Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suku Bunga Tinggi Keputusan Keliru Bank

Kompas.com - 06/04/2009, 05:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Perbankan menjalankan kebijakan yang keliru bila tetap bersikeras mempertahankan suku bunga kredit tinggi. Pasalnya, jika suku bunga kredit diturunkan, roda perekonomian dapat berputar lebih cepat. Selain itu, ancaman kredit macet pun dapat diminimalkan.

Demikian dikatakan Direktur Utama PT Bakrieland Development Tbk Hiramsyah S Thaib, Minggu (5/4), kepada Kompas. Bakrieland adalah pengembang yang membangun hunian Rasuna Epicentrum dan rumah susun di Pulo Gebang, Jakarta Timur. ”Saya sangat menyayangkan lambannya perbankan menurunkan suku bunga kredit,” ujar Hiramsyah.

Pada Jumat, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan BI (BI Rate) hingga 7,5 persen. Namun, BI Rate tidak diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan. ”Saat ini perbankan tak mau menurunkan suku bunga kredit untuk menumpuk keuntungan sebesar-besarnya. Perbankan mengira profit itu nantinya dapat menjadi dana cadangan untuk melakukan pencadangan aktiva produktif atas kredit macet. Itu jelas salah,” ujar Hiramsyah.

Untuk mencegah kredit macet, seharusnya suku bunga kredit diturunkan. Jika perbankan hanya memupuk pencadangan aktiva produktif, itu hanya menguntungkan perbankan, tanpa menggerakkan sektor riil. Menurut Hiramsyah, di berbagai negara, pelambatan ekonomi selalu diimbangi dengan penurunan suku bunga kredit supaya ekonomi bertumbuh. Namun, hal itu tidak terjadi di Indonesia.

Perpanjang tenor pinjaman

Pengamat properti, Panangian Simanungkalit, mengatakan, jika tidak mau menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR), perbankan dapat saja menyiasatinya dengan memperpanjang tenor pinjaman. ”Lamanya pinjaman dapat diperpanjang dari 10 hingga 15 tahun menjadi 30 hingga 40 tahun. Pertama, ini akan meringankan beban masyarakat. Kedua, ancaman kredit macet bagi perbankan dapat dihindari,” ujar Panangian.

Sementara itu, penjualan rumah menengah nonsubsidi mengalami penurunan sekitar 30 persen pada Februari dan Maret 2009. Hal itu, antara lain, dipicu oleh masih tingginya suku bunga kredit perumahan.

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia Teguh Satria, penurunan BI Rate hingga kini belum efektif karena belum diikuti dengan penurunan suku bunga KPR. Sejak Desember 2008, bank-bank komersial baru menurunkan suku bunga KPR sebanyak 50 basis poin, yakni antara 14 persen dan 18 persen per tahun.

Lambatnya penurunan itu memicu konsumen rumah menengah dengan kisaran harga Rp 150 juta-Rp 1 miliar menunda pembelian sampai bunga KPR diturunkan. Teguh mengatakan, otoritas moneter dan Departemen Keuangan seharusnya mengambil kebijakan yang mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga KPR. Hal itu diperlukan agar sektor riil bisa menggeliat lagi. (RYO/LKT/REI)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com