Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjualan Krakatau Steel Belum Jelas

Kompas.com - 15/04/2008, 08:01 WIB

 JAKARTA,SELASA - Rencana penjualan perusahaan BUMN yang bergerak dalam industri baja, PT Krakatau Steel, belum mencapai tahap final. Walaupun ada investor asing yang menyatakan minat membeli sebagian saham PT KS, mekanisme penjualan aset pemerintah itu tetap harus melalui persetujuan DPR.

Komisaris Utama PT Krakatau Steel Taufiequrrahman Ruki di Jakarta, Senin (14/4), menjelaskan, ”Salah satu keputusan pemerintah tahun 2008 adalah melakukan privatisasi terhadap 10 perusahaan milik negara. Privatisasi PT KS dilakukan melalui strategic sales sebesar 40 persen. Itu baru usulan dari tim pemerintah yang membutuhkan persetujuan DPR.”

Taufiequrrahman menyatakan, penjualan aset KS itu masih sebatas wacana. Ironisnya, wacana itu tidak ditangkap secara tepat oleh karyawan KS sehingga sudah dianggap menjadi keputusan final pemerintah. Menurut dia, wacana ini semakin mengemuka setelah produsen baja asal India, Arcelor-Mittal, menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam keterangan kepada pers, perusahaan itu berminat dan menyatakan kesiapannya menguasai saham PT KS sebesar 40 persen. ”Kami sebagai komisaris KS pun sempat bertanya kepada pemerintah, apakah penjualan aset ini sesungguhnya bertujuan memperkuat perusahaan KS? Ataukah untuk menyelamatkan anggaran negara?” tanya Taufiequrrahman.

Dari jawaban pemerintah, menurut Taufiequrrahman, gagasan penjualan aset itu dilakukan untuk memperkuat modal KS. Bagi jajaran direksi KS sendiri, perkuatan modal tidak harus dilakukan dengan cara menjual sebesar 40 persen. ”KS cukup melakukan IPO sebesar 20 persen karena KS sudah memiliki rencana strategis sampai tahun 2011 berupa peningkatan jumlah produksi dari 2,5 juta ton menjadi 5 juta ton per tahun,” ujar Taufiequrrahman.

Dari rencana strategis itu, peningkatan produksi KS dinilai bisa memberikan kontribusi pada kebutuhan baja nasional yang mencapai 12 juta ton per tahun. Kelangsungan hidup KS juga dapat dipertahankan.

Kontribusi tak sepadan

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Lutfi secara terpisah mengatakan, penjualan sebagian saham KS kepada Mittal merupakan opsi menaikkan produksi baja Indonesia dan membesarkan KS. ”KS sudah beroperasi selama 20 tahun, tetapi produksi cuma 2,5 juta ton per tahun. Memang tidak rugi, tetapi kontribusi ke pemerintah kan tidak sepadan,” ujar Lutfi.

Menurut Lutfi, Mittal menawarkan untuk membeli 30 persen saham KS. Dana yang diperoleh dari penjualan saham itu langsung diinvestasikan untuk membentuk pabrik baru di Cilegon dengan kapasitas 5 juta ton. Semula Mittal berminat berinvestasi pada pengolahan baja melalui pengembangan tambang di Kalimantan Selatan, tetapi prosesnya butuh waktu sekitar 10 tahun. Akhirnya muncul tawaran untuk membeli saham KS. Mayoritas saham KS tetap dimiliki pemerintah, sedangkan di perusahaan joint venture untuk pabrik baru ini, Mittal yang menjadi mayoritas.

”Dengan cara ini, pemerintah tetap memegang kontrol atas KS, tetapi kita dapat tambahan produksi baja untuk memenuhi kebutuhan baja bagi industri nasional. Namun sekali lagi, ini hanya sekadar penawaran yang bergantung pada bagaimana kita menindaklanjutinya,” paparnya.

Anggota Komisi VI DPR, Choirul Sholeh Rasyid, menuturkan, sesuai dengan mekanisme Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, pembinaan, pengelolaan, dan pengawasan BUMN, tahapan penjualan aset harus melalui tim privatisasi. Menurut Choirul, Komisi VI akan berperan dalam menindaklanjuti dengan mengkritisi kajian kelangsungan industrinya, sedangkan Komisi XI akan mengkaji aspek keuangannya.

Choirul mengatakan, kapabilitas KS sesungguhnya masih bisa dijadikan andalan negara. KS merupakan industri strategis yang masih layak dikembangkan. Potensi pasarnya sangat besar. ”Kita perlu mendorong KS melakukan restrukturisasi. Entah sistem produksi ataupun marketingnya,” ujarnya. (OSA/DOT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com