Ekspor sayuran dilakukan sejumlah kelompok tani di Kabupaten Magelang. Kelompok Tani Marga Sayur di Desa Tejosari, Kecamatan Ngablak, misalnya. Tahun 2010 ini, mereka menerima tiga permintaan ekspor dari Jepang dan Singapura.
Jepang meminta pasokan terong ungu sebanyak 200 ton per bulan, dan Singapura meminta pasokan lobak 5 ton hingga 10 ton per minggu, serta 3 ton buncis per minggu.
”Untuk memenuhi permintaan ekspor tersebut, saat ini kami tengah menyemai benih dari tiga komoditas tersebut,” ujar Suwardi, Ketua Kelompok Tani Marga Sayur di Desa Tejosari.
Demi memenuhi permintaan ekspor tersebut, Suwardi mengatakan, anggota kelompok tani Marga Sayur dibagi dalam kelompok-kelompok dengan tanggung jawab tertentu.
Khusus permintaan terong melibatkan 45 petani dengan 10 hektar lahan, untuk lobak melibatkan 25 petani dengan 10 hektar lahan, dan buncis melibatkan 30 petani dengan luasan lahan sekitar 10 hektar.
Menurut Pengawas Paguyuban Petani Merbabu, Surame, para petani di kawasan lereng Gunung Merbabu di Kabupaten Magelang, mulai mengekspor sayuran sejak tahun 2008. Dalam jangka waktu setahun yakni 2009, para petani sudah mengirimkan 500 ton lobak ke Jepang.
Namun kontrak pengiriman lobak ini pun tidak berlanjut, karena petani tidak mampu memenuhi spesifikasi diameter lobak yang diinginkan Jepang. Kondisi ini tidak membuat petani kapok. Mereka terus mengembangkan jaringan ekspor ke negara-negara lain.
Keberhasilan mengekspor sayuran ini, menurut Surame, merupakan buah kerja keras para petani sendiri yang terus mengembangkan jaringan relasi dan pemasaran ke berbagai kota. Dari hubungan pertemanan dengan petani dan pedagang dari berbagai daerah inilah, mereka dapat dengan mudah mengakses informasi tentang peluang pasar dari luar negeri.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Magelang, dalam hal ini juga cukup membantu mempromosikan produk sayuran petani dengan mengajak kelompok tani ikut berbagai ajang pameran.
Anggota Paguyuban Petani Merbabu selain dari Kabupaten Magelang juga dari Kabupaten Semarang. Petani Kabupaten Magelang yang tergabung dalam kelompok ini berasal dari Kecamatan Pakis dan Ngablak, dengan jumlah lebih dari 10.000 keluarga.
Dengan lokasi yang merupakan dataran tinggi, dengan ketinggian 1.300 meter diatas permukaan laut, Kecamatan Pakis dan Ngablak cocok ditanami berbagai jenis sayuran.
Jika sebelumnya hanya ada delapan jenis sayuran lokal yang ditanam, sejak tahun 1990-an hingga sekarang, terdapat ratusan jenis sayuran yang ditanam. Namun 90 persen di antaranya adalah benih dari luar negeri seperti Taiwan dan China.
Hadirnya benih sayuran dari luar negeri ini membuat benih sayuran lokal yang menjadi identitas Kabupaten Magelang, justru tergeser dan tidak dipertahankan pemerintah.
”Padahal, dari segi kualitas rasa, sayuran dari benih lokal jauh lebih unggul dibandingkan yang berasal dari benih luar negeri,” ujarnya.
Hingga kini sayuran menjadi salah satu produk unggulan Kabupaten Magelang. Sentra sayuran tersebar di Kecamatan Dukun, Sawangan, Ngablak, Pakis, Kaliangkrik, dan Kajoran. Namun, khusus cabai, bisa ditemui dengan mudah di 21 kecamatan di Kabupaten Magelang, baik dataran tinggi maupun rendah.
Kepala Seksi Hortikultura Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Magelang, Joga Susilo, mengatakan, produk sayuran yang paling banyak ditanam di Kabupaten Magelang adalah cabai dengan luasan tanam 3.600 hektar per tahun, disusul berikutnya kubis, 3.000 hektar per tahun, dan tomat, 1.370 hektar per tahun.
Untuk mendukung budidaya sayuran ini, Joga mengatakan, Pemkab Magelang berupaya membuat standar prosedur budidaya sejumlah sayuran. Selain itu pemerintah juga memberikan sosialisasi tentang baku mutu yang harus dipenuhi, agar dapat dikirim untuk ekspor.