Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

NTP Meningkat, Petani Untung?

Sehingga, perlu penajaman subsidi pupuk untuk memangkas ongkos produksi langsung di tingkat petani.

Capaian NTP

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2 Oktober 2023 merilis NTP nasional pada September 2023 tercatat sebesar 114,14 atau naik 2,05 persen bila dibandingkan Agustus 2023.

Kenaikan ini melengkapi daftar panjang tren positif NTP nasional sejak 2021. Sayangnya tak semua provinsi menikmati, karena masih ada enam provinsi yang justru mengalami penurunan NTP satu bulan terakhir.

Peningkatan NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 2,27 persen. Empat komoditas yang dominan memengaruhi kenaikan It nasional adalah gabah, kelapa sawit, jagung, dan kakao/coklat biji.

Sementara harga yang dibayarkan petani (Ib) hanya meningkat tipis sebesar 0,21persen yang dipengaruhi oleh komoditas penyumbang peningkatan indeks harga bayar petani, yakni beras, bensin, rokok kretek/filter, serta gula pasir.

Namun, kenaikan NTP tak dinikmati oleh petani seluruh subsektor, karena hanya sebagian petani tanaman pangan dan perkebunan rakyat yang meningkat. Subsektor tanaman pangan mengalami peningkatan sebesar 4,54 persen.

Sayangnya pada petani padi, kenaikan harga gabah berdampak pula pada kenaikan harga beras yang mereka konsumsi sehari-hari.

Hal yang sama terjadi pada tanaman perkebunan rakyat meningkat sebesar 1,62 persen. Sementara, subsektor hortikultura justru mengalami penurunan sebesar 3,34 persen dalam sebulan terakhir.

Pada subsektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, pupuk cukup dominan sebagai faktor produksi.

Dinamika harga pupuk tentu turut andil dalam pergerakan nilai NTP. Sejak November 2021, kenaikan harga pupuk sudah jauh lebih tinggi dari kenaikan harga pangan.

Hal ini diperparah dengan proteksi pupuk di berbagai negara pada 2022, dampak perang Rusia-Ukraina.

Tiongkok melakukan pelarangan ekspor pupuk pada 24 September 2021 hingga 31 Agustus 2022. Rusia melarang ekspor pupuk sejak 4 Februari 2022 hingga 31 Agustus 2022.

Sebenarnya ongkos produksi dapat ditekan melalui subsidi. Hingga saat ini, subsidi pupuk masih diberikan pada kuota pupuk yang diusulkan oleh masing-masing wilayah.

Tujuannya dalam rangka produktivitas lahan, di mana petani yang tergabung dalam kelompok tani (Poktan) mendapatkan jatah subsidi untuk alokasi 2 hektare lahan pertaniannya. Sayangnya subsidi ini tidak berlaku bagi petani di luar Poktan.

Perluasan subsidi

Mendorong petani di luar Poktan untuk menikmati peningkatan NTP, tentu perlu perluasan subsidi pupuk. Perluasan subsidi perlu dilakukan dengan dua strategi.

Pertama, dalam rangka peningkatan kesejahteraan, subsidi pupuk juga perlu menyasar petani gurem yang tidak tergabung dengan Poktan.

Sehingga, petani gurem yang memiliki kategori miskin mendapatkan dua intervensi sekaligus, yaitu bansos dan subsidi pupuk.

Bagi petani gurem meskipun memproduksi hasil pertanian, mereka masih termasuk konsumen murni di mana pendapatannya akan habis juga untuk konsumsi.

Merujuk Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018, jumlah rumah tangga petani gurem atau menguasai lahan kurang 0,5 hektar mencapai 15,80 juta atau 58,07 persen.

Kedua, untuk menjaga ketahanan pangan dan dinamika di lapangan, subsidi pada barang yang digelontorkan untuk petani yang tergabung dalam Poktan, tetap dilaksanakan namun dikurangi secara bertahap.

Karena, saat dilakukan peralihan subsidi dari barang ke orang, maka harga pupuk akan otomatis mengikuti harga pasar.

Dampaknya, petani yang tergabung dalam Poktan berpotensi turun produktivitasnya, karena ongkos produksi meningkat.

Jika diurai, ada empat wajah petani di indonesia, yakni buruh tani, pemilik lahan, penggarap, atau pemilik lahan yang menggarap lahannya sendiri.

Subsidi perlu diberikan pada petani penggarap, baik pada petani yang tergabung pada Poktan maupun tidak. Subsidi ini akan menurunkan ongkos produksi.

Sebagai gambaran pada data Potensi Desa (Podes) 2021 menunjukkan jumlah Poktan pada 2021 sebanyak 443.348 unit kelompok Poktan tersebar di 70.959 desa/kelurahan (83,67 persen).

Sementara itu, perlu diatur skema penyaluran subsidi, apakah fix subsidi dengan nominal tertentu atau dinamis sesuai harga pupuk di masing-masing wilayah.

Jika subsidi diberlakukan nominal yang sama dari Aceh hingga Papua, maka perlu penyesuain satu harga pupuk secara nasional.

Dampaknya, subsidi pupuk tidak hanya diberikan pada petani, termasuk juga produsen untuk menutupi biaya distribusi.

Dukungan distribusinya, bisa melalui kios yang menjual sarana produksi pertanian. Sebagai gambaran di dalam data Potensi Desa (Podes) 2021, saat ini ada 32.457 desa/kelurahan (38,60 persen) yang terdiri dari 985 milik Koperasi Unit Desa (KUD), 8.051 desa milik Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), serta 26.407 desa milik selain KUD dan BUMDes.

Sementara, jika mengikuti harga pasar yang berbeda-beda, maka perlu regionalisasi harga pupuk, untuk mempermudah pemerintah menyusun persentase subsidi dari harga pasar.

Harapannya, kenaikan NTP juga dapat dinikmati dan mendorong peningkatan pendapatan petani gurem yang tak bergabung dengan Poktan.

https://money.kompas.com/read/2023/10/03/070000926/ntp-meningkat-petani-untung-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke