Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pajak Minuman Dikorupsi

Kompas.com - 20/04/2009, 10:03 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Korupsi yang sistematis dan ketidakmampuan sistem pajak dalam mengontrol jumlah alkohol yang dibutuhkan masyarakat di dalam negeri membuat negara kehilangan potensi penerimaan dari pajak atas impor minuman beralkohol senilai Rp 1,538 triliun. Angka ini 24 kali lebih besar dari Rp 62 miliar penerimaan pajak riil atas impor minuman beralkohol tahun 2008.

Demikian dikemukakan peneliti Departemen Ekonomi dari Pusat Studi Internasional dan Strategis (CSIS), Dionisius A Narjoko dan Teguh Yudo, di Jakarta, Sabtu (19/4).

Dalam laporan itu disebutkan, PT Sarinah sebagai agen tunggal pengimpor minuman beralkohol melaporkan bahwa tidak ada pajak atas impor minuman beralkohol untuk kas negara tahun 2007. Pada tahun 2008, penerimaan dari pajak tersebut hanya Rp 62 miliar, padahal penerimaan potensial dari pajak atas impor minuman beralkohol bisa mencapai Rp 1,6 triliun.

Rendahnya penerimaan pajak tersebut tidak perlu terjadi karena tarif pajak atas impor minuman beralkohol sangat tinggi, yakni 500 persen dari harga asalnya. Tarif yang jauh lebih tinggi dibandingkan standar internasional ini bertujuan menurunkan tingkat konsumsi alkohol dan mendapatkan penerimaan dari sejumlah kecil pengusaha minuman keras yang melaporkan diri secara jujur.

Penerimaan pajak ini sangat rendah karena 40-60 persen konsumsi alkohol di Indonesia dari pasar gelap. Hal ini disebabkan oleh sistem pajak yang berlaku di Indonesia tidak mampu mengendalikan, mengukur, serta memengaruhi arus dan tingkat konsumsi alkohol.

”Sistem pajak yang ada terbukti tidak efektif karena ada korupsi dan transparansi yang lemah. Korupsi menghasilkan lahan bermain yang tidak kompetitif dan tidak adil bagi perusahaan. Menjadi penyelundup mendapatkan keuntungan yang lebih besar daripada berbisnis sah,” ujar Dionisius dan Teguh.

Sejak awal, Indonesia tergolong negara yang sangat membatasi peredaran alkohol di dalam negeri karena sifat negatif yang dikandungnya, yakni memabukkan. Atas dasar itu, alkohol masuk dalam kategori barang yang dipajaki secara berlapis. Sebagai barang kepabeanan, alkohol dikenai bea cukai dan sebagai komoditas perdagangan alkohol juga tetap dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hanya ada dua jenis komoditas lain yang diperlukan sama seperti alkohol, yakni tembakau dan hasil tembakau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com