Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Warga Cilacap Ikuti Ritual Sedekah Laut

Kompas.com - 03/01/2009, 12:29 WIB

CILACAP, SABTU — Ribuan warga dan nelayan di Cilacap, Jawa Tengah, Jumat, mengikuti ritual tahunan "Gelar Budaya Sedekah Laut" sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya yang diberikan selama ini.

Tradisi tahunan ini dimulai sejak Kamis (2/1) dengan menggelar tirakatan semalam suntuk yang berpusat di Pendopo Wijayakusuma Sakti dan di pelosok perkampungan nelayan di seluruh Cilacap.

Ritual dilanjutkan Jumat pagi dengan arak-arakan dari Pendopo Wijayakusuma Sakti menuju Pantai Teluk Penyu sejauh 5 kilometer.

Sebelum arak-arakan diberangkatkan, dilakukan prosesi yang menggambarkan "seserahan" (penyerahan) sesaji berupa "jolen tunggul" (tempat sesaji) dari Adipati Cakrawerdaya III (Bupati Cilacap ke-3) kepada para nelayan.

Setelah prosesi tersebut, arak-arakan yang terdiri iring-iringan ratusan prajurit, barisan pembawa umbul-umbul, dua kereta kuda, dan iring-iringan delapan "jolen" yang mewakili kelompok nelayan serta satu "jolen tunggul" yang mewakili pemerintahan.

Iring-iringan "jolen" dalam ritual kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya lantaran seluruh "jolen" diberangkatkan bersama sehingga dapat sampai di tempat pelarungan secara bersamaan.

Sementara dalam sedekah laut tahun lalu, "jolen tunggul" milik Pemerintah Kabupaten Cilacap diberangkatkan dahulu dan disusul "jolen-jolen" milik delapan kelompok nelayan.

Sesampainya di Pantai Teluk Penyu, seluruh "jolen" tersebut segera diserahkan kepada sesepuh nelayan "Pandanaran" yang dilanjutkan dengan doa kepada Tuhan YME sebagai wujud syukur dan permohonan keselamatan kepada-Nya.

Selanjutnya seluruh "jolen" berisi sesaji tersebut dibawa menggunakan perahu ke Pantai Nusakambangan untuk dilarung di sana.

Dalam prosesi pelarungan di Pantai Nusakambangan diikuti lebih dari 1.000 perahu nelayan.

Kegiatan "sedekah laut" merupakan tradisi tahunan yang sudah berlangsung sejak zaman pemerintahan Adipati Cakrawerdaya III pada tahun 1817.

Namun, tradisi tersebut sempat terhenti dan dihidupkan kembali semasa Bupati Poedjono Pranjoto tahun 1982 hingga sekarang. (ANT)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com