Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bankir: Tak Ada Kartel Bunga

Kompas.com - 11/03/2011, 07:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Suku bunga kredit dalam industri perbankan Indonesia menimbulkan dugaan adanya kartel. Akan tetapi, para bankir berkeras tidak ada kartel atau penetapan harga antarbank untuk memberikan bunga kredit kepada debitor. Krishna R Soeparto, Direktur Korporasi PT Bank Negara Indonesia (BBNI), mengatakan, tidak ada para bankir duduk sama-sama guna menyamakan bunga kredit untuk pasar yang ideal.

"Kami tidak pernah duduk bareng untuk membicarakan soal bunga kredit karena setiap debitor mendapatkan bunga yang berbeda-beda sesuai kelayakannya," tutur Krishna, Kamis (10/3/2011).

Ia menuturkan, pengumuman transparansi suku bunga dasar kredit itu sehat dalam mengetahui bunga perbankan. Namun, bank berlogo 46 ini belum ada rencana ada penurunan suku bunga kredit. Jika inflasi bisa turun maka bunga kredit dana pihak ketiga (DPK) akan rendah.

Sepaham dengan Krishna, Direktur Corporate Banking Head PT Bank Danamon (PDMN), yakni Hery A Zainal, menegaskan, selama ini tidak ada kartel dalam industri perbankan. Selain itu, makna kartel tersebut masih belum jelas, apakah memang menyamakan suku bunga kredit. "Danamon bersama empat bank lain menyalurkan kredit ke Trikomsel dengan bunga yang sama. Apakah itu disebut kartel juga karena sindikasi itu, kan, bunganya sama semua," kata Zainal.

Krishna menambahkan, pihaknya siap jika akan dipanggil oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan akan menjelaskan soal ketentuan harga atau bunga yang diberikan oleh BBNI.

Sebelumnya, komisi KKPU mulai memanggil industri perbankan bulan ini. Pemanggilan terkait dengan penyelidikan dugaan praktik kartel industri perbankan dalam menentukan bunga kredit.

KPPU akan meminta keterangan setiap bank dalam proses pengambilan keputusan penetapan bunga bank. Bukan hanya bank tertentu yang akan dipanggil, melainkan semua bank yang melakukan bisnis di Indonesia.

Secara umum, ada empat pilar yang menjadi fokus KPPU. Pertama, kegiatan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Kedua, industri pasar tinggi karena rawan penyelewengan. Ketiga, industri yang sensitif dalam artian jika terdapat perubahan sedikit maka harga akan bergejolak tinggi. Keempat adalah infrastruktur dan layanan publik. (Nina Dwiantika/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com