Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk Banjaran Surya Indrastomo mengungkapkan, hal tersebut berdampak baik untuk posisi nilai tukar rupiah.
"Karena devisa yang digunakan untuk normalisasi atau intervensi cenderung terbatas, untuk Bank Indonesia ini konteksnya durian runtuh yang alhamdulilah," kata dia dalam acara BSI Sharia Economic Outlook 2024, Jumat (17/11/2023).
Namun demikian, rupiah masih dibayang-bayangi oleh sentimen kenaikan sampai akhir tahun. Belum lagi, banyak ekonom memprediksikan masih akan terjadi satu kali lagi kenaikan suku bunga bank sentra Amerika Serikat (AS) The Fed sampai akhir tahun.
Namun begitu, dengan adanya perbaikan kondisi ekonomi beberapa minggu ini, harapannya dampak yang terjadi tidak akan terlalu parah.
Lebih lanjut, Banjaran yakin nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak akan tembus Rp 16.000. Hal ini dipengaruhi perekonomian global yang dinilai berhasil menghindari resesi.
Ketika hal tersebut terjadi, ia percaya modal asing akan kembali lagi ke pasar Indonesia sebagai emerging market.
"Kalau bicara apakah perekonomian akan tembus 5 persen atau flat, saya rasa, tembus 5 persen sudah optimistis," ungkap dia.
Dihubungi secara terpisah, Chief Economist PermataBank Josua Pardede menjelaskan, perekonomian AS memberikan sinyal pelemahan.
Hal tersebut dapat menurunkan ekspektasi terhadap kebijakan higher for longer dari The Fed.
Data ekonomi AS yang lebih lemah juga mendorong melemahnya harga minyak karena turunnya ekspektasi terhadap permintaan global.
Secara keseluruhan, Dollar Index diperdagangkan melemah sebesar 0,04 persen menjadi 104,35. Sentimen tersebut juga mendukung penurunan yield United States Treaties (UST), yang turun 10 poin menjadi 4,44 persen.
"Nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada di rentang Rp 15.500 sampai Rp 15.600," tutup dia.
https://money.kompas.com/read/2023/11/17/171516926/rupiah-diprediksi-tak-akan-tembus-rp-16000-per-dollar-as