Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menilik Jalan Ekonomi Indonesia 2023

Hal ini mengindikasikan pertumbuhan yang kuat dengan ukuran apa pun. Inflasi turun ke titik terendah dalam sejarah, didorong kombinasi panen yang baik di sektor pertanian, intervensi pemerintah yang intensif dalam memperlancar pasokan pangan di daerah, dan apresiasi rupiah.

Kombinasi pertumbuhan tinggi dan inflasi rendah merupakan tujuan yang didambakan setiap pengambil keputusan.

Aliran investasi portofolio bersih menjadi positif sebesar 3 miliar dollar AS pada kuartal pertama, setelah negatif sebesar 9 miliar dollar AS pada 2022.

Rupiah menguat sebesar 2,4 persen, sementara aliran penanaman modal asing (FDI) tetap stabil di atas 3 miliar dollar AS setiap kuartal.

Hal tersebut tercapai meskipun dilakukan pengetatan moneter yang agresif oleh Federal Reserve Amerika Serikat yang mengakibatkan penyempitan selisih antara suku bunga The Fed dan suku bunga Bank Indonesia (BI 7-Day Reverse Repo Rate) dari 1,25 basis poin (bps) pada bulan Januari menjadi 0,5 bps pada bulan Juni.

Surplus fiskal hingga Juli yang berjumlah Rp 154 triliun (0,7 persen PDB) telah mengurangi kebutuhan pemerintah untuk melakukan pinjaman.

Utang pemerintah telah menurun, baik secara nominal maupun terhadap PDB. Sebagian besar utang tersebut (88 persen) merupakan utang jangka panjang dengan tenor rata-rata 8,6 tahun dan sebagian besar (72 persen) dalam mata uang rupiah.

Pangsa obligasi pemerintah dalam negeri (SBN) yang dimiliki investor asing turun dari 38 persen pada 2019 menjadi 16 persen pada bulan Juli 2023.

Semua hal ini diharapkan membuat perekonomian tidak terlalu rentan terhadap volatilitas nilai tukar dan modal jika terjadi gejolak pasar.

Namun yang menjadi pertanyaan saat ini adalah seberapa lama ketahanan ini dapat bertahan di tengah ketidakpastian global yang meresahkan. Berlanjutnya kebijakan moneter ketat global akan menguji ketahanan perekonomian Indonesia.

The Fed dan Dana Moneter Internasional (IMF) secara eksplisit menyatakan bahwa kebijakan moneter saat ini belum cukup ketat. Inflasi tetap jauh di atas target The Fed, sementara inflasi jasa dan inti tetap tinggi.

Jerome H. Powell, ketua The Fed, telah berulang kali menyatakan bahwa The Fed bertekad untuk menurunkan inflasi ke targetnya sebesar 2 persen, meskipun hal tersebut merugikan perekonomian.

Demikian pula, Gita Gopinath, wakil direktur pelaksana IMF, menyarankan agar kebijakan moneter harus terus diperketat dan tetap berada pada wilayah yang membatasi sampai inflasi inti berada pada jalur penurunan yang jelas.

Ujian kedua bagi ketahanan Indonesia datang dari melemahnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, seiring gagalnya pemulihan dari kebijakan nol COVID-19.

PDB negara ini hanya tumbuh sebesar 0,8 persen pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama (Q1), yang merupakan tingkat pertumbuhan tahunan hanya sebesar 3,2 persen.

Hal yang mengkhawatirkan mengenai rendahnya pertumbuhan Tiongkok saat ini adalah hal tersebut tidak bersifat sementara atau bersifat siklus, namun dapat berlangsung lama dan terus-menerus, karena alasan fundamental dan struktural.

Kebijakan ekonomi Presiden Xi Jinping cenderung ke arah kebijakan yang lebih intervensionis dan statis.

Permintaan secara keseluruhan dalam perekonomian sedang melemah karena menurunnya migrasi ke daerah perkotaan, menurunnya angka kelahiran, tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda dan lemahnya perlindungan sosial.

Masyarakat Tiongkok khawatir dan merasa tidak aman. Mereka menimbun uang mereka alih-alih membelanjakannya. Lemahnya permintaan dari Tiongkok akan berdampak pada perekonomian dunia, termasuk perekonomian Indonesia.

Ekspor Indonesia ke Tiongkok, yang mencakup seperempat ekspornya, turun dari 18,3 miliar dollar AS pada Q4 2022 menjadi 14 miliar dollar AS pada Q2 2023.

Neraca perdagangan Indonesia turun dari 14,7 miliar dollar AS menjadi 7,8 miliar dollar AS. Neraca pembayaran kuartal kedua menunjukkan transaksi berjalan kembali defisit sebesar 1,9 miliar dollar AS setelah mengalami surplus selama 11 kuartal berturut-turut.

Investasi portofolio bersih negatif 2,6 miliar dollar AS setelah positif 3 miliar dollar AS pada kuartal pertama.

Rupiah terdepresiasi sebesar 2,7 persen, sementara cadangan devisa turun sebesar 7,5 miliar dollar AS menjadi 137,7 miliar dollar AS pada bulan Juli.

Tentu saja ketahanan perekonomian Indonesia saat ini sedang berada dalam tekanan. Dengan inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang kuat, Bank Indonesia (BI) mengalihkan fokusnya ke stabilisasi nilai tukar rupiah dan cadangan devisa.

Karena penggunaan suku bunga berisiko, saat ini BI lebih mengandalkan penggunaan instrumen non-suku bunga.

BI telah mengeluarkan aturan yang mewajibkan eksportir menyetorkan 30 persen penerimaan ekspornya ke bank dalam negeri.

BI juga dapat mengintensifkan intervensinya di pasar valuta asing melalui transaksi spot, domestic non-deliverable forward (DNDF) dan “twist Operation” melalui pembelian obligasi negara jangka pendek di pasar sekunder untuk menarik investor asing.

Secara kuartalan, perekonomian mengalami kontraksi sebesar 0,9 persen pada kuartal pertama 2023 dan tumbuh sebesar 3,9 persen pada kuartal kedua.

Total PDB atas dasar harga konstan tahun 2010 pada semester pertama adalah Rp 6.037 triliun (395,82 miliar dollar AS), yang memberikan perkiraan kasar PDB sebesar Rp 1,2 kuadriliun untuk sepanjang tahun.

Hal ini berarti pertumbuhan PDB hanya sebesar 3,1 persen pada 2023. Beberapa faktor dapat mengurangi penurunan pertumbuhan, seperti rencana belanja pemerintah yang lebih tinggi pada paruh kedua.

Meski demikian, ada tanda-tanda permintaan domestik mulai melambat. Hal ini termasuk melemahnya impor dan pertumbuhan investasi.

Impor mengalami kontraksi sebesar 3,3 persen pada kuartal pertama (yoy) dan kontraksi sebesar 9,4 persen pada kuartal kedua, dan pembentukan modal tetap bruto mengalami kontraksi dalam dua kuartal berturut-turut sebesar 3,7 persen pada kuartal pertama dan 1,3 persen pada kuartal kedua.

Perlambatan pertumbuhan kredit sektor swasta juga terjadi, serta perlambatan inflasi inti sejak awal tahun. Semua ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi akan melambat pada paruh kedua.

Bank Dunia mengakui bahwa pertumbuhan Indonesia akan moderat dan memproyeksikan pertumbuhan sebesar 4,9 persen pada 2023.

Angka ini mungkin masih berada pada level yang tinggi. Namun terpenting adalah menyadari bahwa ada beberapa elemen yang berpotensi melemahkan ketahanan dan pertumbuhan perekonomian Indonesia, sehingga tindakan yang tepat harus diambil.

Penguatan koordinasi antarlembaga moneter, fiskal, dan keuangan serta kehati-hatian dalam pengambilan elemen kebijakan moneter dan fiskal yang tepat wajib dilakukan di tengah gejolak dunia yang serba tidak pasti.

https://money.kompas.com/read/2023/09/12/121755326/menilik-jalan-ekonomi-indonesia-2023

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke