Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Petani Penyewa Kesulitan Mengakses Kartu Pupuk

Kompas.com - 24/02/2009, 21:55 WIB

 

BANYUMAS, SELASA - Meski di satu sisi mempermudah distribusi pupuk bersubsidi ke petani, penerapan kartu kendali untuk pengadaan pupuk masih menyisakan masalah. Banyak petani yang belum mendapatkan kartu tersebut karena pola penggarapan sewa. Di samping it u, banyak petani yang mengeluh jatah pupuk mereka menjadi berkurang hingga 100 persen.

Ketua Kelompok Tani Tani Jaya Desa Susukan, Kecamatan Subang, Banyumas, Jawa Tengah, Pardi, Selasa (24/2), mengatakan, di desanya 50 persen petani berstatus sewa. Me reka tak menggarap lahan garapan secara permanen. Hal tersebut mempersulit pendataan.

"Kalau yang dilihat kepemilikan tanahnya, petani penyewa ini banyak yang tak mendapat kartu kendali. Padahal, mereka ini yang butuh," kata dia.

Terkadang, lanjut dia, petani yang sudah didata di musim tanam berikutnya tak lagi menggarap lahan. Setiap lahan, pola dan jangka waktu sewanya berbeda.

Untuk mengatasi hal tersebut, Gapoktan Tani Jaya menempuh jalan dengan hanya menyerahkan kartu kendali kepada petani pengg arap yang saat musim tanam menggarap lahan yang ada. Namun demikian, dalam praktiknya hal itu tak mudah meskipun akhirnya jumlah petani penyewa yang tak mendapatkan jatah kartu kendali dapat ditekan.

Masalah lain yang timbul adalah jauh berkurangnya jata h pupuk bersubsidi untuk petani. Dengan kartu kendali, per 100 ubin petani hanya mendapat 35 kilogram pupuk bersubsidi. Padahal, pada masa-masa tanam sebelumnya, rata-rata penggunaan pupuk mereka 70 kg per 100 ubin atau setara dengan 1.700 meter persegi.

"Bagi petani yang masih terbiasa untuk menggunakan pupuk kimia dalam jumlah besar hal itu merepotkan. Mereka khawatir pertumbuhan tanaman tak baik lagi," kata dia.

Namun, ada juga petani yang tak memperdulikan jatah itu. Mereka ini lebih memilih mengoptimalkan pupuk organik di samping kimia.

Salahudin (37), petani di Desa Dukuhwaluh, mengatakan, pada awalnya jatah pupuk bersubsidi yang hanya separuh dari biasanya itu membuatnya ragu. Namun demikian, dia sadar, penggunaan pupuk kimia yang banyak akan membuat tanahnya kian tak subur di masa mendatang.

"Saya harap itu hanya ketakutan saya saja. Semoga hasilnya juga tetap baik. Lagi pula, kalau memakai pupuk kompos, biayanya lebih murah," tandas dia.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com