Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cadangan Gas RI Terbesar se-Asia Tenggara, tapi Tantangannya Monetisasinya Juga Banyak

JAKARTA, KOMPAS.com - Berdasarkan data Rystad Energy, diperkirakan Indonesia memiliki sumber daya gas lebih dari 100 trillion cubic feet (TCF). Volume ini mewakili hampir separuh dari total sumber daya gas di Asia Tenggara.

Namun, potensi sumberdaya yang besar saja tidak cukup karena tantangan sebenarnya adalah bagaimana monetisasi sumberdaya dapat segera dilakukan.

Sofwan Hadi, Country Head Indonesia Rystad Energy mengatakan, untuk mengoptimalkan cadangan gas Indonesia, khususnya bagi KKKS, memiliki tantangan yang kompleks.

"Sebagian besar potensi gas belum diproduksikan lantaran berada di wilayah deepwater serta memiliki kandungan CO2 tinggi,” ujar Sofwan melalui keterangannya, Rabu (24/1/2024).

Seperti diketahui pada akhir 2023 lalu ada penemuan sumber daya gas bumi "jumbo" di Wilayah Kerja South Andaman serta Geng North. Temuan ini diharapkan mampu berperan menjadi penyedia energi di dunia serta menarik investasi ke Indonesia.

Menurut Sofwan, prioritas utama saat ini memastikan bahwa Indonesia
tetap menjadi tujuan investasi investor global.

Untuk itu, salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang tepat demi mengantisipasi kebutuhan energi di masa depan, sekaligus memenuhi kebutuhan saat ini, khususnya dalam rangka menghadirkan energi rendah karbon.

“Strategi untuk memaksimalkan cadangan ini harus bertahap. Dalam jangka pendek, kita perlu fokus untuk menjalankan kembali proyek?proyek gas yang tertunda karena tantangan pada Mergers and Acquisition(M&A) dan keterbatasan keuangan,” ujar Sofwan.

Tantangan kebijakan low carbon, harga gas dan insentif

Dalam jangka menengah, lanjut Sofwan, pengembangan Blok Masela dan IDD menjadi sangat penting. Namun, masalah harga gas juga jadi salah satu faktor penentu kesuksesan pengembangan kedua blok tersebut.

“Tantangan berikutnya adalah penyesuaian dengan kebijakan low-carbon dan meningkatkan daya tarik fiskal proyek-proyek ini serta tidak lupa juga ketersediaan infrastruktur,” katanya.

Sofwan menjelaskan, pengembangan infrastruktur dan hub penting untuk
mengeksploitasi penemuan pada deepwater.

Selain itu, penyesuaian kebijakan penetapan harga gas domestik dan memastikan peningkatan demand gas yang stabil juga sangat penting.

“Sejalan dengan itu, kita harus memberikan prioritas untuk lebih mempromosikan potensi
eksplorasi di Indonesia pada perusahaan migas internasional,” katanya.

Menurut dia, insentif diperlukan untuk bisa memastikan keekonomian
proyek migas ke depan.

Rystad Energy menilai pendekatan Indonesia terhadap insentif fiskal telah cukup efektif. Pengenalan Simplified Gross Split PSC menjadi bukti dedikasi pemerintah untuk membuat proyek migas yang ada saat ini lebih menarik.

Ia menilai bahwa memasukkan insentif dengan basis waktu akan berdampak signifikan pada realisasi proyek.

Selain itu, keleluasaan yang diberikan pemerintah kepada KKKS terkait
pilihan PSC Gross Split atau kembali ke PSC Cost Recovery, cukup
menarik.

Tantangan teknologi

Selain itu, lanjutnya, kehadiran teknologi baru dalam sektor eksplorasi, produksi, dan pengolahan gas bumi di Indonesia juga dinilai sangat penting.

Partisipasi perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki
keahlian dalam bidang Enhanced Oil Recovery (EOR), Carbon Capture and
Storage (CCS), dan teknologi di area deepwater sangat diperlukan.

Pengembangan proyek gas bumi yang sukses, sangat penting untuk
meningkatkan pendapatan pemerintah dan memastikan pasokan stabil
untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Dalam konteks
ketegangan politik global saat ini, produksi gas domestik yang dimiliki
Indonesia juga menjadi hal sangat penting.

“Indonesia sebaiknya tidak melewatkan peluang untuk menggunakan gas bumi sebagai bahan bakar transisi dan untuk mengembangkan CCS hub,” jelas Sofwan.

Produksi gas RI sepanjang 2023

Sebagai informasi, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), realisasi produksi gas sepanjang 2023 sebesar 960 juta barel setara minyak per hari (BOEPD), di bawah target sebesar 1.100 juta BOEPD.

Realisasi tersebut meningkat bila dibandingkan 2022 yang tercatat sebesar 953 juta BOEPD.

Pemerintah mengklaim, porsi pemanfaatan gas untuk domestik tahun 2023 sebesar 68,2 persen, lebih besar dibandingkan porsi ekspor dengan realisasi penyaluran Gas Bumi Domestik 2023 sebesar 3.745 BBTUD.

Pemanfaatan gas domestik paling besar untuk industri sebesar 1.515,8 BBTUD (40,5 persen).

Pemerintah memiliki prioritas untuk membangun infrastruktur gas agar
tersambung antara Sumatera dan Jawa melalui dua proyek pipa transmisi yaitu Cirebon – Semarang serta Dumai Sei Mangkei dengan total panjang ruas pipa mencapai sekitar 760 km.

Setelah lama tidak digarap akhirnya pemerintah turun tangan mendanai sendiri proyek tersebut. Untuk Cirebon – Semarang (Cisem) tahap 1 sudah rampung, sementara untuk
Cisem tahap 2 serta Dumai – Sei Mangkei akan dikerjakan tahun ini.

https://money.kompas.com/read/2024/01/25/080000426/cadangan-gas-ri-terbesar-se-asia-tenggara-tapi-tantangannya-monetisasinya-juga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke