Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biaya Hidup Mahal, Warga Singapura Enggan Tambah Anak Walau Diberi Bonus

Tingginya biaya hidup disebut membuat banyak orang enggan menambah anggota keluarga mereka. Angka kelahiran sedikit meningkat pada 2022 menjadi 1,12 persen dari 1,1 persen pada tahun sebelumnya.

Hal itu terjadi ketika masyarakat tinggal di rumah selama pandemi Covid-19 dan memiliki lebih banyak anak.

Namun, tren kesuburan menunjukkan perempuan juga memilih untuk menunda memiliki anak, atau tidak sama sekali.

Data dari Departemen Statistik Singapura menunjukkan, wanita berusia antara 25 dan 29 tahun kini memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melahirkan dibandingkan wanita berusia antara 35 hingga 39 tahun.

"Memiliki anak terikat pada banyak hal, keterjangkauan rumah, pasangan, dan kematangan pasar kerja yang membuat Anda merasa cukup aman untuk melakukannya,” ujar Direktur Pelaksana Ranstad untuk Asia-Pasifik Jaya Dass dikutip dari CNBC, Senin (18/9/2023).

Pemerintah beri subsidi dan bonus ke pasangan punya anak

Singapura telah bergulat dengan populasi yang semakin menua. Di sisi lain, Singapura juga disebut memiliki tren tingkat kesuburan terendah di dunia.

Oleh sebab itu, pemerintah memberikan beragam insentif dan bonus untuk mendorong masyarakat memiliki anak.

Sebagai contoh, tiap pasangan yang memiliki bayi dan lahir pada 14 Februari akan menerima 11.000 dolar Singapura atau setara 8.000 dollar AS untuk anak pertama.

Angka tersebut setara dengan Rp 122,96 juta pada kurs Rp 15.370 per dollar AS.

Selain itu, cuti ayah yang dibayar pemerintah ditingkatkan dua kali lipat.

Pasangan muda susah punya rumah di Singapura

Meskipun demikian, analis dari Economist Intelligence Unit Wen Wei Tan menyebut, banyaknya uang yang dikeluarkan pemerintah untuk mendorong kelahiran anak tidak mengatasi masalah itu.

“Mengatasi tingkat kesuburan mengharuskan kita untuk menghadapi beberapa kelemahan sistem yang mendasarinya. Yang berarti tidak hanya mengatasi tantangan demografis, tapi juga membantu membangun kohesi sosial, dan mungkin melihat bagaimana kita dapat menumbuhkan sikap yang lebih sehat terhadap pengambilan risiko,” terang dia.

Sebagai catatan, Economist Intelligence Unit menobatkan Singapura menjadi kota termahal untuk ditinggali.

Singapura berbagi posisi dengan New York, Amerika Serikat pada posisi pertama.

Memiliki rumah bersama juga menjadi tantangan bagi pasangan muda. Harga rumah di Singapura meningkat pesat, atau tumbuh 7,5 persen secara tahunan pada Juni 2023.

Sementara itu, menurunnya angka kelahiran, ditambah dengan populasi yang menua, akan berdampak pada angkatan kerja di Singapura.

“Memiliki lebih sedikit anak berarti Anda memiliki lebih sedikit tenaga kerja yang dapat berkontribusi terhadap perekonomian. Dan dengan tingginya angka harapan hidup di Singapura, rasio ketergantungan akan meningkat,” tandas dia.

https://money.kompas.com/read/2023/09/18/190000126/biaya-hidup-mahal-warga-singapura-enggan-tambah-anak-walau-diberi-bonus

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke