Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kian Digemari hingga Jadi Tren, LPEI Dorong Ekspor Produk Organik Indonesia agar Mendunia

KOMPAS.com – Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terus mendorong ekspor produk pertanian organik ke berbagai negara, khususnya Eropa dan Amerika Serikat (AS). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan ekspor produk pertanian organik.

Menurut data Precedence Research, potensi makanan organik global diprediksi akan mencapai 546,97 juta dollar AS pada 2032 dengan compound annual growth rate (CAGR) 11,6 persen dari 2023-2032.

Di sisi lain, Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Tim Economist LPEI menunjukkan bahwa secara ekspor nasional 2023, produk buah-buahan berkontribusi sebesar 637,93 juta dollar AS dengan volume ekspor meningkat 10,28 persen year-on-year (yoy) yang mencapai 1,20 juta ton.

Sementara itu, rempah-rempah berkontribusi sebesar 613,79 juta dollar AS dengan peningkatan volume hingga 26,75 persen yang mencapai 157.790 ton.

Kemudian, pada Januari-Maret 2024, kinerja ekspor buah-buahan dan rempah juga terbilang baik. Nilai ekspor buah-buahan mencapai 262,44 juta dollar AS atau naik 65,37 persen yoy dari periode Januari-Maret 2023.

Untuk produk rempah, nilai ekspor meningkat 13,58 persen yoy atau mencapai 178,47 juta dollar AS dibandingkan periode Januari-Maret 2023.

Data peningkatan nilai ekspor tersebut mengindikasikan bahwa komoditas buah-buahan dan rempah Indonesia menjadi incaran pasar internasional.

Adapun, salah satu perusahaan yang terus meningkatkan ekspor produk organik ke mancanegara adalah PT Mega Inovasi Organik (MIO). Direktur PT MIO Dippos Naloanro mengungkapkan, perusahaannya memiliki visi dalam membangun ekosistem pertanian organik di Indonesia.

“Saat pandemi Covid-19 lalu, permintaan pangan turun, tetapi produk organik di seluruh dunia tetap tumbuh 10 persen karena pasar sudah mulai paham dan peduli tentang isu-isu kesehatan, terutama bahan-bahan kimia yang digunakan dalam sebuah produk,” ujar Anro dalam keterangan persnya, Jumat (14/6/2024).

Menurutnya, dalam 20 tahun ke depan, produk organik dapat mendominasi pasar. Sebab, produk ini banyak digemari dengan alasan lebih sehat dan bebas dari bahan kimiawi yang berdampak pada kesehatan.

Di samping itu, Anro menyampaikan bahwa potensi ekspor produk organik sangatlah besar. Sebagai contoh, buah markisa organik dapat diserap sampai 1 ton per minggu oleh Pasar Eropa.

Oleh karena itu, PT MIO terus berupaya menjalin kerja sama dengan mitra petani dalam hal edukasi dan pembinaan bagi petani untuk melakukan sertifikasi produk organik bagi pangsa pasar ekspor dan dalam negeri.

Bahkan, saat ini PT MIO telah bekerja sama dengan lebih dari 2.500 petani dari Sumatera, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur untuk menghasilkan berbagai produk organik yang diminati pasar Eropa dan AS melalui konsep pertanian terintegrasi dalam satu lahan sebagai langkah diversifikasi hasil pertanian.

Dalam satu lahan seluas 2.000-3.000 meter persegi (m2), petani dapat menanam gula kelapa; buah-buahan, seperti markisa, manggis, mangga, nanas, dan sirsak; bumbu dan rempah seperti daun pandan, vanilla, jahe, kunyit, dan temulawak.

Melalui pertanian organik tersebut, petani binaan PT MIO dapat menghasilkan Rp 7.000.000 per bulan dari hasil pengolahan produk gula semut. Sebelum menjadi petani organik, petani hanya menghasilkan Rp 3.000.000-4.000.000 per bulan saja dari penjualan gula cetak.

“Itu baru satu produk dari gula kelapa pendapatan petani meningkat 30-40 persen. Dengan membangun konsep terintegrasi petani biasanya mengelola lahan dengan 4 jenis produk organik,” ujar Anro.

“Saya pernah menghitung kasar jika petani memiliki lahan 3.000 meter persegi ditanamkan berbagai produk organik maka bisa mendapatkan penghasilan Rp 80-90 juta per tahun,” jelasnya.

Di samping melakukan kerja sama pengembangan hasil pertanian, PT MIO juga memantau produk-produk yang dihasilkan petani agar sesuai standar organik yang telah ditentukan. PT MIO juga akan terus menyerap hasil produk organik dari mitra petani.

Misalnya saja, tanaman rempah andaliman yang tumbuh liar di sekitar Danau Toba dengan pohon penuh duri. Biasanya, sebelum masa panen, harga komoditas ini dapat dijual dengan harga Rp 150.000 per kilogram (kg). Akan tetapi, saat musim panen, harga komoditas ini justru terjun bebas hingga Rp 10.000 per kg-nya.

“Saya katakan ke mitra petani di Danau Toba, andaliman ini memiliki pasar di Eropa. Kami akan beli harganya empat kali lipat dari harga pasar di saat panen raya. Mereka semua riang gembira karena mereka dapat menikmati harga bagus di saat panen raya andaliman,” ucap Anro.

Selain andaliman, Anro menyampaikan bahwa PT MIO juga turut berkontribusi dalam melestarikan tanaman rempah endemik lainnya, seperti kemukus yang hanya tumbuh di Jawa Tengah (Jateng).

“Kemukus ini memiliki pangsa pasar niche di Eropa. Beberapa customer mengolahnya untuk menjadi campuran minuman ataupun campuran rempah dalam mengolah makanan daging untuk lebih kaya rasa,” tambahnya.

Lebih lanjut, Anro memberikan apresiasi kepada LPEI atas dukungan yang diberikan kepada PT MIO dalam mendorong ekspor produk organik. Menurutnya, LPEI memiliki peran yang mendukung, karena kecepatannya dalam memberikan fasilitas keuangan.

“Kolaborasi ini dapat ditingkatkan ke level yang lebih tinggi lagi yaitu LPEI dapat membantu komunitas-komunitas petani ini menjadi komunitas petani penghasil devisa seperti konsep Desa Devisa LPEI agar petani dapat lebih bertumbuh lagi produksi dan kualitasnya,” ungkap Anro.

Ia pun berpesan kepada anak muda yang ingin terjun di bidang pertanian organik untuk menikmati setiap aktivitas yang dijalankan.

“Just do it, kalau kita punya mimpi turunkan dalam aktivitas dan nikmati aktivitas itu setiap hari. Jangan pikirkan pasarnya dulu nanti akan datang sendiri selama kita menikmati. Tidak ada proses yang instan,” tutur Anro.

Sementara itu, Kepala Divisi NIA, Trade Finance and Financing (NTF) LPEI Berlianto Wibowo menyampaikan, LPEI mendukung para pelaku usaha yang berorientasi ekspor untuk mengembangkan usahanya melalui pemberian fasilitas Penugasan Khusus Ekspor (PKE).

“Program PKE ini menyediakan fasilitas pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk transaksi atau proyek yang mungkin sulit dilaksanakan secara komersial, tetapi dianggap penting oleh pemerintah untuk mendukung kebijakan atau program ekspor nasional,” jelas Berlianto.

Menurut Berlianto, hingga April 2024, LPEI telah melaksanakan disbursement fasilitas PKE hingga Rp 15,2 triliun dengan total lebih dari 90 negara tujuan ekspor.

Selain itu, LPEI juga memberikan dukungan PKE bagi usaha kecil dan menengah (UKM) dengan menyalurkan Rp 1.032 miliar hingga April 2024.

Dirinya menyebutkan, LPEI akan terus berkomitmen mendukung produk lokal Indonesia untuk mendunia dengan memberikan fasilitas unggulan bagi para pelaku usaha.

https://money.kompas.com/read/2024/06/14/124040026/kian-digemari-hingga-jadi-tren-lpei-dorong-ekspor-produk-organik-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke