JAKARTA, KOMPAS.com - Putri sulung mantan Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana yang akrab disapa Mbak Tutut meminta Hary Tanoesoedibyo selaku pemilik PT Berkah Karya Bersama (Berkah) mematuhi perjanjian investasi sebelum mengajukan penawaran untuk pembelian saham PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (CTPI).
"Benar dalam proses mediasi ada penawaran dari PT Berkah. Prinsipnya, Ibu Tutut bukan mau menjual sahamnya, tapi untuk menegakkan keadilan. Investment Agreement yang ditandatangani pada bulan Agustus tahun 2002 harus ditegakkan," kata kuasa hukum Mbak Tutut, Harry Pontoh kepada wartawan usai pertemuan mediasi dengan PT Berkah di Jakarta, Selasa (27/4).
Menurut Pontoh, berdasarkan salah satu butir perjanjian yang ditandatangani pada Agustus 2002, Mbak Tutut selaku pemegang 100 persen saham PT CTPI memberikan kuasa kepada PT Berkah Karya Bersama untuk menyelesaikan utang perseroan. Namun dalam perkembangannya, tambah Pontoh, manajemen PT Berkah mendilusi kepemilikan saham Mbak Tutut hingga tersisa 25 persen sahamnya.
Proses mediasi yang difasilitasi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait dengan gugatan Mbak Tutut terhadap PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), operator Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) dan PT Berkah Karya Bersama yang telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengadakan RUPSLB TPI pada 18 Maret 2005, yang menyebabkan terdilusinya saham Mbak Tutut di CTPI dari 100 persen menjadi 25 persen.
PT Berkah Karya Bersama (BKB) dengan memegang surat kuasa tertanggal 3 Juni 2003 telah melakukan perubahan jajaran direksi TPI sesuai dengan yang tertuang dalam Akta No. 16 dan No. 17. Mbak Tutut menuntut supaya hasil RUPSLB tersebut dicabut dan dikembalikan pada kondisi semula.
Harry Pontoh mengatakan selama ini Mbak Tutut tidak pernah mengakui adanya kepemilikan 75 persen saham PT Berkah, yang kemudian ditransfer ke PT Media Nusantara Citra (MNC). Mbak Tutut tetap berkukuh sebagai pemilik keseluruhan saham PT CTPI.
"Secara prinsip kami tidak pernah mengakui PT Berkah sebagai pemilik 75 persen saham. Yang kami tuntut adalah menegakkan hak-hak yang selama ini telah dilanggar oleh PT Berkah," kata dia.
Harry menduga pencaplokan saham Mbak Tutut di PT CTPI tidak terlepas dari permainan dalam proses pendaftaran di sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum), yang selama periode 2000-2008 juga dioperasikan PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD), salah satu anak perusahaan milik Hary Tanoesoedibyo.
"Diduga ada permainan di Sisminbakum. Ada pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Belum saatnya mereka mengambil mayoritas saham," kata Harry. Namun Harry mengisyaratkan bahwa penyelesaian kasus dapat diselesaikan secara damai di luar pengadilan asalkan Hary Tanoesoedibyo selaku pemilik PT Berkah dan PT SRD. Sebagai pihak yang dirugikan, ia mengaku tetap menghormati proses mediasi yang saat ini dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Pihak mediator minta Ibu Tutut dan Bapak Hary Tanoesoedibyo bertemu untuk menyelesaikan persoalan. Kalau ada itikad baik, pasti kasus ini cepat selesai tanpa harus berhadap-hadapan di pengadilan," jelas Harry.