KALIANDA, KOMPAS.com - Peserta Festival Krakatau ke-19 mendapat sajian menarik berupa letusan Gunung Anak Krakatau. Selama dua jam pengamatan, gunung berapi di Selat Sunda tersebut meletus setiap 10-15 menit sekali. Pemantauan Kompas, Minggu (26/7) di kawasan Cagar Alam Laut Kepulauan Gunung Anak Krakatau, peserta festival yang menaiki kapal feri Windu Karsa Pratama terkejut dengan sambutan berupa letusan.
Letusan terdengar sangat kuat dengan kepulan material bergulung-gulung tebal dan membubung hingga ratusan meter. Rombongan yang sampai di lokasi pukul 12.40 bisa melihat letusan pada pukul 12.58. Letusan teramati sangat jelas dengan kepulan asap tebal dan suara ledakan keras.
Zant Thomas R, wisatawan mancanegara asal California, Amerika Serikat (AS) yang turut dalam rombongan mengatakan, ia baru pertama kali melihat letusan gunung berapi. Ia sangat ketakutan namun menikmati fenomena alam tersebut. "Saya terus menerus meneriakkan nama Tuhan saat melihat letusan tersebut," ujar Zant.
Dalam rombongan tersebut juga ada sekitar 15 duta besar dari 15 negara sahabat. Rata-rata para duta besar tersebut terkesan dengan fenomena letusan gunung berapi tersebut. Paul Freiher Von Maltzahn, duta besar Jerman untuk Indonesia mengaku sangat terkesan dengan letusan yang ia lihat. Ia bisa membayangkan letusan yang terjadi pada 1883 dengan melihat penampakan gunung saat ini.
Subakir, Kepala Seksi Telukbetung Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Lampung mengatakan, sejak dua pekan terakhir, gunung berapi yang berada di Selat Sunda tersebut terus aktif. Berdasarkan pemantauan petugas Gunung Anak Krakatau di Pos Hargo Pancuran, Rajabasa, Lampung Selatan, dalam dua minggu terakhir letusan terpantau sebanyak 40-50 kali per hari.
Namun sejak Sabtu (25/7) hingga Minggu (26/7) letusan terpantau meningkat. Pada Sabtu letusan sudah sebanyak 100 kali. Sementara pada Minggu siang dengan dua jam pengamatan sudah terjadi 11 kali letusan.
Endang Linirin, staf pengajar pada Fakultas MIPA Universitas Lampung yang turut dalam rombongan tur Krakatau sebagai pemandu mengatakan, letusan-letusan demikian memang terjadi sebagai bentuk pertumbuhan gunung berapi di tengah laut tersebut. Ketinggian gunung berapi tersebut kini sudah sekitar 300-an meter di atas permukaan air laut (dpl) dan akan terus meletus untuk bertumbuh.
Lebih lanjut Subakir mengatakan, dari pengamatan Balai Vulkanologi Bandung, semburan material berupa pasir dan batu memiliki suhu hingga 800 derajat Celcius. "Melihat tingginya suhu dan sebaran material, sangat tidak disarankan bagi nelayan untuk melaut di sekitar gunung berapi tersebut," ujar Subakir.
Bahkan, karena letusan terebut, peserta rombongan festival juga dilarang untuk turun ke pantai gunung. Para peserta disarankan melihat dari atas kapal pada jarak 100 meter di depan gunung. Festival tahunan yang tahun ini memasuki festival ke-29 tersebut memang diselenggarakan, salah satunya dengan mengunjungi Gunung Anak Krakatau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.