Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Program KB yang Dilupakan

Kompas.com - 30/12/2010, 08:17 WIB
Oleh Kartono Mohamad

Ada 15 program prioritas yang disampaikan Presiden SBY sewaktu melantik kabinetnya sekitar setahun yang lalu. Namun, ada satu hal yang terlupakan: program keluarga berencana.

Setelah hasil sensus menunjukkan bahwa pertambahan penduduk mencapai 4 juta setahun, atau ada tambahan 40 juta jumlah penduduk dibandingkan dengan tahun 2009, barulah pemerintah sadar. Pertambahan 4 juta setahun atau lebih dari 1,3 persen setahun bukanlah masalah kecil. Mereka memerlukan makanan, pakaian, sekolah, rumah, dan pekerjaan.

Menurut Bustanul Arifin dari IPB, pertumbuhan produksi pangan kita hanya sekitar 0,5 persen setahun, tak seimbang dengan pertumbuhan penduduk yang begitu cepat. Ini berarti, pada suatu saat akan terjadi kekurangan pangan di negeri ini sehingga perlu ditutup dengan impor beras terus-menerus.

Lebih menyedihkan lagi, menurut Survei Demografi dan Kesehatan 2007, pertambahan penduduk terbesar terjadi di kalangan miskin, berpendidikan rendah, dan mereka yang tinggal di perdesaan. Berarti, generasi kita mendatang berpotensi dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan dan kurang pendidikan.

Entah mengapa salah satu program terbaik peninggalan Soeharto ini tak diteruskan oleh pemerintahan reformasi. Keberhasilan program KB Indonesia pernah dipuji kalangan internasional dan menjadi rujukan bagi negara berkembang lain. Kini ia pudar dan malah berbalik arah.

Sangat besar rugi akibat melemahnya program KB. Pakar ekonomi dalam pemerintahan SBY tak ada yang seperti Widjojo Nitisastro di masa Soeharto yang mampu melihat risiko beban ekonomi dari pertambahan penduduk yang cepat.

Partai politik

Program KB memang terdegradasi serius sejak reformasi dimulai dan sejak otonomi daerah diberlakukan. Para petinggi politik tak melihat pentingnya program ini. Kemudian di masa pemerintahan SBY jilid I, selain dilupakan, kedudukan BKKBN juga diturunkan dengan menempatkannya di bawah koordinasi menteri kesehatan. Dengan penempatan seperti itu, praktis BKKBN tak bisa bergerak sebelum ada restu menteri kesehatan.

Setelah undang-undang otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung diberlakukan, nasib BKKBN di daerah kian tak menentu. Banyak kantor BKKBN tingkat kabupaten yang ditutup atau digabung dengan instansi lain tanpa ada kejelasan tugasnya.

Banyak pekerja lapangan KB beralih tugas dan ditempatkan di berbagai instansi. Pembagian kontrasepsi diserahkan kepada dinas kesehatan. Dengan mutasi dokter yang cepat di daerah terpencil, kesinambungan program KB kian tak dapat dipertahankan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com