Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Memahami Tugas dan Sejarah Lembaga Penjamin Simpanan

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS merupakan lembaga independen yang bertugas menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia.

LPS juga bertugas menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.

Dalam tugasnya, LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.

Tak hanya itu, LPS juga menjamin simpanan nasabah bank syariah yang berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah, dan deposito mudharabah.

Nilai simpanan yang dijamin oleh LPS paling tinggi sebesar Rp 2 milyar per nasabah per bank sejak tanggal 13 Oktober 2008.

Apabila seorang nasabah mempunyai beberapa rekening simpanan pada satu bank, maka untuk menghitung simpanan yang dijamin, saldo seluruh rekening tersebut dijumlahkan. 

Nilai simpanan yang dijamin tersebut meliputi pokok ditambah bunga untuk bank konvensional, atau pokok ditambah bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah untuk bank syariah.

Adapun, simpanan di atas Rp 2 miliar akan diselesaikan oleh Tim Likuidasi berdasarkan hasil likuidasi kekayaan bank.

Berikut ini adalah beberapa tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS):

  • Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
  • Melaksanakan penjaminan simpanan.
  • Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.
  • Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik.
  • Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

Setelah mengetahui tugasnya, berikut ini adalah wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS):

  • Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
  • Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
  • Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
  • Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
  • Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
  • Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
  • Menunjuk, menguasakan, atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
  • Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
  • Menjatuhkan sanksi administratif.

Sejarah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

LPS dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009.

UU LPS diundangkan tanggal 22 September 2004 dan mulai berlaku efektif 12 bulan setelah diundangkan yaitu tanggal 22 September 2005.

Dengan berlaku efektifnya UU LPS, maka LPS mulai beroperasi secara penuh sejak tanggal 22 September 2005.

Dilansir dari laman resminya, berdirinya LPS diawali ketika krisis moneter 1998 yang terjadi di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Krisis perbankan di Indonesia terjadi ketika terdapat 16 bank yang dilikuidasi dan mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan Indonesia.

Dalam rangka mengatasi krisis tersebut, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). 

Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Namun begitu, ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.

Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. 

Pemerintah Indonesia lantas memandang perlunya kehadiran sebuah lembaga penjamin simpanan dan resolusi bank di Indonesia.

Pada 2004 pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, UU itu pula sebagai dasar hukum terbentuknya sebuah Lembaga Negara baru, yaitu Lembaga Penjamin Simpanan.

Setahun berselang, LPS resmi beroperasi pada 22 September 2005.

Teranyar, melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Perbankan (UU P2SK), LPS mendapatkan mandat untuk menjalankan Program Penjaminan Polis (PPP), yaitu lima tahun sejak UU ini disahkan.

Melalui mandat baru ini diharapkan dapat memberikan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung atau peserta dari perusahaan asuransi yang dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan.

Nantinya, dalam penyelenggaraan PPP, LPS berfungsi untuk menjamin polis asuransi dan melakukan resolusi perusahaan asuransi dengan cara likuidasi.

Penyelenggaraan PPP bertugas melindungi penjamin polis, dan setiap perusahaan asuransi wajib menjadi peserta penjamin polis, dengan keharusan wajib memiliki tingkat kesehatan tertentu.

Dalam penyelenggaraan PPP, perusahan asuransi yang akan mengikuti program, adalah perusahaan asuransi yang dinyatakan sehat, dan untuk mengetahui sehat atau tidaknya dan perusahaan asuransi tersebut LPS akan berkoordinasi dengan OJK.

https://money.kompas.com/read/2023/10/24/204000226/memahami-tugas-dan-sejarah-lembaga-penjamin-simpanan-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke