Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bapanas Kumpulkan Semua Unsur di Industri Beras Nasional Bahas HPP

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah tengah merumuskan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras terbaru untuk melindungi harga gabah atau beras petani di tengah panen yang sebentar lagi tiba.

Untuk membahas hal itu, Bapanas menghadirkan seluruh stakeholder perberasan nasional, baik dari Kementerian dan Lembaga, Asosiasi dan organisasi petani serta pelaku usaha.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, pertemuan ini sangat penting karena menentukan besaran harga pembelian pemerintah yang akan menjadi patokan dalam penyerapan gabah petani. Pertemuan ini juga sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk merangkul semua kelompok agar dapat menghasilkan HPP yang berkeadilan.

“Tadi sudah kita dengarkan pendapat dan masukan dari semua perwakilan. Kita sudah kantongi usulan-usulan angkanya. Selanjutnya akan kita analisis setiap opsi, terutama terkait impact-nya apabila opsi A, B, dan seterusnya diterapkan, bagaimana dampaknya terhadap inflasi, kesejahteraan petani, serta daya beli masyarakat. Kita akan libatkan instansi terkait yang berkompeten untuk memberikan masukan,” ujar Arief usai pertemuan Pembahasan HPP Gabah dan Beras, dikutip Kompas.com lewat siaran resminya, Jumat (3/3/2023).

Dalam pertemuan itu setiap perwakilan menyampaikan usulan besaran HPP Gabah Kering Panen (GKP) berdasarkan hasil perhitungan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT).

Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) mengusulkan HPP GKP Rp 5.700 per kilogram, Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengusulkan Rp 5.550 per kilogram, Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan Rp 5.600 per kilogram, Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengusulkan Rp 5.400 per kilogram, Aliansi Petani Indonesia (API) mengusulkan Rp 5.800 per kilogram, dan Penggerak Pembangunan Masyarakat Desa (Gerbangmassa) mengusulkan Rp 5.375 per kilogram.

Sementara Kementerian Pertanian turut mengusulkan HPP berada di kisaran Rp 4.800 per kilogram – Rp 5.100 per kilogram dan BRIN mengusulkan harga GKP berkisar Rp 4.850 per kilogram – Rp 5.000 per kilogram.

Menurut Arief, semua usulan akan diterima dan ditampung terlebih dahulu, setelah dianalisis selanjutnya akan dibawa ke tingkat pertemuan yang lebih tinggi. Dalam penetapannya nanti Pemerintah pastinya akan mempertimbangkan dari berbagai sisi secara menyeluruh, baik dari sisi petani, pelaku usaha penggilingan, konsumen, pengendalian inflasi dan lainnya.

“Tidak mungkin pemerintah hanya mengedepankan satu aspek dan kelompok saja. Pasti akan ada pertimbangannya, misal apabila ditetapkan terlalu tinggi bagaimana dampaknya terhadap komoditas lain. Namun yang pasti HPP GKP harga Rp 4.200 per kilogram sudah tidak akan dipilih lagi,” terangnya.

Arief mengatakan, sesuai arahan Presiden semua pihak harus bersama-sama menjaga harga beras agar stabil, karena beras ini adalah salah satu komoditas yang memberikan andil terhadap inflasi.

Arief berharap, apapun nanti yang menjadi keputusan semua pihak dapat menerima serta menjalankan dengan baik dan konsekuen. Karena hal tersebut murni untuk kebaikan bersama dan untuk kemajuan ekosistem perberasan nasional.

“Jangan sampai setelah ditetapkan HPP-nya lalu karena panen raya harga gabah turun, ada pihak yang tidak mau membeli sesuai HPP. Jangan sampai terjadi, semua harus komitmen,” tegasnya.

Pihaknya juga mengagendakan untuk digelar kembali pertemuan lanjutan bersama seluruh stakeholder perberasan.

“Saya mengucapkan terima kasih dan merasa senang seluruh stakeholder perberasan hadir serta memberikan masukan-masukan yang sangat berharga. Seperti janji saya sebelumnya, semua masukan ini telah kita hitung bersama,” ungkapnya.

Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Bustanul Arifin mengatakan, dalam pembahasan HPP ini selanjutnya harus ditetapkan juga mengenai Harga Eceran tertinggi (HET). Menurutnya, HET ini yang akan menjadi instrumen untuk menyesuaikan margin para pelaku usaha, sehingga harga beras di hilir atau di tingkat konsumen dapat terkendali.

Ia juga mengusulkan penetapan HPP berdasarkan zonasi, mengingat struktur ongkos usaha tani yang berbeda-beda di setiap daerah, terutama antara daerah sentra produksi dan non sentra produksi.

Kepala Biotech Center (Pusat Bioteknologi) IPB University sekaligus Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas Santosa mengatakan, terkait hitungan biaya produksi padi yang disampaikan, pihaknya telah menghimpun dari asosiasi-asosiasi perberasan.

Untuk AB2TI sendiri biaya produksi dihitung dengan satuan lahan ril yang dikerjakan petani di sebagian sentra produksi, yaitu per 1.500 meter persegi dan berdasarkan kebiasaan petani. Sedangkan beberapa asosiasi yang lain seperti HKTI dan KTNA menghitung dari seluruh wilayah di Indonesia.

"Apapun keputusan HPP yang diambil tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kinerja produksi padi nasional," ungkap dia.

Mengenai posisi harga, berdasarkan data Panel Harga Pangan Bapanas per 1 Maret, Rata-rata nasional harga di tingkat produsen GKP Rp 5.160 per kilogram, Gabah Kering Giling (GKG) Rp 6.210 per kilogram, beras medium Rp 10.490 per kilogram, dan beras premium Rp 11.580 per kilogram. Untuk harga GKP di tingkat petani mengalami penurunan 4,11 persen terhadap rata-rata minggu sebelumnya.

Sedangkan untuk harga di tingkat konsumen, beras medium Rp 11.870 per kilogram, dan beras premium Rp 13.593 per kilogram.

https://money.kompas.com/read/2023/03/03/151000126/bapanas-kumpulkan-semua-unsur-di-industri-beras-nasional-bahas-hpp

Terkini Lainnya

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke