Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Janji Stimulus China Jadi "Angin Segar" bagi Pasar Minyak Mentah

Harga minyak menguat usai China, importir minyak terbesar dunia, memastikan akan berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Selain itu, dipengaruhi adanya ekspektasi jeda kenaikan suku bunga.

Mengutip CNBC, harga minyak mentah Brent naik 1,4 persen atau 1,13 dollar AS menjadi sebesar 79,63 dollar AS per barrel. Sedangkan harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS naik 2,2 persen atau 1,60 dollar AS menjadi sebesar 75,75 dollar AS per barrel.

China mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen (year on year/yoy) pada kuartal II-2023, lebih rendah dari proyeksi para analis yang sebesar 7,3 persen karena adanya ekspektasi pemulihan pasca-pandemi.

Konsensus di antara para ekonom menilai pemulihan pasca-pandemi China telah terganggu oleh perlambatan global serta permintaan domestik yang lemah. Tercermin dari ekspor yang terkontraksi atau -5,2 persen dan impor -6,9 persen di kuartal II-2023.

Data ekonomi yang menunjukkan pelemahan itu membuat badan perencana ekonomi tertinggi China berjanji akan meluncurkan kebijakan yang menjadi stimulus untuk memulihkan dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.

"Pelaku pasar energi mengharapkan pasar minyak akan tetap ketat karena pengiriman Rusia turun dan China bersiap untuk memberikan lebih banyak dukungan kepada rumah tangga," kata Edward Moya, Analis Aasar Senior Oanda.

Adapun Rusia berencana mengurangi ekspor minyak mentah pada kuartal III-2023 sebesar 2,1 juta ton. Langkah ini sejalan dengan keputusan sebelumnya bahwa akan memperpanjang masa pemotongan ekspor sebesar 500.000 barrel per hari.

Saat ini, aliran minyak mentah lintas laut Rusia pun sudah turun ke level terendah dalam enam bulan pada periode empat pekan terakhir.

Pasokan minyak yang mengetat juga dipengaruhi kondisi persediaan minyak Amerika Serikat (AS). Administrasi Informasi Energi (EIA) AS memproyeksi produksi minyak AS akan turun pada Agustus 2023, untuk pertama kalinya sejak Desember 2022.

Pasar kini sedang menunggu data realisasi persediaan minyak AS dari American Petroleum Institute (API), kelompok industri energi di AS, yang akan dirilis pekan ini.

Analis memperkirakan ada penarikan 2,4 juta barrel dari stok minyak mentah AS selama pekan yang berakhir pada 14 Juli 2023. Jika perkirakan ini benar, maka akan menjadi penurunan stok minyak mentah keempat dalam lima minggu.

"Pergerakan harga minyak mentah menunjukkan prospek pasar yang bullish terhadap kondisi stok minyak mentah (di pasar global) dan jumlah persediaan minyak (AS)," kata analis Gelber and Associates, perusahaan konsultan energi.

Di sisi lain, kenaikan harga minyak dunia pada perdagangan Selasa juga dipengaruhi menguatnya ekspektasi bahwa bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) akan segera melakukan jeda kenaikan suku bunga.

Ekspektasi itu menguat usai data Biro Sensus AS menunjukkan laju pertumbuhan penjualan ritel AS melambat. Pada Juni 2023, penjualan ritel mencapai 689,5 miliar dolar AS atau naik 0,2 persen, laju kenaikan yang lebih lambat dibandingkan Mei dan April 2023.

Kondisi pelemahan juga didukung data inflasi AS pada Juni 2023 yang turun ke level 3 persen (year on year/yoy), dan menjadi laju inflasi terendah sejak Maret 2021.

Pelaku pasar memproyeksi The Fed hanya akan satu kali lagi menaikkan suku bunga yaitu di Juli 2023 sebesar 25 bais poin.

"Dengan lesunya sektor manufaktur dan inflasi menunjukkan tanda-tanda pelambatan yang menggembirakan, kenaikan suku bunga The Fed di Juli diantisipasi kemungkinan menjadi kenaikan yang terakhir," kata analis Bank ING dalam sebuah catatan.

https://money.kompas.com/read/2023/07/19/120000826/janji-stimulus-china-jadi-angin-segar-bagi-pasar-minyak-mentah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke