BANDUNG, KOMPAS.com - Siapa sangka, koperasi yang berlokasi di daerah pegunungan Jawa Barat bisa memproduksi kopi dengan memanfaatkan energi terbarukan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro alias PLTMH.
Pemanfaatan PLTMH di desa Dusun Tangsi Jaya yang berlokasi di Kecamatan Gunung Halu, Kabupaten Bandung Barat, bukan hanya menjadi “lilin” bagi penerang desa itu namun juga memberikan penghasilan tambahan bagi masyarakat sekitar dengan memproduksi kopi.
Sekretaris Koperasi Rimba Lestari Toto Sutanto bercerita, mulanya ide memanfaatkan sungai Ciputri muncul dari inisiatif kampung tetangga yang sudah memanfaatkan energi air sebagai sumber energi listriknya dengan kincir air.
"Kecil-kecilan tapi yah hanya bisa buat penerangan saja," ujarnya saat ditemui media dalam Jelajah Energi Jawa Barat bersama IESR, Kamis (25/1/2024).
Kemudian di tahun 2004, ide para tetua di kampung tersebut pun terdengar hingga ke wilayah-wilayah lain di Jawa Barat.
Seorang peneliti dari Cihanjuang, Kota Cimahi pun tergerak untuk melakukan penelitian mengenai pembangkit listrik tenaga air di kampung itu.
Peneliti itu membantu warga membangun pembangkit listrik yang lebih besar memakai generator. Selama peneliti itu berada di kampung itu, Toto pun semakin besar rasa keinginan tahunya untuk mengembangkan PLTMH di kampung tercintanya.
"Kapasitasnya 3.000 watt atau 3 KW. Nah dari sanalah saya tertarik untuk mengembangkan PLTMH ini," imbuhnya.
Singkatnya, PLTMH itu pun akhirnya resmi dibangun pada 2007. Pemerintah pun melirik karya kreativitas desa itu. Desa Gununghalu pun mendapatkan dana hibah dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat untuk merawat dan menjaga fasilitas itu.
Hingga saat ini ada 80 dari 100 rumah yang listriknya dipasok menggunakan PLTMH. Masing-masing rumah tangga mendapatkan jatah 450 watt dengan biaya iuran Rp 25.000 per bulan.
Pengembangan industri kopi
Dengan potensi yang ada, pelak masyarakat desa itu tak mau hanya menikmati PLTMH sebagai penerangan saja.
Meski demikian, mereka sepakat ingin mencari peluang yang ada untuk tamabahan penghasilan warganya.
Untungnya pada tahun 2009 mahasiswa pascasarjana Universitas Darma Persada yang sedang melakukan pengabdian masyarakat di sana, melihat desa itu memiliki kopi sebagai komoditas yang subur tumbuh di sana.
Berangkat dari sanalah pengolahan kopi dimulai dengan memasang merk kopi Tangsi Wangi dan resmi memulai produksinya dengan rutin sejak tahun 2010.
Dusun Tangsi Jaya memiliki 89 petani kopi yang juga tergabung dalam koperasi. Tanaman kopi yang ditanam di lahan dengan total luas 50 hektar itu dipanen pada Maret hingga April.
Dalam satu tahun, jumlah biji kopi yang dipanen mencapai 40 ton yang kemudian diolah menjadi bubuk kopi. Selain dari lahan Dusun Tangsi Jaya, koperasi juga menerima pasokan buah kopi dari dusun sekitarnya.
Kopi yang ditanam oleh warga desa itu akan dibeli koperasi Rimba dengan harga yang kompetitif yakni mulai Rp 10.000 hingga Rp 18.000 per kilogram.
“Semua proses produksinya kami pakai energi terbarukan mulai dari proses penggilingan hingga packaging,” ungkap Toto.
Kopi Tangsi Wangi itu pun dijual ke berbagai kota dari Jakarta hingga Jawa Timur. Dalam setahunnya, koperasi itu berhasil meraup omzet hingga Rp 400 juta.
Harapan Toto dengan PLTMH itu masih panjang. Dia berharap ada potensi lain yang bisa digarap di sana. Bahkan pihaknya juga berencana akan membangun PLTMH II berkapasitas lebih besar dari pemerintah hingga 30 kilowatt.
“Jadi kalau pembangunan nanti yang PLTMH kedua selesai, PLTMH sekarang akan dipakai semua untuk produksi kopi dan yang baru itu akan jadi kebutuhan listrik warga semuanya,” pungkasnya.
https://money.kompas.com/read/2024/01/29/074600026/cerita-koperasi-rimba-lestari-di-gununghalu-produksi-kopi-dengan-energi