Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
INVESTASI

Pemerintah Harus Jaga Fokus

Kompas.com - 17/01/2011, 20:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah harus dapat membuat kebijakan yang fokus mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Euforia pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari arus modal asing dan apresiasi rupiah semata harus segera dihentikan.

Demikian disampaikan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit di Jakarta, Minggu (16/1/2011). Pemerintah menargetkan perekonomian tahun 2011 tumbuh 6,4 persen.

Masyarakat saat ini membutuhkan lapangan kerja yang memerlukan investasi di sektor riil. Pemerintah harus menuntaskan pekerjaan rumah yang mendasar dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif, yakni kepastian hukum dan infrastruktur yang paling dibutuhkan dunia usaha.

Kepastian hukum meliputi dikotomi perizinan pusat dan daerah, tata ruang, serta sinkronisasi regulasi pusat dan daerah. Adapun infrastruktur terkait dengan jaringan jalan, pelabuhan, dan ketersediaan sumber energi.

Sepanjang pemerintah belum fokus membenahi persoalan tersebut, dunia usaha terus kesulitan memanfaatkan momentum perekonomian yang ada. Indonesia pun seperti melewatkan peluang emas dari kenaikan permintaan domestik, harga komoditas, dan bonus demografi yang tengah berlangsung.

"Karena yang masuk hanya investasi portofolio. Kalaupun ada foreign direct investment ataupun domestik itu karena situasi di China, Vietnam, dan negara lain yang sudah tidak begitu kompetitif. Bukan karena perbaikan iklim investasi oleh pemerintah," ujar Anton.

Dia mencontohkan, pertumbuhan ekonomi 6 persen sampai 7 persen membutuhkan pertumbuhan listrik sebesar 9 persen atau harus ada investasi baru energi listrik sebesar Rp 70 triliun setiap tahun. Namun, Anton tak melihat ada kemajuan signifikan dalam setahun terakhir.

Pada zaman Kabinet Indonesia Bersatu pertama, masalah listrik 10.000 megawatt juga ruwet, tetapi berkat Wakil Presiden M Jusuf Kalla proyek tersebut diputuskan berjalan juga akhirnya.

Infrastructure summit yang diharapkan membangun jalan tol sepanjang 1.500 kilometer dalam lima tahun sampai saat ini tidak jelas realisasinya. Demikian juga revitalisasi pelabuhan yang sangat dibutuhkan untuk menggenjot ekspor.

Sikap dan kebijakan pemerintah yang reaktif setiap ada persoalan terbukti tak menyelesaikan masalah. Anton memaparkan, sejak undang-undang kawasan ekonomi khusus terbit tahun 2009 pemerintah baru menelurkan dasar hukum pembentukan dewan kawasan.

"Undang-undang yang mau menjadi terobosan ekonomi malahan Pak SBY mau bikin KEK kedelai, sampai sekarang peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan belum ada yang keluar, mungkin baru satu saja, yaitu pembentukan dewan kawasan. Kami melihat bahaya dari politik pencitraan yang selama ini terjadi. Sekarang kita panen hasilnya, yaitu kesenjangan antara yang dikatakan dengan realitas. Masalah pangan saat ini sangat rawan dan kuncinya tergantung dari iklim dan memproduksi benih yang sesuai perubahan iklim," ujarnya.

Menurut Anton, Ketua Dewan Hortikultura Benny Kusbini telah mengingatkan pemerintah sejak Februari sampai Mei 2010, tanaman cabai terkena daun kuning dan virus antraxnose. Namun, pemerintah justru berkilah, kenaikan harga cabai akibat spekulasi dan masalah distribusi.

Secara terpisah, Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (SMART), salah satu industri kelapa sawit terintegrasi nasional, Daud Dharsono mengatakan, persoalan tata ruang yang tak kunjung tuntas turut memicu ketidakpastian hukum bagi pengusaha. Hal ini menambah deretan persoalan yang dihadapi dunia usaha, antara lain ekonomi biaya tinggi akibat jalur logistik yang buruk dan pungutan liar.

Beberapa pasal dalam undang-undang ketenagakerjaan juga menjadi masalah. Beberapa hal ini yang membuat investor asing enggan masuk ke sektor riil yang dibutuhkan Indonesia untuk menjaga kelestarian pertumbuhan jangka panjang.

Daud meminta pemerintah menyiapkan insentif bagi industri pengolahan bahan baku pertanian dan manufaktur yang dapat menyerap tenaga kerja baru. Industri berbasis agro patut menjadi andalan nasional yang berdaya saing tinggi di pasar global.

"Agroindustri padat karya dan mampu menampung tenaga kerja, baik dari Jawa maupun daerah lain. Pemerintah patut memberikan insentif untuk mendorong hilirisasi dan membangun pabrik yang modern," kata Daud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com