Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kemiskinan Struktural, Pendidikan, dan Indonesia Emas 2045

Tentu saja hal ini bisa dijelaskan secara ilmiah dan logis. Mau tidak mau, suka tidak suka kemiskinan adalah turunan. Inilah yang dikenal dengan kemiskinan struktural.

Saya melihat banyak dalam masyarakat ada satu pola yang membentuk semacam lingkaran warisan atau pola hidup yang diturunkan oleh orangtua kepada anaknya.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pernah mengatakan sebaiknya orang kaya menikah dengan orang miskin agar pola kemiskinan terurai.

Sebagian publik merespons negatif. Seolah-olah kurang empati dengan orang miskin.

Namun, Pak Menteri tidak asal bicara. Beliau adalah ahli sosiologi. Apa yang dikatakanya sangat tepat karena kemiskinan memang diturunkan atau diwariskan.

Bayangkan saja, misalnya satu keluarga dengan kategori miskin mempunyai tujuh anak yang tumbuh di lingkungan miskin.

Mereka mengalami stunting, pendidikan seadanya lalu menikah dengan orang yang ekonominya sama. Mereka kemudian akan melahirkan anak-anak dengan ekonomi sama. Kondisi ini akan terus berlanjut entah sampai kapan.

Menurunkan angka kemiskinan tidak sesederhana memberi bantuan langsung tunai (BLT) seumur hidup. Memang ada anak yang keluar dari lingkaran setan itu, tetapi berapa banyak?

BPS tahun ini, menetapkan standar bahwa orang miskin pendapatanya Rp 535.547 per kapita per bulan.

Dosen tetap non ASN saja penghasilannya Rp 1,7 juta sebulan. Ini adalah kalangan cendekiawan dan bergelar tinggi, bagaimana masyarakat lapisan terbawah?

Jumlah pasti angka orang miskin harus dikoreksi sehingga kita bisa dengan tepat mengetahui apa yang harus dilakukan untuk membuat Indonesia menjadi negara maju pada 2045.

Salah satu syarat untuk menjadi negara maju, pendapatan masyarakat Indonesia harus rata-rata Rp 15 juta sebulan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi harus setara 8 persen setahun.

Bagaimana pendapatan masyarakat kita hari ini? Sudah 20 tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya di kisaran 5 persen setahun.

Bank Dunia mengukur kategori orang miskin pendapatannya 3 dollar AS sehari. Jika menggunakan standar Bank Dunia tersebut, maka angka kemiskinan penduduk di Indonesia menjadi 110 juta orang.

Dengan demikian, gaji dosen tetap non ASN sekitar Rp 1,7 juta, kalau mengikut standar Bank Dunia berada di bawah garis kemiskinan.

Sementara itu, tidak logis standar orang miskin yang ditetapkan BPS, yakni dengan pendapatan Rp 535.547 per kapita per bulan.

Pasalnya, harga kebutuhan pokok kini begitu tinggi untuk hidup layak, terlebih di luar Jawa dengan harga-harga barang yang lebih mahal. 

Pendidikan menjadi kunci untuk keluar dari kemiskinan struktural. Pendidikan akan mengubah pola pikir masyarakat kategori miskin yang menurut standar bank dunia ada 110 juta orang di negara ini.

Dengan pendidikan yang tinggi, mereka akan lebih mudah mengakses beragam pekerjaan dan tentu saja akan meningkatan penghasilan ketimbang hanya mengantongi ijazah SD, SMP dan SMA.

Untuk itu, pemerintah memang harus menggenjot upaya perluasan akses dan pemerataan pendidikan tinggi di lapisan terbawah.

Tidak kalah penting adalah penyediaan lapangan kerja untuk tamatan perguruan tinggi.

Seruan agar lulusan mahasiswa menjadi pengusaha sebaiknya realistis. Untuk jadi pengusaha membutuhkan modal yang tidak sedikit.

Tantangan-tantangan di atas jika bisa dituntaskan akan menjadi kunci menuju Indonesia emas 2045.

Paling mudah dilaksanakan untuk membuat lompatan adalah pembangunan sektor industri secara besar-besaran untuk menyerap tenaga kerja.

Negara kita memiliki potensi segala jenis tambang. Tinggal bagaimana mengelola dan memanfaatkan sehingga 2045 pendapatan perkapita masyarakat bisa di kisaran Rp 15 juta sebulan.

https://money.kompas.com/read/2023/11/05/173000926/kemiskinan-struktural-pendidikan-dan-indonesia-emas-2045

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke