Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Singkat Bank: Dari Konvensional ke Digital

SEBUAH institusi disebut sebagai bank bila memenuhi praktik-praktik mendasar, yaitu menghimpun dana simpanan dan memberikan pinjaman. Istilah baku untuk praktik tersebut adalah menjalankan fungsi intermediasi (intermediary).

Peran bank sebagai penyedia layanan keuangan cenderung berkembang mengikuti tren perdagangan lintas-batas wilayah.

Merujuk Britannica, praktik-praktik dasar perbankan sudah ditemukan sejak zaman Mesopotamia kuno. Sejarahnya bermula dari kumpulan pedagang yang memberikan pinjaman dan fasilitas penyimpanan hasil pertanian kepada petani dan pedagang.

Praktik dasar perbankan ini kemudian berkembang dengan menjadikan kuil-kuil tak hanya sebagai tempat ibadah tetapi juga tempat penyimpanan harta, penyalur pinjaman, serta penguji dan penukaran koin emas sebagai alat tukar.

Dengan alasan keamanan, bank kemudian mulai menerima penukaran bukti simpan di bank lain yang dapat ditukar kembali menjadi logam mulia. Ini menjadi cikal bakal lahirnya uang dan sistem pembayaran yang kita kenal hingga kini.

Beberapa abad kemudian, muncul bank-bank konvensional yang menawarkan layanan keuangan lebih maju di Eropa, seperti Bank Valensia, Bank of Genoa, Bank of Barcelona, dan Bank Venice.

Yang paling terkenal adalah Bank Medici di Italia. Bank yang didirikan oleh Giovanni Medici pada 1397 ini tercatat sebagai bank tertua dan masih beroperasi hingga kini dengan nama Banca Monte dei Paschi.

Di Indonesia, bank hadir pertama kali pada 1746 saat kolonial Hindia Belanda mendirikan De Bank van Leening untuk mendukung aktivitas perdagangan VOC di Indonesia.

Dari sana, lahir bank sentral yang saat ini dikenal sebagai Bank Indonesia dan beberapa bank asing, serta bank yang diinisiasi oleh Pemerintah Indonesia dan badan usaha swasta.

Seiring perkembangannya, bank tidak hanya berfungsi menjadi lembaga perantara, tetapi juga melayani sistem pembayaran seperti giro, cek, kliring, pemindahan uang (transfer), serta menerbitkan kartu debit dan kredit.

Tidak hanya itu, bank juga menyediakan jasa kegiatan perekonomian, seperti penitipan barang berharga dan jasa pemberian jaminan, termasuk penyelesaian tagihan.

Dari Laku Pandai ke Bank Digital

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga Juni 2023 terdapat 105 bank umum di Indonesia, dengan jumlah kantor sebanyak 24.784 unit. Dalam lima tahun terakhir, jumlah bank umum berkurang 10 dan jumlah kantor bank umum menyusut menjadi 7.160 unit.

Di sisi lain, masih banyak penduduk yang belum tersentuh layanan keuangan perbankan (unbanked). Menurut Bank Dunia, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk unbanked terbesar keempat di dunia.

Dalam laporan tahun 2022, Bank Dunia menyebut 95 juta penduduk dewasa Indonesia belum memiliki rekening di lembaga keuangan. Hanya sekitar 49 persen dari penduduk dewasa dan 37 persen dari penduduk termiskin yang memiliki akun atau rekening di lembaga keuangan.

Berkaca pada situasi tersebut, pada 2015, OJK memulai program Laku Pandai, yaitu layanan keuangan tanpa kantor (branchless banking). Laku Pandai menyasar masyarakat yang selama ini belum tersentuh perbankan.

Lewat program keuangan inklusif ini, bank mengajak masyarakat menjadi agen Laku Pandai. Layanan perbankan atau layanan keuangan lain diberikan melalui kerja sama dengan agen bank, yang didukung penggunaan sarana teknologi informasi.

Produk yang ditawarkan Laku Pandai masih sederhana, diklaim sesuai kebutuhan masyarakat yang belum tersentuh perbankan. Ini mulai dari simpanan atau tabungan dengan karakteristik dasar, kredit atau pembiayaan kepada nasabah mikro, hingga produk lembaga keuangan non-bank seperti asuransi.

Di tengah perjalanan Laku Pandai dan perkembangan teknologi informasi yang pesat, industri perbankan terus mencari cara untuk makin efektif dan efisien. Dari sana, perbankan berlomba-lomba mendigitalisasi layanannya demi kelangsungan bisnis.

Ini menjadi babak baru perbankan Indonesia dengan munculnya bank-bank digital. Bank Indonesia (BI) pun mencatat transaksi keuangan digital terus bertumbuh.

Sampai Juli 2023, catatan BI menyebutkan, nilai transaksi keuangan digital mencapai Rp 5.035 triliun, tumbuh 15,5 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Bank Jago sebagai salah satu pionir bank berbasis teknologi pun mengambil kesempatan ini.

Lewat peluncuran aplikasi sebagai bank digital pada April 2021, Bank Jago hadir di dunia perbankan dengan mengedepankan inovasi berbasis teknologi dan kolaborasi dengan ekosistem digital.

"(Bank digital) ya bank normal seperti bank yang lain. Tapi, cara jangkau nasabah, itu yang dilakukan menggunakan teknologi digital," tutur Direktur Bank Jago, Sonny Christian Joseph, Kamis (3/8/2023).

Bank Jago tidak sendirian di industri bank digital. Muncul pula bank-bank digital lain di Indonesia, baik yang berdiri sendiri maupun bagian dari transformasi bank umum tradisional.

Menurut Sonny, bank digital punya lisensi penuh berpraktik laiknya bank pada umumnya. Yang menjadi ciri pembeda, lanjut dia, bank digital tertanam dalam ekosistem digital.

"(Bank digital dalam layanannya) menggunakan aneka partner (berbasis digital) tetapi prinsip fundamentalnya sebagai bank tetap dijaga," kata Sonny.

Pengamat keuangan, Poltak Hotradero, mengatakan, salah satu kendala terbesar inklusi keuangan di lembaga keuangan tradisional adalah kesulitan akses untuk membuka bahkan menutup akun atau rekening di lembaga keuangan. Ini karena nasabah harus datang ke kantor cabang perbankan.

Menurut Poltak, paradigma yang sekarang perlu digaungkan adalah bank harus menjadi latar layanan keuangan, bukan lagi teras depan. Keharusan keberadaan kantor cabang untuk membuka dan menutup akun atau rekening, misalnya, tidak lagi yang paling relevan.

"User acquisition bank tidak lagi harus di bank," tegas Poltak pada kesempatan yang sama.

Dalam bahasa teknis, yang disodorkan Poltak adalah praktik bank as a service (BaAS).

Menggunakan paradigma BaAS, lanjut Poltak, institusi keuangan dapat menyediakan layanan berorientasi pengguna (customer-centric experience).

"Berubah dari paradigma 'customer datang ke bank' menjadi 'bank mengikuti aktivitas customer'," ujar Poltak.

Intinya, lanjut dia, bank di era digital dituntut untuk adaptif melayani masyarakat secara cepat dan mudah, dengan tetap mengikuti ketentuan perbankan dan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, termasuk dalam melindungi keamanan data dan dana nasabah mereka.

Mau tahu kelanjutan soal BaAS dan lebih banyak lagi soal perbankan, industri keuangan, pengelolaan keuangan, dan bank digital? Ikuti terus serial tulisan di kolom Jago Finansial di Kompas.com.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://money.kompas.com/read/2023/09/29/111441726/sejarah-singkat-bank-dari-konvensional-ke-digital

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke