KOMPAS.com – Persaingan usaha di industri air minum dalam kemasan (AMDK) semakin ketat. Untuk menggaet dan menjaga loyalitas konsumen, masing-masing brand memiliki strategi yang berbeda.
Strategi tersebut menarik perhatian pakar komunikasi Akhmad Edhy Aruman. Saat berbicara di forum diskusi media Klub Jurnalis Ekonomi Jakarta (KJEJ) bertajuk “Menyikapi Hoax dan Negative Campaign dalam Persaingan Bisnis AMDK” di Jakarta, Kamis (15/6/2023), Edhy membedah strategi branding tersebut.
“Salah satu brand penantang tampil dengan strategi jitu bermain dengan kemasan selalu baru, baik pada produk kemasan botol maupun galon. Sementara, brand lain memberi pesan yang tajam dan membuat konsumen fokus pada produknya yang lebih murah dan tidak menimbulkan banyak sampah (karena menggunakan galon guna ulang)," ujar Edhy dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (21/6/2023).
Strategi tersebut, jelas Edhy, menjadi pembeda di antara brand AMDK. Karena menggunakan kemasan yang selalu baru, brand penantang pun berani memasarkan produk dengan harga di atas produk brand pemimpin pasar.
Edhy menilai, keberanian strategi dari brand penantang tersebut bukan tanpa perhitungan. Selain sebagai diferensiasi, pemakaian botol dan galon yang selalu baru juga mempertimbangkan aspek kesehatan.
Galon yang terbuat dari plastik polietilena tereftalat (PET) terbukti bebas dari Bisfenol A (BPA) yang berbahaya bagi kesehatan bila terpapar pada produk AMDK.
Sementara itu, galon guna ulang dibuat menggunakan plastik jenis polikarbonat. Plastik jenis ini, lanjut Edhy, berisiko memaparkan BPA ke air minum.
Belakangan, imbuhnya lagi, karena pertimbangan untuk memakai kemasan yang lebih sehat, brand lain pun menyusul. Di Bali dan Manado, misalnya, brand market leader ikut mengonversi kemasan galon polikarbonat ke galon PET.
“BPA memang dapat memperkuat kemasan plastik. Kalau plastik enggak mengandung unsur BPA, kemasan menjadi lembek. Hal yang jadi problem adalah adanya potensi peluruhan BPA pada galon polikarbonat bisa menimbulkan risiko kesehatan," kata Edhy.
Untuk diketahui, BPA merupakan senyawa kimia yang dapat memicu sejumlah penyakit, seperti kanker, gangguan hormonal ataupun kesuburan pada pria dan wanita, serta mengganggu tumbuh kembang janin ataupun anak.
Adapun BPA sendiri jamak digunakan sebagai bahan baku produksi galon guna ulang. Senyawa ini diketahui mudah luruh dari kemasan galon sehingga rawan terminum oleh konsumen ke level melebihi ambang batas aman.
Edhy menjelaskan bahwa fakta itu membuat brand penantang mencoba menarik perhatian konsumen dengan menekankan aspek kesehatan produk. Pesan-pesan seperti air mineral yang lebih bersih, aman, dan sehat pada kemasan galon yang selalu baru ketimbang galon guna ulang pun dikomunikasikan.
Brand penantang juga aktif mengedukasi masyarakat terkait bahaya paparan BPA yang bisa terjadi pada kemasan yang terbuat dari bahan plastik polikarbonat.
"Di sisi lain, brand market leader fokus kampanye pada isu keberlanjutan dan ramah lingkungan, serta menekankan bahwa galon mereka dapat digunakan berulang kali sehingga mengurangi sampah plastik,” papar Edhy.
Munculkan iklan dan kampanye negatif
Lantaran persaingan yang cukup ketat, lanjut Edhy, hal ini pun memicu iklan dan kampanye negatif di industri AMDK.
Edhy pun mencontohkan iklan dan kampanye negatif tersebut, seperti konten yang mendiskreditkan brand lain karena isu lingkungan dan keamanan produk. Ada pula konten di media sosial yang menjelekkan salah satu brand dan menyanjung brand lain.
Meski terjadi perang pasar dan sisi negatif persaingan di industri AMDK, Edhy menilai bahwa pilihan ada pada konsumen.
Data dari Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas) 2022 menunjukkan bahwa volume penjualan AMDK galon bermerek meningkat 3,64 persen pada 2022 dengan total produksi mencapai 10,7 miliar liter dan penjualan Rp 9,7 triliun.
Dari angka tersebut, volume penjualan galon berbahan kemasan plastik PET meningkat pesat hingga 31 persen menjadi 818 juta liter.
“Angka tersebut menunjukkan lonjakan tajam bila dibandingkan volume penjualan market leader yang justru susut 0,67 persen menjadi 6,5 miliar liter. Secara keseluruhan, brand market leader masih menguasai sekitar 60 persen pasar galon bermerek,” kata Edhy.
https://money.kompas.com/read/2023/06/28/141500026/kesehatan-vs-ramah-lingkungan-pakar-komunikasi-bedah-strategi-branding-di