Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM Subsidi Hanya untuk Pelat Kuning?

Kompas.com - 22/04/2010, 15:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Lewat program distribusi bahan bakar minyak bersubsidi secara tertutup, pemerintah berharap bisa menghemat 40 persen dari volume BBM bersubsidi.

“Kami berharap bisa hemat 40 persen dari volume BBM bersubsidi yang saat ini disalurkan buat masyarakat,” ujar Dirjen Migas Evita Legowo di sela-sela rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (22/4/2010).

Dalam APBN 2010, volume subsidi BBM mencapai 36,5 juta kiloliter. Adapun dalam RAPBN-P 2010, pemerintah juga tidak bisa mengubah volume BBM bersubsidi ini. Angka ini merupakan gabungan antara volume bensin, solar, dan minyak tanah bersubsidi.

Namun, meski volumenya sama, nilai subsidi BBM diasumsikan meningkat dari Rp 68,7 triliun pada APBN 2010 menjadi Rp 89,3 triliun. Ini dilakukan agar stabilitas harga BBM bersubsidi yang didistribusikan kepada masyarakat bisa terjaga.

Pemerintah, kata Evita, sudah membuat road map penyampaian subsidi kepada yang berhak dan direncanakan akan dimulai 2011-2014. Sebagai pendahuluan, untuk tahun 2009-2010 pemerintah lebih dulu melakukan penataan distribusi tertutup serta pendataan melalui berbagai uji coba.

Tiga opsi yang saat ini dikantongi pemerintah sebagai model pelaksanaan BBM bersubsidi secara tertutup belum diputuskan karena masih dalam tahap kajian. Ketiga opsi tersebut adalah BBM bersubsidi hanya boleh dikonsumsi oleh kendaraan pelat kuning. “Cara ini lebih mudah dan murah karena tidak perlu tanda pengenal lain,” ujarnya.

Opsi berikutnya adalah larangan menggunakan BBM bersubsidi bagi mobil keluaran tahun 2000 ke atas. Opsi ini banyak mendapat tentangan lantaran mobil di bawah tahun 2000 dianggap lebih boros. Namun, menurut Evita, dasar pemikiran pemerintah terhadap opsi ini adalah sebagian besar mobil keluaran di atas tahun 2000 mensyaratkan penggunaan bensin dengan oktan di atas 88.

“Sementara BBM bersubsidi oktannya hanya 88. Jadi, ini juga membantu pemilik mobil sebetulnya,” terang Evita. Opsi lain adalah dengan melihat cc kendaraan. Mobil dengan cc besar bakal dilarang untuk meminum BBM bersubsidi.

Opsi yang sempat dibahas adalah penggunaan smart card. Namun, kata Evita, opsi ini sulit dilaksanakan karena anggarannya besar. “Pengadaan smart card ini butuh biaya besar, dari mana sumber dananya?” katanya.

Namun, kata Dirjen Migas, opsi apa pun yang dipilih harus diimplementasikan secara bertahap. Ini untuk membiasakan masyarakat agar tidak gagap. “Bagaimana pelaksanaannya masih harus dibahas lebih lanjut. Lagi pula kami harus membahasnya dengan DPR,” ujar Evita. (Teddy Gumelar/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com