Ketua Bidang Industri Minuman Teh Asosiasi Minuman Ringan Indonesia Riyanto mengatakan, ”Posisi industri sangat lemah. PLN diam-diam ikut menghancurkan daya saing industri dalam negeri.”
Menurut Riyanto, kebijakan TDL yang kemudian membuka peluang dilakukannya negosiasi ”B to B” menyebabkan tarif listrik yang dikenakan antarindustri berbeda-beda. Bahkan, industri yang memproduksi produk yang sama juga berbeda.
Dari temuan Forum Lintas Asosiasi, tarif listrik dari hasil negosiasi ”B to B” sebesar Rp 930 hingga Rp 1.300 per kWh. Ini jauh berbeda dari tarif reguler yang hanya Rp 439 per kWh.
Ketua Unit Kaca Pengaman Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Yustinus HG mengatakan, ”Ironisnya, penentuan tarif ini juga sangat subyektif karena besarnya tarif sangat tergantung kepala unit PLN di daerah masing-masing.”
Yustinus mengatakan, industri kaca hanya bisa pasrah terhadap kenaikan TDL. Mengurangi bahan baku hanya akan memperburuk kualitas sehingga kenaikan TDL 10 persen saja akan berdampak pada kenaikan harga jual kaca sebesar 3-5 persen.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia Chris Hardijaya menegaskan, ”Pengusaha kelas menengah dan atas bisa saja bertahan dengan kenaikan TDL, tetapi kelas bawah akan mati.”