Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peneliti Pangan ITB: Harga Beras Mahal Bukan Hanya karena Krisis Iklim

KOMPAS.com - Badan Pangan Nasional (Bapanas) beralasan bahwa perubahan iklim ekstrem menjadi salah satu penyebab melonjaknya harga beras baru-baru ini.

Perubahan iklim ekstrem yang dimaksud adalah El Nino, menyebabkan dampak signifikan pada sektor pangan.

Dikutip dari laman resmi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisik (BMKG), El Nino merupakan kondisi suhu permukaan laut di Samudera Pasifik ekuator bagian timur dan tengah yang lebih panas dari normalnya.

Akhirnya, curah hujan di Indonesia berkurang akibat pertumbuhan awan bergeser dari Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik bagian tengah.

Dr. Angga Dwiartama, Dosen dan Peneliti Pangan di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung (ITB) mengatakan, perubahan iklim memang berdampak pada produksi pertanian, tetapi bukan menjadi alasan satu-satunya.

"Tidak hanya perubahan iklim yang menurunkan produksi padi kita," kata Angga dalam diskusi daring bertajuk “Bahan Pokok Mahal: Pentingnya Keberlanjutan Pangan di Tengah Krisis Iklim” pada Selasa (5/3/2024).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang disampaikan oleh Angga, produksi pertanian Indonesia sempat meningkat pada 2016, mencapai puncak produksinya.

Padahal, ada El Nino cukup ekstrem pada 2015. Tepat setahun sebelumnya.

"Masalahnya, pada 2018, produksi pertanian kita turun, jatuh. Dari sekitar 80 juta ton gabah kering giling sampai ke 50 juta ton gabah kering giling," ungkap Angga.

Penurunan angka gabah kering giling terus terjadi selama bertahun-tahun hingga 2023 lalu.

Bahkan, Angga menyebut, 2023 dianggap sebagai titik terendah dalam 12 tahun belakang dalam produksi gabah kering giling.

"Artinya betul, perubahan iklim berpengaruh terhadap penurunan produktivitas, tetapi produksi overall kita juga terjadi karena faktor-faktor lain," ungkap Angga.

El Nino mengancam kerentanan sistem pangan

Angga mengatakan, sistem pangan Indonesia rentan terhadap beberapa hal selain El Nino, yakni pandemi, alih fungsi lahan, hingga petani meninggalkan sektor pertanian.

Lebih lanjut, ia menunjukkan data produksi dan harga beras internasional sejak 1961-2009.

El Nino terparah sempat terjadi pada 1997 yang berdampak pada harga beras internasional melonjak.

Menurut Angga, hal yang membuat petani di pedesaan kelimpungan saat itu bukan sepenuhnya karena krisis finansial, tetapi juga El Nino, lalu berdampak pada harga internasional dan inflasi.

"Masalahnya, bukan El Nino karena El Nino akan selalu ada, tetapi bahwa sistem produksi pertanian kita sangat rentan terhadap hal-hal seperti ini," ungkap Angga.

Bicara soal kerentanan petani, Angga memfokuskan pada petani kecil dengan lahan di bawah 0,5 hektar.

Itu sebabnya, sulit mengandalkan teknologi terbaru pada para petani ini karena dinilai sangat rentan.

Begitu terkena faktor yang disebutkan, bisa jadi petani mengalihfungsikan lahan dan tidak lagi menanam padi.

"Kerentanan itu sangat bergantung pada tiga hal, yaitu exposure, sensivity, dan adaptive capacity," ucap Angga.

Exposure yang dimaksud adalah seberapa parah El Nino dan dampaknya pada pertanian, sementara sensitivity berhubungan dengan lahan tanam yang tidak tahan dengan iklim ekstrem.

"Sementara ada kok daerah-daerah produksi padi yang mempunyai sistem iklim mikro lebih terbangun. Di Bali, misalnya, mereka punya tata air subak di mana petani bisa mengelola air secara kolektif," jelas Angga.

Sistem iklim mikro ini dapat membantu petani mengatur pola tanam dan beradaptasi baik dengan iklim ekstrem.

  • Tantangan Menghadapi Sistem Pangan Berkelanjutan di Indonesia
  • Bagaimana Cara Atasi Krisis Ketahanan Pangan di Indonesia?
  • Hadapi Krisis Ketahanan Pangan, Bappenas Ajak Masyarakat Tanam Hidroponik

https://money.kompas.com/read/2024/03/06/171025926/peneliti-pangan-itb-harga-beras-mahal-bukan-hanya-karena-krisis-iklim

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke