JAKARTA, KOMPAS.com - Adanya kesamaan antara jumlah pemilih yang berpartisipasi pada Pemilu Presiden 2009 dengan jumlah penerima bantuan sosial, seperti bantuan langsung tunai (BLT), beras miskin (raskin), dan sebagainya, adalah bukan sesuatu hal yang tidak disengaja.
Institute for Global Justice atau Institut Keadilan Global menduga, Komisi Pemilihan Umum dan pemerintah sengaja mengekstrak data penerima bantuan sosial tersebut ke dalam daftar pemilih tetap (DPT). Tujuannya jelas, memenangkan satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden tertentu.
Berdasarkan hasil pilpres nasional yang diumumkan KPU akhir bulan Juni kemarin, jumlah pemilih yang berpartisipasi pada pesta demokrasi tersebut berjumlah 121.504.481. Sementara itu, menurut data statistik Sekretariat Negara RI, jumlah penerima BLT, Raskin, Jamkesmas, PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan PNS penerima gaji ke-13 pada bulan Juni 2009 berjumlah sekitar 121 juta.
Total anggaran yang dikucurkan pemerintah guna membiayai program ini mencapai Rp 49,34 triliun. IGJ menilai, hal ini tidak ubahnya politik uang. "Program karikatif pemberantasan kemiskinan pemerintahan Presiden SBY selama lima tahun telah diselewengkan untuk kepentingan politik uang yang besar pada Pemilu 2009," ujarnya peneliti IGJ Salamuddin Daeng kepada para wartawan, Selasa (4/8) di Jakarta.
Padahal, menurut peneliti senior IGJ Bonnie Setiawan, program-program tersebut, terutama BLT, tidak membuat rakyat kecil menjadi produktif. "Program tersebut hanya membuat rakyat menjadi konsumtif, dan tidak memiliki multiplier effect terhadap pertumbuhan," ujar Bonnie.
Dengan kata lain, bantuan tersebut hanya menjadi antibiotic sesaat atas rasa sakit kemiskinan berkepanjangan yang dihadapi rakyat Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.