Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Bertahan Menolak Insinerator

Kompas.com - 28/12/2010, 04:09 WIB

BANDUNG, KOMPAS - Warga Perumahan Graha Cempaka Arum di Kecamatan Gedebage, Bandung, tetap konsisten menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah di kawasan permukiman mereka. Usulan untuk merelokasi warga perumahan tersebut atau merelokasi PLTS pun mengemuka.

Koordinator Umum Aliansi Rakyat Tolak Pemaksaan Pabrik Sampah di Permukiman Muhammad Tabroni, Senin (27/12) di Bandung, mengatakan, penolakan itu sudah tanpa kompromi karena Pemerintah Kota Bandung dinilai tidak beritikad baik menyosialisasikan proyek itu kepada warga setempat.

”Semestinya pihak Pemerintah Kota Bandung mendatangi warga dan menerangkan rencana pembangunan proyek itu, termasuk dampaknya bagi warga. Dari berbagai info yang kami kumpulkan, teknologi insinerator yang digunakan untuk mengubah sampah jadi listrik itu tidak aman bagi lingkungan,” katanya.

Tabroni menyebutkan, ada warga Griya Cempaka Arum yang pernah mengunjungi pusat pengolahan sampah di Jepang yang menggunakan insinerator. Warga yang kebetulan adalah ahli teknologi itu lalu menyimpulkan bahwa teknologi tersebut justru memerlukan energi besar dan menyedot banyak air.

”Jepang memerlukan air 1,7 juta liter per hari untuk mendinginkan turbin insinerator sampah. Oleh karena itu, alat tersebut diletakkan jauh dari permukiman, bahkan kalau perlu di pulau terpisah,” kata Tabroni yang juga advokat ini.

Rencana Pemkot Bandung membangun insinerator berdampingan dengan permukiman warga akan mengancam keselamatan warga. Menurut dia, polutan yang dihasilkan alat itu akan sulit diterpa angin lantaran kontur Bandung yang menye- rupai cekungan. Kondisi itu membuat polutan terisap warga dan membahayakan kesehatan masyarakat.

”Belum lagi ancaman kekurangan air yang bakal menimpa warga jika insinerator dibangun. Saat kemarau, warga di sini sudah kesulitan air, apalagi jika nanti ada insinerator yang bakal menyedot banyak air,” katanya. Sejumlah negara, misalnya Filipina, dalam undang-undang persampahannya bahkan telah melarang penggunaan insinerator.

Jalan terus

Kendati demikian, Pemkot Bandung tetap akan melanjutkan rencana pembangunan PLTS Gedebage. Wali Kota Bandung Dada Rosada dalam satu kesempatan menyebutkan, 80 persen warga mendukung program tersebut. ”Saya mendatangi semua kecamatan di Bandung. Hampir semua mendukung PLTS ini,” kata Dada, awal November.

Salah satu syarat pembangunan, yaitu peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah, akan terus didorong untuk diterbitkan sebelum pelaksanaan tender. Dada menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan tercemarnya lingkungan.

Jika Pemkot tetap memaksakan pembangunan itu, Tabroni secara pribadi berpendapat, pilihannya ialah memindahkan insinerator dari kawasan permukiman atau memindahkan warga dari sana agar tidak berdekatan dengan alat tersebut. Akan tetapi, tawaran relokasi warga dari sana juga berisiko memicu konflik sosial.

Anggota Dewan Pakar dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, berpendapat, insinerator harus diuji coba dalam skala kecil sebelum dibuat proyek besarnya. Hal itu dilakukan guna melihat sejauh mana efek negatif yang ditimbulkan teknologi tersebut.(REK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Suku Bunga Acuan Naik, Apa Dampaknya ke Industri Multifinance?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com