Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[KURASI KOMPASIANA] Usulan Kompasianer untuk Mengentaskan Buta Aksara

KOMPASIANA---Teknologi terus berkembang dan arus informasi berdatangan, tapi ada pekerjaan rumah (PR) yang masih jadi perhatian bersama: bayang-bayang buta aksara.

Hingga saat ini Indonesia masih terus berupaya menghapuskan buta aksara.

Mengutip dari KOMPAS.ID, sejumlah hasil riset turut mengemukakan bahwa kemampuan membaca anak Indonesia usia 15 tahun masih tergolong rendah.

Ini tentu menjadi ironi karena di tengah minimnya minat membaca buku pada anak karena telah tergantikan dengan adanya gawai.

Melihat permasalahan ini, Kompasianer coba menuliskan beberapa usulan yang bisa dilakukan dalam mengentaskan buta aksara di Indonesia.

1. Cara Meningkatkan Literasi dan Minat Baca di "Sekolah Tanpa Perpustakaan"

Tanpa adanya perpustakaan di Sekolah, bagaimana bisa meningkatkan minat baca bila tempatnya tidak terfasilitasi?

Bila itu terjadi, bisa saja sekolah mesti mencari cara agar siswa dengan bahan bacaan tetap dilakukan.

Bila ada sekolah yang tidak memiliki perpustakaan, tulis Kompasianer Akbar Pitopang, maka ini yang bisa dilakukan sekolah untuk tetap meningkatkan literasi dan minat baca bagi siswa.

"Keberadaan mading juga berguna untuk meningkatkan kemampuan literasi dan minat baca siswa," lanjutnya.

Mading bisa jadi sarana menampilkan beragam informasi bacaan yang menarik untuk siswa. (Baca selengkapnya)

2. Gerakan Literasi Sekolah dan Taman Baca Masyarakat

Gerakan literasi sekolah dan taman bacaan masyarakat adalah dua jalan lain menuju Indonesia bebas buta aksara. Benarkah demikian?

Kompasianer Okto Klau menulis, dengan melakukan proses literasi yang baik dan selalu dikaitkan dengan minat dan bakat.

Oleh karena itu, itu akan dapat mendorong kemauan yang cukup besar bagi setiap individu untuk bisa mencapai target yang diimpi-impikan.

"Menekan angka buta aksara tetapi tidak mendongkrak minat baca tidak memiliki arti apa apa," tulis Kompasianer Okto Klau. (Baca selengkapnya)

3. Maksimalkan Pikiran Anak untuk Stimulasi Baca-Tulis

Jika membahas baca-tulis, tentu itu tidak bisa dipisahkan dari peran orangtua.

Menurut Kompasianer Luana Yunaneva, mungkin ada orangtua yang masih beranggapan bahwa anak harus bisa membaca dan menulis maksimal di usia enam tahun agar tidak buta huruf.

Padahal, lanjutnya, kegiatan membaca dan menulis adalah proses yang panjang.

"Berbagai rangsangan yang diterima sejak kecil, mampu menolong anak dalam tahap berikutnya yang menjadi topik utama kita, yaitu menulis," tulis Kompasianer Luana Yunaneva. (Baca selengkapnya)

4. Model Pendekatan Ini Ampuh Meningkatkan Minat Baca Masyarakat

Mengenal aksara hingga sanggup membaca merupakan momen penting yang hanya bisa ditemukan di rumah dan di sekolah formal.

Generasi yang bisa membaca itu tentu saja tidak sama dengan generasi yang gemar membaca.

Oleh karena itu, menurut Kompasianer Inosensius I. Sigaze, problem yang cukup umum saat ini adalah soal minat baca yang rendah.

Meskipun demikian, perlu dibedakan juga bahwa minat baca yang rendah di sini berkaitan dengan minat baca buku dan bukan membaca pesan singkat lewat gawai.

Kompasianer Inosensius I. Sigaze menjelaskan ada tiga model pendekatan yang bisa dilakukan untuk menstimulasi minat baca pada tiga jenjang berbeda. (Baca selengkapnya)

***

Untuk membaca beragam usulan lainnya dari Kompasianer mengenai topik berikut, sila baca lewat Topik Pilihan Kompasiana: MENEKAN ANGKA BUTA AKSARA DI INDONESIA.

https://money.kompas.com/read/2023/02/05/235455026/kurasi-kompasiana-usulan-kompasianer-untuk-mengentaskan-buta-aksara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke