Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Dugaan Suap SAP Jerman ke Pejabat KKP, Trenggono: Sedang Diidentifikasi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, dirinya baru mendapatkan informasi terkait perusahaan pembuat perangkat lunak (software) manajemen dan bisnis asal Jerman, SAP SE (SAP) yang diduga menyuap sejumlah pejabat pemerintah di Indonesia, termasuk pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Trenggono mengatakan, saat ini pihaknya sedang melakukan identifikasi terkait dugaan suap tersebut.

"Saya juga baru tahu, tetapi saya lagi identifikasi di dalam aplikasi apa gitu, aplikasinya kan belum tahu, itu kan di masa lalu, di periode yang lalu ya periode berapa 2015-2018," kata Trenggono saat ditemui di Hotel Aryaduta Menteng, Jakarta, Selasa, (16/1/2024).

Trenggono mengatakan, jika dugaan suap tersebut benar, mestinya ada jejak atau aplikasi tersebut dikenal oleh pejabat KKP sebelumnya.

Karenanya, kata dia, identifikasi masih terus dilakukan.

"Jadi harusnya ada jejaknya, artinya aplikasinya ada. Itu kan perusahaan aplikasi ya SAP itu tetapi kita kok belum ada, jadi salah satunya itu yang kita cari," ujarnya.

Lebih lanjut, Trenggono mengatakan, saat ini pihaknya belum berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani dugaan kasus korupsi tersebut.

"Saya cari dulu di dalam (KKP) dong, sekarang ada berita kayak gini terus kemudian apa project-nya dan di mana, bagaimana itu yang paling penting dan berapa direktorat jenderal di situ, nah baru setelah itu ternyata terindikasi benar baru saya komentar," ucap dia.

Duduk perkara dugaan suap SAP

Dilansir dari Tekno Kompas.com, Pembuat perangkat lunak (software) manajemen dan bisnis asal Jerman, SAP SE (SAP), diduga menyuap sejumlah pejabat pemerintah di Indonesia.

Dugaan suap ini tertuang dalam informasi resmi yang diterbitkan Departemen Kehakiman AS (United States Departement of Justice/DOJ) pada Rabu (10/1/2024) lalu. Selain menyuap pejabat di Indonesia, SAP juga diduga melakukan hal serupa kepada pejabat Afrika Selatan.

Atas praktik tersebut, dalam situs DOJ disebutkan bahwa SAP harus membayar denda 220 juta dollar AS (sekitar Rp 3,4 triliun) untuk menyelesaikan proses investigasi yang dilakukan oleh DOJ dan Komisi Sekuritas dan Bursa AS (Securities and Exchange Commision/SEC) yang telah berjalan sejak 2017 lalu.

Investigasi tersebut mengungkap bahwa SAP dianggap telah melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FPCA).


SAP disebut memberikan uang dalam bentuk tunai dan transfer, serta dalam bentuk barang-barang mewah kepada sejumlah pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia.

Selain itu, pada 2015-2018 lalu, SAP juga dinilai telah melakukan sejumlah skema suap kepada sejumlah pejabat negara untuk kepentingan perusahaan.

Uang suap tersebut kabarnya dipakai untuk mendapatkan jaringan dan keuntungan bisnis dari lembaga di Indonesia, selain lembaga resmi di Afrika Selatan.

Berdasarkan informasi di halaman DOJ AS, dua lembaga di Indonesia yang disebut menerima suap dari SAP adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika alias (BP3TI).

BP3TI sendiri telah beralih nama menjadi Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Inspektur yang memimpin investigasi ini, Eric SHen, mengatakan bahwa pihaknya saat ini bekerja sama dengan Biro Penyelidik Federal AS (FBI) dan jaksa dari Departemen Kehakiman AS untuk menyelesaikan proses hukum SAP ini dengan sejumlah pihak terkait.

"Upaya gabungan kami ini telah membuahkan hasil, sehingga SAP setuju untuk membayar uang hukuman pidana sebesar jumlah di atas, serta sepakat untuk melakukan tindakan perbaikan jangka panjang," ujar Eric, dikutip KompasTekno dari Justice.gov, Senin (15/1/2024).

https://money.kompas.com/read/2024/01/16/155118326/soal-dugaan-suap-sap-jerman-ke-pejabat-kkp-trenggono-sedang-diidentifikasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke