleh pemerintah.

"Justru dengan langkah yang kami ambil ini, kami ingin melindungi masyarakat. Kami ingin masyarakat mendapatkan jaminan keselamatan dan kenyamanan transportasi penyeberangan," katanya.

"Bagaimana jadinya jika secara terus menerus standar keselamatan terkurangi akibat ketidakmampuan pengusaha dalam menutup biaya? Hal ini justru sangat merugikan konsumen atau masyarakat itu sendiri," lanjut dia.

Khoiri menambahkan, terkait dampak secara ekonomi jika besaran kenaikan tarif sebesar 20 persen yang dianggap akan memicu kenaikan harga barang di masyarakat, pihaknya juga memiliki penghitungan terkait dampak tersebut.

Ia mencontohkan, pada truk pengangkut beras 30 ton di lintas Merak-Bakauheni, tarifnya saat ini adalah Rp 974.278. Jika tarifnya naik 20 persen maka akan menjadi Rp 1.169.133 atau naik sebesar Rp 194.855.

Dengan demikian, per kilogram beras hanya akan mengalami kenaikan harga sebesar Rp 6,4 atau jika harga beras adalah Rp 10.000 kilogram maka kenaikannya hanya sebesar 0,064 persen.

"Bahkan jika tarif angkutan penyeberangan dinaikkan sesuai dengan kekurangan perhitungan yang seharusnya yaitu 35,4 persen, maka dampaknya hanya 0,11 persen atau Rp 11,4 per kilogram beras," ucapnya.

Menurutnya, Menhub harusnya dapat memahami bahwa jumlah transportasi publik dan logistik yang menggunakan angkutan ferry jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan angkutan ferry.

Misalnya pada lintas Merak-Bakauheni, sebagai lintasan penyeberangan yang terpadat, dalam satu hari sekitar menyeberangkan 5.000 kendaraan truk termasuk bus, sedangkan jumlah truk yang ada di Indonesia sekitar 6,5 juta unit dan jumlah bus sekitar 200.000 unit. Artinya, yang menggunakan angkutan penyeberangan tidak lebih dari 0,07 persen.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa disamping jumlahnya jauh lebih sedikit, juga dampak kenaikannya terhadap harga barang sangat kecil, sehingga dampak kenaikan tarif ferry terhadap kenaikan inflasi atau harga barang menjadi jauh lebih kecil secara total kendaraan yang ada di Indonesia.

"Jadi tidak benar jika dampaknya akan membebani masyarakat," pungkas Khoiri.

https://money.kompas.com/read/2023/01/05/131000026/gugat-menhub-pengusaha-angkutan-penyeberangan-sebut-tarif-baru-memberatkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke