Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sari, Ilmu Nenek Jadi Bekal Bisnis Distro

Kompas.com - 02/06/2009, 09:43 WIB

Soal pembagian keuntungan dan kepemilikan usaha ini?
Selama ini, pembagian keuntungan fair kok. Jujur, saya agak lupa persisnya, namun kalau tidak salah, keuntungan dibagi rata 25 persen, antara saya, kedua kakak, dan Papa. Sebenarnya, saya enggak pernah mikirin masalah keuntungan ini karena awalnya kan cuma ikut-ikutan. Mungkin, karena ini juga dan kami memang tahu porsi masing-masing, makanya meski ini perusahaan keluarga, kami enggak pernah bertengkar. Yang jelas, kalau misalnya saya kerja keras sampai gila-gilaan, pasti dikasih bonus tambahan.

Kalau sudah menikah, kami ingin mempunyai toko masing-masing yang lebih besar dengan nama Bloop. Pokoknya, kami ingin membuat Bloop seperti Topshop di Inggris atau Zara di Spanyol yang terkenal di seluruh dunia. Begitu orang mendengar nama Bloop, mereka tahu itu berasal dari Indonesia, ya menjadi toko yang bisa dibanggakan oleh Indonesia dan menjadi trendsetter. Tentunya, tetap berjalan dengan konsep Bloop yaitu diisi produk karya anak bangsa sendiri.

Enggak tertarik kerja kantoran seperti ayah Anda?
Kalau Martin, kayaknya memang tidak tertarik karena dia orang kreatif yang tidak bisa bekerja di bawah orang lain. Sementara Berto, dia sempat tertarik. Kalau saya, dulu waktu di Inggris sempat bekerja di River Island (merek clothing) dan sampai sekarang tertarik sekali bekerja kantoran asal yang waktunya fleksibel. Seperti reporter atau fashion buyer yang memungkinkan untuk bertemu artis dan keliling dunia, seperti mimpi saya. Enak kan? Keliling dunia, dibayarin pula ha-ha-ha.

Sebenarnya siapa sih yang mengajari Anda berbisnis?
Kalau bisnis, Papa lebih banyak mendorong kami. Pengalamannya sebagai karyawan kan memperlihatkan kalau gaji pegawai sampai pensiun itu bisa diramalkan. Makanya, dia sering sekali mendorong kami, kalau ingin menjadi pegawai harus mempunyai bisnis sampingan lain. Sementara mama, awalnya sempat khawatir kami terjun bisnis sendiri, apalagi awalnya sering gagal.

Bicara mengenai bakat, mungkin nenek yang menurunkan kemampuan ini. Nenek saya buta huruf tapi dia telaten sekali berdagang. Dulu, dia berjualan stagen yang dipanggul sendiri, beratnya sampai berkilo-kilo. Oh ya, meskipun dia buta huruf, dia bisa ingat di luar kepala siapa yang membeli, siapa yang punya utang. Perjuangan nenek memang hebat sekali, pokoknya dia tangguh dan bisa menyekolahkan semua anaknya hingga menjadi sarjana. (Astrid Isnawati/Nova)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com