Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembuktian Standar Pelayanan Minimum

Kompas.com - 17/02/2011, 11:16 WIB

KOMPAS.com- Ada alunan lagu yang khas setiap kali memasuki stasiun kereta bawah tanah (subway) di Tokyo, Jepang. ”Perhatikan jingle itu. Berbeda di setiap stasiun, lho. Itu untuk penumpang yang buta,” kata kerabat saya, Yohanita Sayaka.

Hari itu, setahun silam, kami menumpang subway di jalur Chiyoda dari Stasiun Otemachi ke Shibuya. Di sembilan stasiun yang dilalui, selalu ada suara berbeda berkumandang. Volume suara pun telah distandarkan, dengan besaran desibel tertentu. Itulah bentuk pelayanan bagi penumpang di sana.

Namun, hari ini, kira-kira seminggu setelah berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimum (SPM) untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api, jangan harap ada fasilitas serupa di kereta-kereta di Indonesia.

Judulnya memang ”Standar Pelayanan Minimum”, tetapi minimum di Jepang mungkin optimum di Indonesia. Jangankan perbedaan alunan lagu, soal audio hanya dijelaskan, ”(dipasang) di tempat yang strategis agar mudah didengar calon penumpang.” Kriteria tempat strategis akhirnya sangatlah ”abu-abu”.

Meski demikian, angkatlah topi bagi perkeretaapian kita. Akhirnya, SPM diberlakukan. ”SPM itu masih jauh dari sempurna, tetapi bolehlah diapresiasi. Nanti secara bertahap, kami dorong untuk ditingkatkan. Di dalam Permenhub diatur SPM dapat ditinjau setiap enam bulan,” kata Taufik Hidayat, peneliti perkeretaapian pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Evaluasi atas SPM pada enam bulan mendatang memang harga mati bila ingin perkeretaapian membaik. Sebagaimana dikatakan para ”penggila” kereta, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 9 Tahun 2011 ini bukan terobosan sama sekali.

Materi dalam SPM bahkan dikritik keras, hanya sebatas pemenuhan fisik. Standar pelayanan, kata para ”penggila” kereta, seharusnya dicontohkan dengan aturan adanya ganjaran diskon 50 persen bagi calon penumpang yang tidak berhasil menemui petugas yang berhati tulus. Itu baru serius!

Ketersediaan toilet seharusnya juga tidak perlu diperdebatkan lagi. Setiap stasiun harus memiliki toilet. Bila ingin diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan tentang SPM, hal itu semestinya terkait dengan derajat kebersihan, bukan cuma jumlah. Berapa kali sehari toilet harus dibersihkan, atau berapa gulungkah ketersediaan tisu kering di setiap toilet.

Minggu-minggu ini, atau dalam tempo sesingkat-singkatnya, harusnya SPM diterapkan dengan serius. Harus ada bukti!

Pertama, pemenuhan SPM sangatlah penting untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dan operator PT Kereta Api Indonesia dalam memajukan perkeretaapian. Kedua, tanpa pemenuhan SPM—yang sudah sangat minimal ini—kerelaan penumpang kereta sulit diharapkan bila tiba waktunya untuk menaikkan tarif.

Penumpang dengan mudahnya menolak kenaikan tarif bila setiap hari ada gangguan. Rabu (16/2/2011) kemarin, misalnya, gangguan wesel pun terjadi lagi di Stasiun Depok Baru sehingga kereta harus antre. Kereta Ekspres jadi tak ”secepat kilat” lagi karena terhadang antrean kereta-kereta ekonomi ”panas”.

Jangan sampai terulang lagi, kejadian Sabtu, 8 Januari 2011, ketika kenaikan tarif kereta ekonomi hingga 62 persen hanya diberlakukan dalam tempo 24 jam karena ada penolakan.

Apabila ingin direka-reka, tiga bulan adalah waktu yang paling pas untuk memperlihatkan adanya upaya pemenuhan SPM. Perlihatkan dulu, misalnya, niat untuk membangun prasarana bagi penyandang cacat untuk memperbaiki pelayanan di loket. Kemudian, perlahan beberkanlah rencana kenaikan tarif dengan target terukur untuk perbaikan pelayanan kereta api.

Nantinya, ketika tarif dinaikkan dari Rp 1.500 menjadi Rp 2.500, misalnya, harus sudah ada level pelayanan tertentu yang ingin diraih. Misalnya, menurunkan toleransi kereta penumpang ekonomi dalam kota (KRL) dari satu meter persegi untuk enam orang menjadi empat orang sehingga tidak perlu injak-injakan kaki lagi.

Saat ini adalah waktu yang tepat bagi Direktorat Jenderal Perkeretaapian untuk muncul dan menjelaskan SPM itu. Mengapa terus ”bersembunyi” ketika telah memproduksi suatu regulasi yang baik adanya? (HARYO DAMARDONO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com