Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maria, Si Insinyur Tukang Jamu

Kompas.com - 18/09/2008, 11:13 WIB

MARIA sudah pasti menerima "kebiasaan" yang turun-temurun berlangsung di dalam lingkungan keluarganya. Perempuan berambut sebahu ini memang tak bisa menghindar dari kenyataan kalau dirinya adalah anak kandung tertua dari keluarga Irwan Hidayat. "Di keluarga saya, sama seperti papa, anak tertua mesti bertanggung jawab kalau ada apa-apa," kata putri pertama dari generasi terkini keluarga besar Direktur Utama PT Jamu Sido Muncul ini mengawali perbincangan dengan Kompas.com, pekan lalu.

Maria, lulusan Fakultas Teknologi Industri Universitas Washington di Seattle, Amerika Serikat, pada 1998 ini cuma butuh waktu sebentar untuk tercebur di perusahaan keluarga setelah sempat bekerja di perusahaan swasta di negara tempatnya menuntut ilmu. "Saya pulang tahun 2000 dan langsung ke pabrik di Semarang," kenangnya.

Seperti khalayak mafhum, sejak 1997, Irwan Hidayat membangun pabrik jamu modern dengan sertifikasi industri farmasi di kawasan Klepu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dengan nilai investasi sekitar Rp 30 miliar, pabrik di atas tanah seluas 32 hektare itu lengkap dengan laboratorium berikut sarana agrowisata.

Maria, kini ibu dua anak perempuan, bahkan sampai sekarang tak memiliki jabatan khusus di perusahaan keluarga yang berdiri sejak 1951 itu. Oleh generasi ketiga ---Irwan Hidayat dan keempat adiknya --- dirinya merasa diberi kesempatan luas untuk belajar mengelola perusahaan. "Anak-anak nggak dikasih jabatan. Cemplungin aja gitu. Belajar sendiri. Mungkin maksudnya buat belajar dulu," katanya.

Kala itu, pabrik di Klepu relatif masih baru. Makanya, manajemen memandang ada beberapa hal yang perlu diperbarui. Lantaran alasan itulah, Maria ikut ambil bagian dalam tim untuk menyusun penataan pabrik. "Saya kayak konsultan aja waktu itu," ujar kelahiran Jakarta 8 Maret 1976 ini.

Mengikuti arus perkembangan, SidoMuncul di tangan Irwan Hidayat dan adik-adiknya, patut diakui, berkembang menjadi perusahaan yang melesat maju. Seturut catatan, sejak diluncurkan hingga sekarang, produk minuman berenergi Kuku Bima Ener-G yang menjadi andalan bersama Tolak Angin berada di urutan teratas total produksi yang mencapai 250 juta sachet per tahun.

Selain itu, sertifikasi industri farmasi membuat seluruh produk perusahaan jamu rintisan Sang Nenek, Nyonya Rakhmat Sulistyo ini "naik gengsi". Soalnya, seluruh produk yang meliputi 150 item tersebut menjadi setara dengan obat bikinan industri farmasi. "Industri jamu sudah modern," imbuh Maria menegaskan.

Namun, bagi pemilik nama lengkap Maria Reviani Hidayat ini, tantangan terbesar justru berawal dari sini. Karena, pihaknya masih butuh kerja keras untuk meyakinkan masyarakat bahwa industri jamu sudah modern.

Ini sedikit kisah saat SidoMuncul mencoba melakukan diversifikasi produk. "Waktu itu kita keluarkan kecap. Nah, orang yang nyoba malah bilang kok kecapnya bau jamu sih? Itu tantangannya," terang Maria seraya menambahkan pengalaman itu membuat perusahaan menemukan jati diri lebih fokus dan serius menggarap segmen jamu berikut minuman kesehatan.

Maria memaparkan, perhatian masyarakat terhadap produk, salah satunya, terbentuk dari proses komunikasi melalui iklan. Menurut hematnya, ada perubahan penting sejak perusahaan memandang jamu sebagai produk industri modern. Kalau dulu, bintang iklan jamu berasal dari tokoh- tokoh yang penuh canda, kini, ikonnya bergeser ke sosok yang dianggap berkarisma pintar. "Tayangan laboratorium dan pabrik jamu juga untuk meyakinkan masyarakat kalau jamu kini adalah industri modern," tutur penikmat jalan-jalan yang mimpinya ingin ke Bunaken belum terwujud sampai sekarang.

Ide menaikkan kelas jamu di mata masyarakat juga membuat Maria masih menggenggam angan memiliki kafe yang menyajikan minuman herbal. Kafe seperti ini bakal tersebar di berbagai lokasi di kota besar di Tanah Air, khususnya, untuk menjaring peminum jamu dari kalangan menengah ke atas. "Kami mesti menyajikan jamu yang tidak pahit rasanya, misalnya. Ini beda dengan kalangan bawah yang tidak terpengaruh oleh rasa pahit jamu," kata isteri Indrawan Tauhid ini.

Sementara itu, pasar jamu pada 2008 yang menyentuh angka Rp 3 triliun memang dekat dengan semangat modernisasi industri. Tapi, dalam pandangan Maria, semangat itu tidak meninggalkan realita bahwa industri jamu menyerap banyak tenaga kerja. "Saya belajar dari keluarga kalau bekerja jangan melulu memikirkan bisnis. Pikirkan juga tenaga kerja. Karena, perusahaan menjadi sumber penghasilan bagi banyak orang," ujarnya.

Berangkat dari situlah, Maria yang mengaku bangga berkecimpung di industri kesehatan ini, memilih untuk memilah-milah perubahan baru yang dijalankan di perusahaan, termasuk efisiensi biaya mulai dari produksi hingga distribusi. "Perubahan yang saya buat jangan sampai membuat para karyawan resah," kata Maria yang selalu memegang teguh prinsip menghormati seluruh karyawan.

Dalam hitungan Maria, ada sekitar 2.000 karyawan di pabrik saat ini. Jumlah itu belum termasuk para distributor, agen, hingga penjual jamu gendong yang banyak dijumpai. Oleh karena itu, mudik bersama dengan para penjual jamu dengan ratusan bus yang saat ini memasuki kali ke-19 sejak 1991 menjadi salah satu bentuk nyata tanggung jawab sosial perusahaan. "Saya senang karena acara itu menginspirasikan banyak perusahaan berbuat hal sama," ujarnya.

Sekarang, sudah delapan dari 13 orang generasi terkini, termasuk Maria, bekerja di grup SidoMuncul. Kedelapan orang ini memang sudah diberi cukup banyak  kepercayaan mengelola perusahaan. "Penting bagi kami menjalin keterbukaan. Makanya, kalau ada apa-apa, kami meeting. Kita ngomongin apa aja," kata Maria yang berpandangan nilai kekeluargaan harus kuat untuk mencegah perpecahan dalam perusahaan keluarga.

"Sebuah perusahaan keluarga bisa pecah bukan karena uang. Kadang- kadang, pecahnya itu karena ada anggota keluarga yang merasa kurang dihargai," tutur sosok yang memilih mengambil spirit positif dari buku The Secret ini mewanti-wanti.

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com