Nanang Iskandar Ma’soem, pengelola Ma’soem Group, yang membawahkan sekitar 37 SPBU di Jawa Barat, Senin (22/11) di Bandung, mengatakan, pengurangan pasokan BBM premium dari Pertamina berpotensi menyebabkan kelangkaan. ”Saat ini memang belum ada kepanikan masyarakat memborong BBM. Tapi, awal Desember hal itu akan terjadi. Apalagi, sudah ada penegasan dari Menko Perekonomian tentang kebijakan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi mulai 2011,” ujarnya.
Sejauh ini permintaan BBM relatif stabil. Hanya, ia mencermati, ada peralihan konsumsi 10 persen dari premium ke pertamax secara perlahan.
Namun, kondisi itu belum mencerminkan penipisan stok premium dan BBM bersubsidi lain. Bagi Nanang, peralihan tersebut lebih disebabkan tingkat pemahaman masyarakat terhadap BBM nonsubsidi yang mulai meningkat.
Berdasarkan surat edaran yang diterima dari Pertamina, BUMN pemonopoli minyak dan gas di Indonesia tersebut akan mengurangi pasokan 5-6 persen secara merata untuk semua BBM bersubsidi, seperti premium, solar, dan minyak tanah. Karena itu, kelangkaan terjadi karena tidak ada keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan.
”Saya setuju dengan kebijakan mendorong penggunaan BBM nonsubsidi. Sudah saatnya BBM nonsubsidi digalakkan bagi masyarakat kelas atas,” katanya.
Hal serupa disampaikan Dod-
”Selain itu, seharusnya saat ini pemerintah sudah mulai menyosialisasikan kebijakan ini kepada masyarakat untuk mencegah kepanikan konsumen nanti,” kata Doddy.
Ketua DPD III Hiswana Migas Wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten M Ismeth berpendapat, kelangkaan BBM subsidi di Jawa Timur sudah dirasakan karena uji coba pengurangan 6 persen ke SPBU dilakukan dengan pola harian. Adapun untuk Jabar, Banten, dan Jakarta, pengurangannya menggunakan pola bulanan sehingga baru akan terasa awal Desember.
Ia juga menilai kelangkaan premium tidak akan otomatis menggiring masyarakat meng-
”Padahal, tambahan BBK butuh waktu 1-2 bulan. Selain membuat tangki tanam, harus dipasang pompa dan kanopinya. Belum lagi biayanya minimal Rp 400 juta,” ujar Ismeth.