Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Antisipasi Penurunan Harga, KTNA Harap Bulog Serap Gabah Petani di Masa Panen Raya

Kompas.com - 27/04/2024, 10:53 WIB
Dwi NH,
Agung Dwi E

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Yadi Sofyan Noor menekankan peran penting Bulog dalam meningkatkan penyerapan gabah petani agar harganya tidak turun drastis.

“Sekarang sedang panen raya padi dan jagung, kenapa Bulog tidak bisa serap gabah dan jagung petani? Harga di petani jatuh tinggal Rp 4.000 per kg. Padahal, Bulog sangat diharapkan menyerap masa panen raya ini (secara optimal) agar harga gabah tidak anjlok,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (27/4/2024).

Seperti diketahui, panen raya padi dalam negeri tengah berlangsung hingga April 2024. Dengan demikian, ketersediaan beras di tingkat nasional diperkirakan melimpah.

Data yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 menunjukkan bahwa pada bulan tersebut, panen terjadi pada luas lahan seluas 1,10 juta ha dan menghasilkan total 3,38 juta ton beras.

Baca juga: Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Kemudian, pada April 2024, panen pada lahan seluas 1,78 juta ha diperkirakan menghasilkan 5,53 juta ton beras, dan untuk Mei, panen diperkirakan seluas 1,12 juta ha serta diharapkan menghasilkan 3,19 juta ton beras.

Menyikapi kondisi tersebut, Yadi mempertanyakan kinerja Bulog yang dianggap tidak optimal dalam menyerap gabah petani.

Saat panen raya awal 2024, kata dia, Bulog justru kalah bersaing dengan pedagang beras dalam membeli gabah petani. Bahkan, Bulog terlihat lebih mengandalkan impor untuk pengadaan cadangan beras.

Menurut Yadi, tidak ada alasan bagi Bulog untuk tidak menyerap gabah petani karena pedagang mampu melakukannya tanpa kendala.

Baca juga: Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Ia menganggap alasan yang diberikan Bulog untuk tidak menyerap gabah petani tidaklah logis.

Yadi menyebut bahwa potensi rebutan gabah karena periode panen yang pendek seharusnya tidak menjadi alasan. Hal ini mengingat, pedagang dapat melakukannya tanpa masalah.

Selain itu, ia juga menyoroti berbagai alasan teknis yang disebutkan Bulog, seperti kadar air, rendemen, pecah, dan kuning. Menurutnya, alasan itu janggal karena pedagang dapat menyerap gabah tanpa masalah, meskipun dalam kondisi yang sama.

Hal lebih mengejutkan baginya adalah bahwa pedagang memiliki modal yang jauh lebih kecil daripada Bulog, tapi tetap mampu menyerap gabah dengan efisien. Sementara, Bulog memiliki modal yang besar dan memiliki banyak gudang.

Baca juga: Menjajal Wahana Rumah Hantu Baru di Kota Tua, Konsepnya Gudang Zaman Belanda...

Oleh karena itu, Yadi menilai sikap Bulog yang menyalahkan situasi untuk menutupi kinerja buruknya dalam menyerap gabah petani adalah sebuah keanehan.

Baginya, Perum Bulog seharusnya menunjukkan semangat yang sama dalam menyerap gabah petani seperti yang mereka tunjukkan dalam melakukan impor beras dari berbagai negara.

Yadi kembali menyebut bahwa sikap Bulog yang mengelak dalam menyerap gabah dengan alasan-alasan, seperti adanya syarat-syarat yang rumit dan berbagai kendala teknis, adalah hal aneh.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com